Minggu, 03 Februari 2013

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS KERAJINAN KERAMIK UNTUK SISWA SMK N1 ROTA BAYAT, KLATEN, JURUSAN KRIYA KERAMIK

(Setelah revisi 2)


A.  Latar Belakang Masalah
Matematika, sejak peradaban manusia bermula, memainkan peranan yang sangat vital dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai bentuk simbol, rumus, teorema, dalil, ketetapan, dan konsep digunakan untuk membantu perhitungan, pengukuran, penilaian, dan sebagainya.Maka tidak heran jika peradaban manusia berubah dengan pesat karena ditunjang oleh partisipasi matematika yang selalu mengikuti perubahan dan perkembangan zaman.[1]
Matematika merupakan subjek yang sangat penting dalam sistem pendidikan di seluruh dunia. Negara yang mengabaikan pendidikan matematika sebagai prioritas utama akan tertinggal dari kemajuan segala bidang (terutama sains dan teknologi), dibandingkan dengan negara lain yang memberikan tempat bagi matematika sebagai subjek yang sangat penting. Di Indonesia, sejak bangku SD sampai perguruan tinggi, bahkan mungkin sejak play group atau sebelumnya (baby school), syarat penguasaan terhadap matematika jelas tidak bisa dikesampingkan. Untuk dapat menjalani pendidikan selama di bangku sekolah sampai kuliah dengan baik maka anak didik dituntut untuk dapat menguasai matematika dengan baik.[2]
Pembelajaran matematika yang dilakukan selama ini bukannya tanpa fungsi dan tujuan. Selama ini Matematika sekolah berfungsi sebagai salah satu unsur masukan instrumental, yang memiliki obyek dasar abstrak dan melandaskan kebenaran, konsistensi, dalam setiap proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Kebenaran konsistensi adalah kebenaran yang terdahulu yang telah diterima. Tujuan pembelajaran Matematika yang dituntut dalam kurikulum 2006 adalah :
1.    Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelildikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi.
2.    Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, institusi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3.    Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.
4.    Mengembangkan kemampuann menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicartaan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dan menjelaskan gagasan.
            Kecakapan dan kamahiran Matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar Matematika adalah:
1.    Menunjukan pemahaman konsep Matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan anatar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2.    Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik, atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah.
3.    Menggunakanan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manifulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika.
4. Menunujukan kemampuan strategi dalam membuat (merumuskan), menafsirkan dan menyelesaikan model Matematika dalam pemecahan masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan.
Selain itu penguasaan anak didik terhadap suatu materi tentu harus melewati sebuah proses. Proses ini dinamakan sebagai proses belajar. Proses belajar adalah mengubah atau memperbaiki tingkah laku melalui latihan, pengalaman dan kontak dengan lingkungannya. Dalam tahap proses belajar yang diutamakan adalah kematangan tertentu dari anak, karena bagaimanapun juga bahwa hasil yang dicapai tidak akan memberikan hasil yang memuaskan.[3] Maka dari itu ketika seorang anak didik melakukan proses belajar secara baik, dia akan semakin mudah mencapai tingkat penguasaan yang tinggi pula.
Proses belajar yang dilalui agar dapat berjalan dengan optimal diperlukan adanya pengetahuan akan sifat-sifat proses belajar. Sifat-sifat dalam proses belajar antara lain:
1.      Belajar merupakan suatu interaction antara anak dan lingkungan.
2.      Belajar berarti berbuat.
3.      Belajar berarti memahami
4.      Belajar adalah suatu aktivitas yang bertujuan
5.      Belajar memerlukan motivasi.
6.      Belajar memerlukan kesiapan pada anak didik.
7.      Belajar adalah berpikir dan belajar menggunakan daya pikir
8.      Belajar dengan ingatan
9.      Proses belajar dan latihan[4]
Salah satu sifat yang dimiliki dalam proses belajar yaitu  belajar memerlukan motivasi karena motivasi merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan proses belajar, di samping itu bahwa motivasi yang timbul dari kebutuhan anak akan merupakan faktor penting bagi anak. Oleh karena itu motivasi belajar anak harus diperhatikan dengan seksama. Hal ini untuk memudahkan membimbing dan mengarahkan anak belajar, sehingga anak tidak perlu mendapat motivasi dari luar apabila pekerjaan yang dilakukan cukup menarik minatnya.[5]
Sebagai pendidik diharapkan bisa membangkitkan motivasi belajar anak didik. Salah satu syarat untuk membangkitkan motivasi belajar yaitu belajar harus menarik perhatian. Objek atau keadaan yang menarik perhatian. Salah satu contoh yaitu berusaha untuk membangkitkan motivasi melalui bahan pelajaran yang sedang diajarkan dibuat semenarik mungkin agar bisa menarik perhatian. Bisa juga bahan pelajaran disesuaikan dengan dunia mereka atau dengan memanfaatkkan lingkungan sekitarnya sehingga sekaligus memberikan contoh-contoh konkret[6]. Contoh-contoh konkret di dalam matematika sangatlah diperlukan karena membantu memudahkan pemahaman anak didik.
Hal lain yang dapat mempengaruhi motivasi belajar peserta didik yaitu adanya bahan ajar yang inovatif. Dari beberapa pandangan mengenai pengertian bahan ajar, bahan ajar adalah segala bahan (baik informasi, alat maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. misalnya, buku pelajaran, modul, handout, LKS, model atau maket, bahan ajar audio, bahan ajar interaktif dan sebagainya.[7]
Hasil penelitian di Indonesia, yang menunjukkan tingkat penguasaan peserta didik dalam matematika pada jenjang pendidikan (SD-PT) masih sekitar 34%. Hal ini sangat memprihatinkan banyak pihak. Sehingga tidak salah jika anggapan masyarakat, khususnya di kalangan pelajar, matematika masih merupakan mata pelajaran sulit, membingungkan dan bahkan sangat ditakuti oleh sebagian besar yang mempelajarinya[8]. Tahun 2000 lalu, Internasional Association of Educational Evaluation in Achievement (IEA) menerbitkan hasil survei prestasi belajar matematika dan IPA bagi siswa-siswa sekolah usia 13 tahun di 42 negara, dan Indonesia berada pada posisi ke-39 untuk kemampuan IPA dan urutan ke-40 untuk prestasi belajar matematika. Ini menunjukkan bahwa mutu pendidikan kita memang sangat mengkhawairkan [9].
Berdasarkan hasil penelitian tersebut bisa dikatakan bahwasannya matematika masih dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang sangat sulit oleh sebagian siswa. Bahkan, matematika oleh sebagian besar siswa masih dianggap sebagai momok, ilmu yang kering, teoritis, penuh dengan lambang-lambang, rumus-rumus yang sulit dan sangat membingungkan.
Seperti yang sudah dijelaskan di paragraf sebelumnya, bahwa salah satu sifat-sifat dalam proses belajar yaitu belajar merupakan suatu interaction antara anak dan lingkungan. Hal ini juga diperkuat oleh tokoh-tokoh pendidikan pencetus teori belajar yang berlandaskan pandangan behavioristik. Mereka pada dasarnya menganggap bahwa manusia itu sepenuhnya adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Faktor lingkungan ini yang merupakan penentu tunggal dari tingkah laku manusia. Dengan demikian kepribadian individu dapat dikembalikan kepada hubungan antara individu dengan lingkungannya.[10] Hubungan antara individu secara otomatis dapat berpengaruh terhadap prose belajar anak didik. Bahkan ketika proses belajar dihubungan dengan lingkungan akan semakin mempermudah anak didik akan pemahaman suatu ilmu.
Tidak bisa dipungkiri bahwa proses belajar tidak bisa terlepas dari pengaruh lingkungan di mana anak didik bertempat tinggal. Definisi lingkungan tempat tinggal yang dimaksud masih sangat luas. Diantaranya lingkungan keluarga, lingkungan geografis dan faktor sosial budaya seperti kepercayaan, nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sehingga terdapat berbagai variasi bentuk transmisi dan internalisasi nilai-nilai[11]
Saat ini Indonesia menerapkan Kurikulum 2006 yang dikenal dengan Standar Isi, dan dioperasionalkan di sekolah dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus. Kurikulum tersebut disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah[12]
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 36 ayat 2 menuntut para pengembang KTSP untuk memperhatikan ciri khas kedaerahan, kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. KTSP merupakan suatu bentuk perhatian pemerintah Indonesia terhadap potensi daerah. Perhatian terhadap potensi daerah tersebut tertuang dalam acuan operasional penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengamanatkan  pengembangan kurikulum harus memperhatikan keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan. Daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari.[13]
Setiap kelompok etnik di Indonesia mempunyai ajaran, nasihat, atau petuah mengenai bagaimana mengasuh, merawat dan mendidik anak. Bronfenbrenner (dalam Reaves,1999) secara eksplisit memprediksi bahwa perbedaan status sosial ekonomi, rasial, kelompok etnis dan lingkungan budaya secara umum mempengaruhi praktik pengasuhan.[14] Oleh sebab itu pemanfaatan lingkungan budaya yang ada di suatu tempat bisa menjadi faktor penunjang saat kegiatan pembelajaran. Sehingga semakin mempermudah anak didik dalam memahami materi pembelajaran karena apa yang dia jumpai benar-benar konkrit. Mereka dengan mudahnya dapat menjumpai dalam keseharian mereka.
Seperti halnya yang telah dijelaskan pada tujuan matematika sekolah salah satu poinnya yaitu memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Namun tujuan tersebut belum tercapai dikarenakan dalam kenyataannya matematika hanya bersifat teoritis dan pengaplikasian dalam kehidupan nyata belum maksimal. Padahal sumber belajar khususnya matematika harus memanfaatkan dari lingkungan sekitar dalam upaya menjadikan sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat setempat. Sekolah bukanlah tempat yang terpisah dari masyarakatnya. Dengan cara ini fungsi sekolah sebagai pusat pembaruan dan pembangunan sosial budaya masyarakat akan dapat diwujudkan. Selain itu, lingkungan sangat kaya dengan sumber-sumber, media dan alat bantu pelajaran. Lingkungan fisik, sosial atau budaya merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak.[15]
Lingkungan tidak hanya berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber akan membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu.[16] Sedangkan bahan dari lingkungan tersebut bisa diwakili dengan dibuat semacam bahan ajar yang memang berisikan bahan dari lingkungan yang dituju.  Bahan ajar yang bisa mencangkup bahan dari lingkungan salah satunya adalah modul.
Seperti halnya yang dialami oleh siswa SMK N 1 Rota Bayat, Klaten ini mayoritas mengalami kesulitan ketika menyelesaikan permasalahan matematika. Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan dengan Ibu Nining Tri Wijayanti, S.Pd, salah satu guru mata pelajaran matematika kelas XI mengatakan bahwa bahan ajar yang dipakai oleh siswa baru sebatas LKS yang diterbitkan dari MGMP Matematika saja. Sedangkan kendala-kendala yang dihadapi oleh beliau ketika proses pembelajaran di dalam kelas di jurusan kriya keramik kelas XI adalah siswa kurang bisa berkonsentrasi dengan baik dan ketertarikan dan motivasi untuk memperlajari matematika sangatlah rendah. Hal ini dibuktikan kondisi kelas yang ramai dan tidak kondusif ketika pembelajaran matematika sedang berlangsung.
Keterbatasan bahan ajar yang baru sebatas penggunaan LKS saja oleh siswa, sedangkan LKS tersebut juga belum memuat bahan belajar dari lingkungan siswa terutama yang berkaitan dengan jurusan kriya keramik. Hal itu menjadi salah satu penyebab kurangnya ketertarikan dan rendahnya motivasi siswa dalam mempelajari matematika menjadi salah satu faktor nilai ulangan harian siswa jurusan kriya keramik kelas XI kurang dari KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). KKM yang ditetapkan oleh guru sebesar 70. Jadi rata-rata nilai ulangan harian siswa kurang dari 70.
Kurikulum yang ada juga belum memasukan potensi lokal daerah setempat yaitu berupa kerajinan keramik. Hal ini bisa dilihat dari silabus yang diberlakukan di kelas XI jurusan kriya keramik. Seharusnya ada beberapa penyesuaian terhadap mata pelajaran yang dibelajarkan dalam hal ini adalah matematika dimana silabus yang dibuat dikembangkan dengan memasukan potensi lokal ke dalamnya agar tujuan matematika sekolah juga dapat tercapai.
Beberapa faktor di atas yang melatarbelakangi mahasiswa untuk mengangkat tema penelitian skripsi berupa pengembangan modul pembelajaran matematika berbasis kriya keramik. Harapannya dengan adanya pengembangan modul ini bisa menambah referensi dan mempermudah siswa dalam mempelajari matematika. Selain itu pengembangan modul pembelajaran berbasis kriya keramik ini juga bisa menambah ketertarikan dan lebih memotivasi siswa dalam hal mempelajari matematika dan sekaligus pengenalam potensi lokal kepada peserta didik yang seharusnya dilakukan sejak dini. Salah satu jalan untuk mengenalkan potensi lokal sejak dini bisa dilakukan dengan mengembangkan bahan ajar salah satunya modul. Di samping itu juga harapannya dengan mengembangkan modul pembelajaran yang dikaitkan dengan potensi lokal akan membuat anak didik tertarik mempelajari matematika karena lebih dekat dengan kehidupan mereka.
Belajar memang tidak hanya proses untuk memperoleh kepandaian atau ilmu, tapi juga untuk mengubah tingkah laku atau anggapan yang disebabkan oleh pengalaman[17] . Bigg, misalnya mengartikan belajar sebagai tiga fungsi kegiatan, yaitu: 1) kegiatan pengisian kemampuan kognitif dengan realiitas atau fakta, sebanyak-banyaknya (aspek kuantitatif); 2) proses validasi atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atau materi yang dikuasai, berdasarkan hasil prestasi yang dicapai (aspek institusional); dan 3) belajar merupakan proses pengalihan arti dan pemahaman serta cara-cara untuk menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Sehingga, dengan berbekal pengetahuan dan pengalaman tersebut, terjadi pengubahan tingkah laku dan gaya berpikir (aspek kualitatif)[18].
Belajar tanpa mengesampingkan potensi yang ada di sekelilingnya, bahkan sekaligus dimanfaatkan guna membantu dalam proses pencapaian tujuan pembelajaran. Bahan ajar khususnya modul setidaknya juga bersifat integratif dengan tujuan agar memudahkan siswa dalam memahami matematika dan mencapai indikator pembelajaran yang sesuai SK dan KD. Oleh sebab itu, adanya integrasi antara matematika dan salah satu unsur potensi lokal, yaitu berupa kriya keramik dari segi aplikasinya, sehingga siswa bisa merasakan secara langsung kemanfaatan matematika dalam kehidupan nyata terutama di jurusan yang siswa ambil yaitu kriya keramik.

B.  Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan berikut:
1.    Pembelajaran matematika yang dianggap sulit oleh sebagian siswa.
2.    Kurangnya daya tarik siswa dalam mempelajari matematika.
3.    Kurangnya bahan ajar sebagai sumber referensi belajar bagi siswa

C.  Batasan Masalah
Mengingat banyaknya masalah yang dapat diidentifikasi maka penelitian ini difokuskan pada upaya:
1.      Pengembangan modul pembelajaran matematika berbasis kerajinan keramik untuk siswa SMK N 1 Rota Bayat, Klaten Jurusan Kriya Keramik

D.  Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :
1.      Bagaimana mengembangkan modul pembelajaran matematika yang layak untuk memfasilitasi berpikir kreatif siswa SMK N 1 Rota Bayat, Klaten  Jurusan Kriya Keramik?
E.  Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah:
1.      Menghasilkan modul pembelajaran matematika berbasis kerajinan keramik untuk memfasilitasi berpikir kreatif siswa SMK N 1 Rota Bayat, Klaten  Jurusan Kriya Keramik
2.       Mengetahui kualitas modul yang dihasilkan.

F.   Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.    Bagi peneliti, sebagai suatu pengalaman berharga sebagai seorang calon guru profesional yang selanjutnya dapat dijadikan masukan untuk mengembangkan modul  pembelajaran.
2.    Bagi peneliti lain, agar menjadi motivasi untuk mengadakan penelitian  yang lebih mendalam tentang pengembangan modul pembelajaran.
3.    Bagi siswa, sebagai pengalaman baru dalam pembelajaran matematika menggunakan modul pembelajaran sehingga dapat menumbuhkan ketertarikan dan motivasi dalam pembelajaran.
4.    Bagi guru, sebagai masukan untuk lebih inovatif dan kreatif dalam menyajikan pembelajaran, sehingga dapat membuat pembelajaran matematika menjadi pembelajaran yang menyenangkan.
5.    Bagi institusi pendidikan, dapat dijadikan sebagai khazanah  bahan ajar matematika, khususnya modul matematika.
6.    Bagi dunia pendidikan secara umum, sebagai referensi bagi perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan.

G. Spesifikasi Produk yang Diharapkan
Spesifikasi produk yang diharapkan dalam penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut ;
1.    Modul matematika ini dibuat untuk memuat materi pokok Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pokok Bahasan Program Linear untuk siswa tingkat SMK kelas XI.
2.    Modul matematika yang dibuat berbasis kerajinan keramik ini mengintegrasikan matematika dengan jurusan kriya keramik dari segi pengaplikasiannya, sehingga memudahkan penalaran siswa karena langsung berkaitan dengan permasalahan di kehidupan nyata yang mereka hadapi dalam ranah jurusan yang diambil yaitu jurusan kriya keramik. Lebih jelasnya lagi yaitu dengan mengembangkan dan memodifikasi indikator dari dua Kompetensi Dasar yang ada pada Standar Kompetensi :   Menyelesaikan masalah program linier
Dua Kompetensi Dasar itu adalah:
1)      Menentukan model matematika dari soal ceritera (kalimat verbal)
2)      Menentukan nilai optimum dari sistem pertidaksamaan linier.

3.    Modul matematika ini memenuhi aspek kriteria kualitas media pembelajaran
Modul yang disusun harus berkarakteristik utuh, lengkap dan membelajarkan. Maka dari itu harus ada aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam penyusunan modul. Aspek-aspek tersebut diantaranya :
No
Aspek
Indikator
1
Kecermatan isi
a.    Kejelasan gambar, sketsa, maupun ilustrasi
b.   Ruang untuk jawaban siswa
c.    Kesesuaian antara indikator dan materi
2
Kesesuaian pengalaman belajar
a.    Materi dijelaskan dikaitkan dengan kerajinan keramik
b.   Tugas pada kegiatan belajar berkaitan dengan kerajinan keramik
c.    Contoh soal pada materi berkaitan dengan kerajinan keramik
d.   Evaluasi pada akhir pembelajaran berkaitan dengan kerajinan keramik
e.    Sistematika penyusunan kegiatan belajar
f.    Sistematika pembahasan materi
3
Ketepatan cakupan
a.    Contoh situasi, tugas, dan evaluasi berkaitan dengan kerajinan keramik
b.   Kesesuaian pengembangan materi program linear dengan kerajinan keramik
c.    Kualitas situasi/masalah pada contoh, tugas dan evaluasi
4
Kemutakhiran
a.    Penggunaan modul untuk belajar matematika dalam kelas
b.   Penggunaan modul matematika untuk belajar sendiri di rumah
c.    Modul sebagai sumber belajar matematika
5
Ketercernaan
a.    Kesesuaian pemilihan ilustrasi, sketsa, dan gambar pada modul
b.   Pemberian balikan pada tugas
c.    Pemberian balikan pada evaluasi
6
Penggunaan bahasa
a.    Kejelasan kalimat dalam penjelasan, contoh situasi, tugas maupun evaluasi
b.   Penggunaan bahasa baku
c.    Penggunaan kalimat yang jelas dan tepat
7
Ilustrasi
a.    Pengaturan tata letak (layout) antara penjelasan, ilustrasi, gambar, dan animasi tambahan
8
Perwajahan
a.    Kesesuaian desain cover/sampul
b.   Kesesuaian spasi paragraf
c.    Pemilihan font untuk membedakan pembagian struktur modul (pendahuluan, kegiatan belajar, dan evaluasi)
d.   Penekanan untuk petunjuk khusus (pemberian tampilan yang berbeda untuk petunjuk tertentu)
e.    Jarak antar kalimat untuk pemahaman siswa
f.    Tampilan/desain penyusunan modul
.
H.  Definisi Istilah
1.    Penelitian Pengembangan adalah Metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut.[19]
2.    Modul adalah merupakan suatu paket belajar mengajar berkenaan dengan satu unit bahan pelajaran.
3.    Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada tingkat satuan pendidikan SMA/MA/SMK.
4.    Keramik atau tembikar tergolong peninggalan budaya tradisional yang sangat tua.
5.    Berpikir kreatif adalah sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan memerhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga.

I.     Tinjauan Pustaka
1.    Penelitian yang dilakukan oleh Slamet Hw dan Nining Setyaningsih dengan judul “Pengembangan Materi dan Model Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Media dan Berkonteks Lokal Surakarta dalam Menunjang KTSP”
2.    Penelitian yang dilakukan oleh Aga Komara dengan judul “Pengaruh Perkembangan Desain terhadap Proses Produksi Kerajinan Keramik Hias Plered, Purwakarta, Jawa Barat”

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya antara lain sebagai berikut:
Tabel 1: Perbedaan Penelitian
No.
Perbedaan
Penelitian
Nama Peneliti
Slamet Hw dan Nining Setyaningsih
Aga Komara
Karina Pramitasari
1.
Tujuan Penelitian
Mengembangkan materi dan model pembelajaran matematika realistik berbasis media dan berkonteks lokal Surakarta dalam menunjang KTSP
Mengidentifikasi dan mendeskripsikan pengaruh perkembangan desain terhadap proses produksi kerajinan keramik hias dari pengolahan tanah, teknik pembuatan, pembakaran, finishing sampai bentuk dan fungsi di Plered Purwakarta
Menghasilkan modul pembelajaran matematika berbasis kerajinan keramik untuk memfasilitasi berpikir kreatif siswa SMK N 1 Rota Bayat, Klaten  Jurusan Kriya Keramik
 Mengetahui kualitas modul yang dihasilkan.
2.
Subyek Penelitian
49 anak terbagi dalam dua kelas, kelas IA sebanyak 24 siswa dan kelas IB sebanyak
25 siswa di SD N Gentan-1, Desa Gentan, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo
Pimpinan dinas perindustrian Plered Purwakarta, pimpinan UPT Plered Purwakarta, pendesain keramik, pimpinan perusahaan, pengrajin keramik
Siswa kelas XI SMK N 1 Rota, Bayat, Klaten yang terdiri atas 25 siswa
3.
Metode Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Kualitatif
Research and Development (R & D)
4.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ditinjau dari model pembelajaran matematika
realistik (PMR) berbasis media dan berkonteks lokal Surakarta
Desain ternyata berpengaruh terhadap proses pembakaran barang kerajinan keramik, bentuk maupun fungsi, finishing menuntut keanekaragaman teknik yang semakin meningkat dan pengolahan tanah kerajinan keramik
Hasil penelitian ditinjau dari kualitas alat peraga yang dihasilkan

H.  Landasan Teori
1.    Pembelajaran Matematika
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya (life long education). Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan dan dimana saja terlepas dari ada yang mengajar atau tidak. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik).[20]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembelajaran berasal dari kata belajar yang artinya berusaha mempeoleh kepandaian atau ilmu; atau berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Sedangkan pembelajaran adalah proses atau cara menjadikan seseorang belajar.
Kata “matematika” berasal dari kata mathema dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar” juga mathematikos  yang diartikan “suka belajar”. Dalam bahasa Latin disebut manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”. Dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde artinya “ilmu pasti”. Di Indonesia, matematika pernah disebut ilmu pasti.[21]
Istilah “matematika” lebih tepat digunakan daripada “ilmu pasti”. Karena dengan menguasai matematika orang akan dapat belajar untuk mengatur jalan pemikirannya dan sekaligus belajar menambah kepandaiannya. Dengan kata lain belajar matematika sama halnya dengan belajar logika, karena kedudukan matematika dalam ilmu pengetahuan adalah sebagai ilmu dasar atau ilmu alat. Sehingga, untuk dapat berkecimpung di dunia sains, teknologi, atau disiplin ilmu lainnya, langkah awal yang harus ditempuh adalah menguasai alat atau ilmu dasarnya, yakni menguasai matematika secara benar.[22]
Berdasarkan etimologis, perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Sebenarnya belum ada kesepakatan para ahli tentang pengertian tunggal yang tepat untuk matematika. James and James mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.[23]
Dari pengertian di atas, pembelajaran matematika adalah proses kerjasama antara guru dan peserta didik yang diciptakan secara sadar dan sengaja untuk mencapai tujuan pembelajaran melalui kegiatan penalaran.
Definisi matematika  tersebut di atas, bisa dijadikan landasan awal untuk belajar dan mengajar dalam proses pembelajaran matematika. Diharapkan, proses pembelajaran matematika juga dapat berlangsung secara manusiawi. Sehingga, matematika tidak dianggap lagi sebagai momok bagi siswa.[24]
Teori Gagne mengklasifikasikan objek-objek matematika menjadi dua macam, yaitu objek langsung (direct object) dan objek tidak langsung (indirect object). Objek langsung matematika meliputi fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip.
a.    Fakta matematika adalah konvensi-konvensi dalam matematika yang dimaksudkan untuk memperlancar pembicaraan di dalam matematika. Fakta-fakta matematika merupakan sesuatu yang harus diterima, misalnya lambang bilangan lima adalah “5”, juga lambang operasi-operasi dalam matematika adalah “+, -, x, ÷”.
b.    Keterampilan matematika adalah operasi-operasi dan prosedur dalam matematika, yang masing-masing adalah suatu proses untuk mencari suatu hasil tertentu. Contoh keterampilan dalam matematika adalah proses mencari invers suatu fungsi.
c.    Konsep matematika adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengklasifikasikan apakah suatu objek tertentu merupakan suatu contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Lingkaran, segitiga, persamaan, bilangan bulat merupakan konsep matematika.
d.   Prinsip matematika adalah suatu pernyataan yang bernilai benar, yang memuat dua konsep atau lebih dan menyatakan hubungan antara konsep-konsep tersebut. Contoh prinsip matematika, pada setiap segitiga siku-siku, kuadrat panjang sisi miring sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi siku-siku.
Objek tak langsung matematika meliputi kemampuan berfikir logis, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berfikir analitis, sikap positif terhadap matematika, ketelitian, ketekunan dan kedisiplinan.
Guru harus memahami karakteristik matematika agar dalam penyampaian materi dapat dengan mudah diterima dan dipahami oleh siswa.             Matematika memiliki karakteristik:
1) Memiliki objek kajian abstrak;
2) Bertumpu pada kesepakatan;
3) Berpola pikir deduktif;
4) Memiliki simbol yang kosong dari arti;
5) Memperhatikan semesta pembicaraan;
6) Konsisten dalam sistemnya.

2.    Modul Pembelajaran
Seorang pendidik ketika mendidik peserta didiknya memerlukan persiapan yang matang, agar sesuai dengan pencapaian indikator yang telah ditentukan. Sedangkan untuk memenuhi indikator yang ditentukan bukanlah sesuatu hal yang mudah. Diperlukan adanya perencanaan dan persiapan apa saja yang harus dilakukan dan dibutuhkan.
Perencanaan yang dilakukan salah satunya adalah mempersiapkan bahan materi, alat-alat yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, juga sumber yang akan digunakan oleh seorang pendidik ketika proses penyampaian materi.
Ditambah lagi gaya belajar yang dimiliki antara peserta didik yang satu dengan yang lain juga berbeda-beda. Ada peserta ketika memperhatikan penjelasan dari guru langsung paham dan cepat mengerti. Ada juga tipe peserta yang sulit menerima materi yang diajarkan tanpa adanya alat, media atau bahan yang menunjang proses transfer pengetahuan sehingga mereka lebih paham untuk memahaminya.
Salah satu sumber yang dapat dijadikan acuan pembelajaran selain buku-buku referensi yang ditentukan oleh pendidik adalah ketersediaannya modul. Modul sangat berperan penting dalam dunia pendidikan. Karena modul dapat menjadi salah satu poin yang menunjang keberhasilan belajar seorang siswa. Poin keberhasilan yang bisa diraih yaitu mempercepat pemahaman akan suatu materi yang diberikan seorang pendidik kepada peserta didiknya.
Russel menjelaskan secara gamblang tentang modul, yaitu merupakan suatu paket belajar mengajar berkenaan dengan satu unit bahan pelajaran. Modul merupakan suatu unit program pengajaran yang disusun dalam bentuk tertentu untuk keperluan belajar. Menurut istilah asalnya modul adalah alat ukur yang lengkap, merupakan unit yang dapat berfungsi secara mandiri, terpisah, tetapi juga sebagai kesatuan dari keseluruhan unit lainnya[25]
Kenyataannya modul merupakan jenis kesatuan kegiatan belajar yang terencana, dirancang untuk membantu para siswa secara individual dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Modul dapat dipandang sebagai paket program pengajaran yang terdiri dari komponen-komponen yang berisi tujuan belajar, bahan pelajaran, metode belajar, alat atau media serta sumber belajar dan sistem evaluasinya[26]
Modul yang disusun harus berkarakteristik utuh, lengkap dan membelajarkan. Maka dari itu harus ada aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam penyusunan modul. Aspek-aspek tersebut diantaranya :
1.         Kecermatan isi
2.         Kesesuaian pengalaman belajar
3.         Ketepatan cakupan
4.         Kemutakhiran
5.         Ketercernaan
6.         Penggunaan bahasa
7.         Ilustrasi
8.         Perwajahan
Sedangkan modul pembelajaran matematika adalah suatu modul yang khusus digunakan bagi peserta didik pada saat pembelajaran matematika. Modul sangatlah praktis, dapat digunakan dan dipakai dimanapun dan kapanpun. Jadi memudahkan peserta didik untuk mempelajari matematika kapanpun mereka mau. Oleh sebab itu harapannya dengan adanya penelitian pengembangan modul dapat semakin mempermudah proses belajar mengajar dan semakin menambah ketertarikan peserta didik untuk menyukai pelajaran matematika.
Langkah-langkah penyusunan modul :
1.    Menyusun kerangka modul
·         Merumuskan tujuan instruksional umum
·         Merinci tujuan instruksional umum
·         Merinci tujuan instruksional khusus
·         Menyusun butir-butir soal evaluasi untuk mengukur pencapaian tujuan khusus
·         Menyusun pojok-pojok materi dalam urutan yang logis
·         Menyusun langkah-langkah kegiatan belajar guna mencapai semua tujuan
·         Mengidentifikasi alat-alat yang diperlukan dalam kegiatan belajar dengan modul itu
2.    Menulis program secara rinci
·         Pembuatan petunjuk guru
·         Lembar kerja siswa
·         Lembar kegiatan siswa
·         Lembar jawab
·         Lembar tes
·         Lembar jawaban tes
Langkah-langkah penulisan modul matematika berbasis kerajina keramik sebagai berikut:
1.      Perumusan Kompetensi Dasar yang harus dikuasai
2.      Menentukan alat evaluasi, setelah ditentukan Kompetensi Dasar yang akan dicapai sebelum menyusun materi dan lembar kerja atau tugas yang harus dikerjakan oleh siswa
3.      Penyusunan materi, tergantung pada Kompetensi Dasar
4.      Urutan pengajaran (petunjuk penggunaan modul)
5.      Struktur modul

3.    Kerajinan Keramik
Dari Ensiklopedi Indonesia (1989 : 779) arti kerajinan lebih diperjelas dengan produk kerajinan itu sendiri yaitu sejenis bidang kegiatan yang berhubungan dengan seni yang menghasilkan berbagai perabot, barang-barang hiasan dalam artian benda atau barang yang mengandung nilai seni.
Pengertian keramik secara umum dari Ensiklopedi Umum keramik adalah semua benda yang dibuat dari tanah liat yang terutama terdiri dari silikat. Kaolin bahan keramik, terutama dipakai untuk pembuatan bata, pecah belah dan lain sebagainya, tetapi berhubungan kemajuan teknologi, pemakaiannya, makin meluas seperti ke bidang elektronika, teknologi nuklir abrasive, bahan bangunan dan sebagainya (1973 : 105)
Keramik merupakan produk kerajinan tertua yang tercatat dalam peradaban dan kebudayaan manusia. Menurut sejarah, keramik sudah dikenal oleh orang-orang Afrika Timur pada 2,6 juta tahun yang lalu (Jaman Paleolitik). Tetapi perkembangan keramik yang menyebar di hampir sebagian wilayah dunia baru terjadi pada jaman Neolitik atau kira-kira 15 ribu-10 ribu tahun yang lalu. Bukti ini dapat kita saksikan pada penemuan-penemuan benda-benda purbakala yang tertanam di dalam tanah, dimana sesuai penandaaan arkeologis dilakukan memperkuat dugaan itu. Jenis benda yang ditemukan itu adalah benda-benda keramik berupa wadah-wadah: guci, peralatan makan minum, alat sesaji dan lain-lain; disamping penemuan benda-benda yang terbuat dari batu. Orang-orang pada jaman itu telah menguasai sebuah teknologi untuk mengubah seonggok tanah yang rapuh menjadi produk-produk yang dapat digunakan untuk mempermudah kehidupannya.

                                                                               


Gambar 4.1. Peralatan-peralatan dan salah satu gambar gua
pada jaman Paleolitik.(sumber: http://archeologia.ah.edu)

Yang lebih menakjubkan saat ini adalah material keramik merupakan material yang terus dikembangkan dalam dimensi teknologi karena sifat-sifatnya yang khas dan unggul yang tidak dimiliki oleh material lain. Walalupun keramik teknologi berbeda dengan keramik yang dibuat pada jaman dulu, tetapi keduanya merupakan material yang secara prinsip sama dalam hal pembuatannya. Keramik telah bertahan menjadi bahan yang terus-menerus dikembangkan manusia selama ribuan bahkan jutaan tahun. Dengan adanya fakta tersebut maka dapat dikatakan bahwa keramik merupakan suatu penanda peradaban manusia. Tingkat kemajuan manusia dari jaman ke jaman dapat dilihat dari tingkat kemajuan teknologi keramik jaman itu.
Mendengar kata keramik biasanya sebagian masyarakat akan mengartikannya secara terbatas pada barang-barang gerabah seperti periuk, belanga, kendi, dan sebagainya, padahal barang-barang tersebut merupakan produk dari keramik tradisional yang ruang lingkupnya masih sangat terbatas. Tetapi bagi kebanyakan orang, istilah keramik bukan merupakan hal yang asing, baik dari istilah, persepsi visual maupun pemahaman secara keseluruhan. Namun barangkali ada yang sedikit mengalami kebingungan manakala mendengar istilah gerabah, pottery, terracota, tile, greenware, stoneware, porselin, dan sebagainya. Sementara pemanfaatan benda-benda keramik dalam kehidupan sehari-hari sudah semakin luas dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian kiranya perlu adanya suatu tinjauan kembali tentang keramik agar pemahaman kita tidak terjebak pada cakupan yang sempit. Istilah keramik berasal dari bahasa Yunani yaitu keramos yang berarti periuk atau belanga yang dibuat dari tanah liat yang dibakar. Selanjutnya ditegaskan lagi bahwa keramik merupakan barang yang dibuat dari tanah liat dengan melalui proses  pembakaran. Dalam kamus dan ensiklopedi keramik didefinisikan sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti gerabah, genteng, porselin, dan sebagainya. Tetapi saat ini tidak semua keramik berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru mencakup semua bahan bukan logam dan anorganik yang berbentuk padat. Keramik adalah suatu bahan yang sangat berguna, karena sifat-sifat khusus/uniknya yang sangat luas.
Keramik yang merupakan bahan rapuh tapi sangat kuat ini dapat dibuat menyerupai timbal yang berat atau dibuat seringan bahan yang terapung di air. Dari definisi-definisi tersebut maka muncullah 2 penggolongan utama: keramik tradisional (traditional ceramic) dan keramik modern/maju (advance ceramic). Keramik tradisional adalah produk keramik yang berbahan utama tanah liat. Tanah liat atau lempung merupakan salah satu mineral silikat (mineral yang didalamnya mengandung SiO2). Dalam keramik tradisional ini tanah liat berfungsi sebagai bahan pembentuk plastis. Semua benda keramik yang dibuat dari mineral silikat dapat dikategorikan sebagai keramik tradisional misalnya: tungku gerabah, tempayan, dan pottery, tableware, whiteware, barang-barang porselin, patung, benda saniter, semen, dan ubin lain-lain. Dengan kata lain keramik tradisional adalah keramik berbasis silikat. Sedangkan keramik maju/modern tidak dibuat dari bahan tanah liat atau material yang berbasis pada silikat, tetapi dibuat dari paduan senyawaan oksida tertentu dan biasanya dihasilkan material sintetis yang tidak ada di alam. Proses pembuatannya harus dijaga pada kondisi tertentu dan dikontrol sangat ketat. Keramik modern tersebar luas pada berbagai aplikasi misalnya biokeramik, superkonduktor, katalis, refraktori, optik, dan lain-lain. Keramik modern dapat dipandang sebagai kelompok besar advance material, yang dapat dibagi menjadi keramik, logam, polimer, komposit, dan material elektronik.
Keramik, dengan perjalanan waktu terus berkembang menjadi material yang sangat penting hingga masa sekarang ini. Apa yang kita saksikan saat ini sudah luar biasa perkembangannya. Hampir disetiap bagian produk teknologi ditemukan material keramik. Bagian-bagian dari pesawat ruang angkasa milik Amerika serikat terbuat dari keramik, karena keramiklah bahan yang tahan panas ketika pesawat keluar-masuk atmosfer bumi. Atau ketika kita membuka sebuah CPU (Computer Personal Unit), maka akan terlihat sebagian piranti-piranti itu terbuat dari keramik. Hal ini disebabkan karena keramik mempunyai sifat-sifat yang khas yang tidak dimiliki oleh bahan-bahan lain. Dibidang seni pun kita dapat menyaksikan kemajuan keramik yang pesat. Kita dapat menyaksikan benda-benda keramik berglasir yang sangat beragam. Glasir-glasir itu dibuat bukan hanya berdasar pengalaman semata tapi adalah berdasarkan pada ilmu pengetahuan/science.
Indonesia, adalah negara yang sangat kaya akan bahan-bahan baku keramik. Hampir di sebagian besar wilayah Indonesia, material tanah liat dapat dijumpai. Dan hampir diseluruh Indonesia juga ditemui sentra-sentra kerajinan keramik. Produk-produk yang dihasilkan sentra-sentra tersebut sangat beragam mulai batu bata, genting, pot-pot, gerabah tradisional untuk keperluan rumah tangga, keramik untuk bangunan, dan alat makan mimum. Sentra keramik di Indonesia tersebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara. Kita mengenal sentra-sentra seperti Plered, Banjarnegara, Mayong, Kasongan, Malang, Banyumulek, Takalar dan lain-lain. Semua daerah itu menghasilkan keramik yang khas dan unik. Keunikan inilah yang mampu ’dijual’ sebagai suatu komoditi. Selain sentra-sentra keramik rakyat, ada juga beberapa industri keramik besar yang memproduksi keramik whiteware untuk keperluan makan minum, saniter, bangunan dan lain-lain. Ada juga industri yang khusus memproduksi keramik lantai. Pembuatan keramik di pabrik-pabrik besar umumnya berbeda dengan pembuatan keramik di sentra-sentra keramik tradisional, karena sudah menggunakan mesin-mesin (masinal). Sedangkan proses pembuatan keramik disentra-sentra keramik umumnya manual. Tapi justru inilah keunikan yang dapat diunggulkan, karena nilai unik suatu produk handmade pasti lebih tinggi dari produk pabrikan.
Keberadaan industri keramik di Indonesia sangat penting dan menguntungkan. Inilah salah satu industri yang mengolah dan meningkatkan nilai tambah sumberdaya mineral yang melimpah. Nilai perdagangan produk-produk berbahan dasar lempung/tanah liat yang meliputi alat makan minum, ubin, alat laboratorium, alat listrik, dan bahan bangunan mencapai lebih dari 5 triliun (BPS, 2002). Nilai ini mengindikasikan bahwa industri keramik merupakan sektor riil yang mampu menggerakkan ekonomi negara secara signifikan. Demikian juga kerajinan keramik yang tersebar di hampir di seluruh wilayah Indonesia merupakan aset bangsa yang harus terus dikembangkan. Dari segi ekonomi, sentra-sentra kerajinan keramik telah banyak memberdayakan ekonomi rakyat, meningkatkan pendapatan devisa, dan menciptakan lapangan pekerjaan yang menyerap ribuan bahkan jutaan pekerja (sumber daya manusia)

4.        Berpikir Kreatif
Kreativitas berarti kemampuan menghasilkan sesuatu yang baru dan orisinal yang berwujud ide-ide dan alat-alat, serta lebih spesifik lagi, keahlian untuk menemukan sesuatu yang baru (inventiveness)[27]. Menghasilkan atau menemukan sesuatu yang baru di sini benar-benar harus dipahami sebagai “menghasilkan”dan “menemukan”, tidak lebih dan tidak kurang. Jadi, kreativitas itu sebenarnya “sekadar” menemukan dan menghasilkan sesuatu yang sesungguhnya sudah ada, tetapi masih tersembunyi.
Menurut Cameron (1992),”kreativitas adalah ciptaan alami kehidupan....Diri kita sendiri adalah ciptaan. Dan pada gilirannya, kita ditakdirkan untuk meneruskan kreativitas dengan menjadikan diri kita kreatif”.[28] Bagian dari berpikir kreatif, berlawanan dengan berpikir merusak adalah mencari keempatan untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik.[29] Maka dari itu berpikir kreatif adalah sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan memerhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga.
Ciri-ciri kreativitas meliputi ciri aptitude (kemampuan berpikir kreatif) dan nonaptitude. Ciri-ciri aptitude adalah ciri-ciri yang berhubungan dengan kognitif, dengan proses berpikir (kelancaran, kelenturan/fleksibilitas dan orisinalitas), sedangkan ciri-ciri nonaptitude ialah ciri-ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau perasaan.[30] Ciri nonaptitude tidak akan dibahas dalam penelitian ini.
Ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif (aptitude)[31]
a.         Ketrampilan berpikir lancar (Fluency)
Ciri ini ditunjukkan dengan perilaku peserta didik:
1.      Mencetuskan banyak ide, banyak jawaban, banyak penyelesaian masalah, banyak pertanyaan dengan lancar
2.      Membeerikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal;
3.      Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.
b.         Ketrampilan berpikir luwes (Flexibility)
Ciri ini ditunjukkan dengan perilaku siswa:
1.      Menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.
2.      Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda.
3.      Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.
c.         Ketrampilan berpikir orisinal (Originality)
Ciri ini ditunjukkan dengan perilaku siswa:
1.      Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik.
2.      Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri.
3.      Mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.
d.        Ketrampilan memperinci (Elaboration)
Ciri ini ditunjukkan dengan perilaku siswa:
1.      Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk.
2.      Menambah atau memperinci detil-detil dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
Ciri-ciri kepribadian kreatif antara lain dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       Selalu ingin tahu.
b.      Memiliki minat yang luas.
c.       Bertindak spontan
d.      Melihat apa yang orang lain tidak melihat
e.       Percaya diri.
Sedangkan menurut Torrance yang dikutip oleh Utami Munandar, mengemukakan ciri-ciri perilaku kreatif adalah:
a.       Berani dalam keyakinan dan pendirian
b.      Ingin tahu.
c.       Mandiri dalam berpikir dan memberi pertimbangan.
d.      Bersibuk diri dengan kerjanya atau apa yang menarik perhatiannya.
e.       Intuitif.
f.       Ulet.
g.      Tidak bersedia menerima pendapat orang lain begitu saja jika tidak sesuai dengan keyakinannya.[32]
Unsur kreativitas diantaranya kebaruan (yang merupakan bagian kecil saja dari kreativitas tidak dapat diciptakan oleh manusia. Ini semata-mata pertolongan Allah. Unsur kreativitas yang lain, selain kebaruan, yang tidak kalah pentingnya adalah kemanfaatan dan pengembangannya. Walaupun baru, tanpa adanya manfaat dari kebaruan itu (manfaat untuk memecahkan persoalan secara realistis), belum dapat dinyatakan sebagai kreativitas. Demikian juga jika hanya bermanfaat dan tidak dikembangkan lebih lanjut, belum dapat dikatakan sebagai kreativitas[33]
Sedangkan berpikir kreatif dalam matematika merupakan kombinasi berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan intuisi tetapi dalam kesadaran yang memperhatikan fleksibilitas, kefasihan dan kebaruan.[34] Berpikir kreatif dalam matematika mengacu pada pengertian berpikir kreatif secara umum.

5.        Materi Program Linear SMK
Program Linear merupakan bagian dari matematika terapan (operational research) dengan model matematika yang terdiri atas persamaan-persamaan atau pertidaksamaan-pertidaksamaan linear, yang memuat pembuatan program untuk memecahkan berbagai permasalahan sehari-hari.[35]
Permasalahan Program Linear adalah suatu permasalahan untuk menentukan besarnya masing-masing nilai variabel yang mengptimumkan (maksimum atau minimum) nilai fungsi objektif dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ada, yaitu yang dinyatakan dalam bentuk persamaan-persamaan atau pertidaksamaan-pertidaksamaan linear[36]
Suatu permasalahan dikatakan permasalahan program linear, jika memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:
1.      Tujuan (objektif) permasalahan yang akan dicapai harus dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi linear . Fungsi linear ini dikenal sebagai fungsi tujuan (fungsi objektif)
2.      Harus memenuhi alternatif pemecahan yang membuat nilai fungsi tujuan membuat optimum, misalnya: keuntungan yang maksimum, pengeluaran biaya yang minimum, dan sebagainya.
3.      Sumber-sumber yang tersedia dalam jumlah yang terbatas, seperti modal terbatas, bahan mentah terbatas, dan sebagainya. Pembatasan-pembatasan dari sumber yang tersedia harus dinyatakan dalam bentuk pertidaksamaan linear.[37]
Permasalahan Program Linear Maksimisasi
            Fungsi objektif maksimum:
            Pembatasan (syarat-syarat):
            Dicari:  dan
Keterangan:
a.       Ada 2 macam barang yang akan diproduksi, dengan banyaknya masing-masing adalah  dan .
b.       dan  masing-masing menyatakan harga per satuan barang  dan .
c.        dan  adalah banyaknya bahan mentah ke-  yang digunakan untuk memproduksi barang  dan .
d.       adalah jumlah bahan mentah ke-
Permasalahan Program Linear Minimisasi
            Fungsi objektif minimum:
            Pembatasan (syarat-syarat):
            Keterangan:
a.       Ada 2 macam barang yang akan diproduksi, dengan banyaknya masing-masing adalah  dan .
b.       dan  masing-masing menyatakan besarnya ongkos per satuan barang  dan .
c.        dan  adalah banyaknya orang ke-  yang dipekerjakan untuk memproduksi barang  dan .
d.       adalah jumlah biaya ke-  yang dikeluarkan.
Catatan:
Maksimisasi adalah suatu proses memaksimumkan fungsi objektif
Minimisasi adalah suatu proses meminimumkan fungsi objektif
Kedua permasalahan program linear di atas sering disebut model matematika
       Di samping itu, Program Linear merupakan salah satu materi pelajaran yang harus dipelajari siswa dalam mata pelajaran matematika khususnya di kelas XI SMK N 1 Rota Bayat, Klaten. Program linear juga terdapat di Standar Kompetensi yaitu menyelesaikan masalah program linear dengan kode kompetensi D.6. Ada empat Kompetensi Dasar dalam satu Standar Kompetensi, yaitu :
1.             Membuat grafik himpunan penyelesaian sistem pertidaksamaan linier
2.             Menentukan model matematika dari soal ceritera (kalimat verbal)
3.             Menentukan nilai optimum dari sistem pertidaksamaan linier.
4.             Menerapkan garis selidik
Sedangkan materi yang akan diambil dalam pengembangan modul ini berkenaan dengan Kompetensi Dasar ke-dua dan ke-tiga yaitu:
a.         Menentukan model matematika dari soal ceritera (kalimat verbal)
b.         Menentukan nilai optimum dari sistem pertidaksamaan linier.
Indikator pembelajaran ada empat poin :
a.         Soal cerita (kalimat verbal) diterjemahkan ke dalam kalimat matematika
b.         Kalimat matematika ditentukan daerah penyelesaiannya
c.         Menentukan fungsi obyektif
d.        Mencari nilai optimum berdasar fungsi obyektif
Materi pembelajaran yang diperlukan dalam Kompetensi Dasar ini menyangkut tiga hal :
a.         Model matematika
b.         Fungsi obyektif
c.         Nilai optimum

5.        Desain Modul Pembelajaran Matematika Berbasis Kerajinan Keramik
Modul pembelajaran matematika berbasis kerajinan keramik ini memang diorientasikan selayaknya modul pembelajaran pada umumnya. Namun, ciri khas yang membedakannya adalah adanya keterkaitan dengan kearifan lokal.
a.       Format Modul Pembelajaran Matematika Berbasis Kerajinan Keramik
Keterkaitan yang dimaksud di sini adalah hal-hal  tertentu yang menjadi format modul pembelajaran ini bernuansakan kerajinan keramik. Sedangkan format modul yang bisa dikaitkan dengan kerajinan keramik berisikan:
Sebelum Mulai Materi
Saat Pemberian Materi
Setelah Pemberian Materi
1.      Judul
9. Materi Pokok
13. Tes Mandiri
2.      Kata Pengantar
10.    Uraian Materi
1.         Harapan
3.      Daftar Isi
11.      Ringkasan
2.         Glosarium
4.      Latar Belakang
12.      Latihan atau Tugas
3.        Daftar Pustaka
5.      Deskripsi modul

4.        Kunci Jawaban
6.      Indikator


7.      Manfaat


8.      Tujuan pembelajaran



            Selain format modul dikaitkan dengan kerajinan keramik, juga  ada format tambahan seperti halnya rubrik tambahan yang akan menambah nuansa kerajinan keramik di dalam modul ini semakin kental, beberapa rubrik tambahan itu adalah:
1.      Ensiklopedi kerajinan keramik
2.      Kamus kerajinan keramik
b.      Desain Awal (Prototipe)
1)        Desain Layout
Dalam pembuatan modul, diperlukan penentuan desain layout yang menjelaskan struktur penempatan isi modul. Hal ini bertujuan agar modul yang dinginkan lebih menarik, mudah digunakan oleh siswa dan sesuai dengan tujuan yang ada. Di bawah ini akan dijelaskan terkait bagaimana desain layout modul matematika berbasis kerajinan keramik ini:
Tampilan utama                           Judul sub bab, SK, KD dan indikator
                                                    Uraian materi, latihan soal dll
                                             Ilustrasi/ensiklopedi keramik


                                              Kamus keramik


2)        Desain Struktur
a.    Pendahuluan
Pendahuluan dalam modul ini terdiri dari beberapa poin, diantaranya:
Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Latar Belakang
Deskripsi modul
Indikator
Manfaat
Tujuan pembelajaran

b.    Kegiatan Belajar
Kegiatan belajar yang akan dilaksanakan dalam modul ini ada beberapa macam, yaitu: materi, contoh, rangkuman, tugas, feedback, tindak lanjut
c.    Evaluasi/Tes Akhir
Evaluasi atau tes akhir dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana tanggapan siswa ketika belajar menggunakan modul ini.
d.   Tugas akhir
Tugas akhir ini dimaksudkan untuk memberikan semacam pekerjaan rumah agar siswa dapat melanjutkan kegiatan belajarnya di rumah.
3)        Desain Subtansi
Pendahuluan
Materi Pokok
Uraian Materi
Ringkasan

Kegiatan Belajar
Latihan atau Tugas

Evaluasi
Tes Mandiri
Harapan
Glosarium
Daftar Pustaka
Kunci Jawaban

I.       Kerangka Berfikir
Salah satu sumber yang dapat dijadikan acuan pembelajaran selain buku-buku referensi yang ditentukan oleh pendidik adalah ketersediaannya modul. Modul sangat berperan penting dalam dunia pendidikan. Karena modul dapat menjadi salah satu poin yang menunjang keberhasilan belajar seorang siswa. Poin keberhasilan yang bisa diraih yaitu mempercepat pemahaman akan suatu materi yang diberikan seorang pendidik kepada peserta didiknya.
Sedangkan modul pembelajaran matematika adalah suatu modul yang khusus digunakan bagi peserta didik pada saat pembelajaran matematika. Modul sangatlah praktis, dapat digunakan dan dipakai dimanapun dan kapanpun. Jadi memudahkan peserta didik untuk mempelajari matematika kapanpun mereka mau.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 36 ayat 2 menuntut para pengembang KTSP untuk memperhatikan ciri khas kedaerahan, kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. KTSP merupakan suatu bentuk perhatian pemerintah Indonesia terhadap potensi daerah. Perhatian terhadap potensi daerah tersebut tertuang dalam acuan operasional penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengamanatkan  pengembangan kurikulum harus memperhatikan keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan. Daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari.[38]
Keramik merupakan barang yang dibuat dari tanah liat dengan melalui proses  pembakaran. Dalam kamus dan ensiklopedi keramik didefinisikan sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti gerabah, genteng, porselin, dan sebagainya. Jadi, keramik merupakan salah satu hasil seni di suatu daerah, sehingga keramik dapat dijadikan potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan.
Oleh sebab itu dengan keistimewaan modul yang telah diutarakan di atas, harapannya dapat memfasilitasi peserta didik untuk bisa belajar matematika tanpa mengesampingkan potensi dan karakeristik lingkungan khususnya potensi kerajinan keramik. Maka, modul matematika yang dikembangkan ini berbasis kerajinan keramik dengan meengambil salah satu materi matematika SMK kelas XI yaitu program linear.

J.    Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Penelitian pengembangan bukan untuk menguji teori.[39]
Penelitian ini bertujuan (1) membuat modul pembelajaran matematika berbasis kerajinan keramik pada mata pelajaran program linear siswa kelas XII SMK jurusan Keramik, (2) mengetahui kualitas modul pembelajaran matematika berbasis kerajinan keramik pada mata pelajaran program linear siswa kelas XII SMK jurusan Keramik.
Pendekatan dan jenis pengembangan penelitian ini menggunakan model prosedural, yaitu model pengembangan dengan menggunakan tahapan-tahapan untuk menghasilkan suatu produk. Ada tiga tahapan yang dilalui (1) tahap studi pendahuluan, (2) tahap studi pengembangan, (3) tahap evaluasi. Subyek penelitian yaitu siswa kelas XII SMK jurusan keramik.

K. Prosedur Pengembangan
Prosedur pengembangan merupakan penjelasan dari model pengembangan yang telah ditetapkan. Langkah-langkah yang ditempuh dalam prosedur pengembangan digambarkan sebagai berikut:
1)       Tahap studi pendahuluan, melakukan penelitian pendahuluan
·         Studi pustaka
·         Merencanakan jenis media pembelajaran yang akan digunakan
2)      Tahap studi pengembangan
·         Menentukan SK, KD, indikator dan materi
·         Analisis materi
·         Menyusun media pembelajaran
·         Menyusun instrumen penilaian
·         Membuat instrumen penelitian
3)      Tahap validasi
·         Uji pengembangan terbatas
·         Uji kelompok kecil
·         Uji lapangan
·         Desain final

L.  Validasi dan Uji Coba Produk
1.    Validasi
       Validasi merupakan proses permintaan persetujuan atau pengesahan terhadap alat peraga untuk dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Validasi yang dilakukan adalah validasi modul dan validasi materi. Validasi modul dilakukan oleh ahli media untuk melihat sejauh mana keberadaan modul yang dikembangkan dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Sedangkan validasi materi dilakukan oleh ahli materi yang bertujuan untuk mengetahui dan menilai modul yang dikembangkan dari segi materi, untuk mengetahui kebenaran konsep, ketersediaan materi yang sesuai dengan standar kompetensi yang dipilih, dan lain sebagainya. Masukan dan persetujuan dari validator dapat digunakan dalam proses revisi untuk penyempurnaan modul pembelajaran interaktif yang dikembangkan.
2.     Uji Coba
Uji coba dilakukan untuk mendapatkan data yang digunakan sebagai dasar untuk merevisi produk. Tujuan dari uji coba adalah untuk mengetahui kelayakan dari media pembelajaran yang dikembangkan. Adapun tahapan uji coba produk yang dilakukan digambarkan sebagai berikut:
1)   Uji Coba Terbatas
2)   Analisis Uji Coba Terbatas
3)   Revisi
4)   Uji Coba Lapangan
5)   Analisis Uji Coba Lapangan
6)   Revisi Akhir
7)   Produk Akhir
3.    Subyek Uji Coba
Responden adalah peserta didik kelas XI pada SMK N 1 Rota Bayat, Klaten jurusan Kriya Keramik yang terdiri dua kelas diambil sepuluh anak
 4.Waktu Uji Coba
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret 2012.



[1] Moch. Masykur Ag dan Abdul Halim Fathani. Mathematical Intelligence.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media.(Cet kedua.2009.hal.41)
[2] Moch. Masykur Ag dan Abdul Halim Fathani. Mathematical Intelligence. hal.41-42)
[3] Dra. Lisnawaty Simanjuntak dkk. Metode Mengajar Matematika. jakarta: PT. Rineka Cipta. 1993.hal .2)
[4] Dra. Lisnawaty Simanjuntak dkk. Metode Mengajar Matematika. hal. 53-57
[5] Dra. Lisnawaty Simanjuntak dkk. Metode Mengajar Matematika. hal.57-58
[6] Ibid,hal.58-59
[7] Andi Prastowo. Pnduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta. Diva Press. 2012.hal.17
[8] Moch. Masykur Ag dan Abdul Halim Fathani. Mathematical Intelligence. hal.17
[9] Ibid hal.34-35
[10] Ibrahim, M.Pd dan Suparni, M.Pd. Strategi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta:POKJA UIN. 2008. Hal. 20.
[11] Prof. Dr. Syamsul Bachri Thalib, M.Si. Psikologi Pendidikan berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP. 2010.hal. 68
[12] BSNP,2006
[13] Ibid
[14] Prof. Dr. Thalib, Syamsul Bachri, M.Si..Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP .2010.Hal. 73
[15] Muslich, Masnur. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara. 2007.hal.62
[16] Ibid
[17] KBBI,1989:13
[18] Moch. Masykur Ag dan  Abdul Halim Fathani. Mathematical Intelligence. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA. 2009.hal. 32
[19] Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidika Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.Bandung: Alfabeta.hal.407
[20] Winarno, Patrawy, Yasid, dkk. Teknik Evaluasi Multimedia Pembelajaran. hlm. 1.
[21] Sumaryanta. Matematika Apa dan Bagaimana (Hand Out). (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008).
[22] Moch. Masykur Ag dan Abdul Halim Fathani. Mathematical Intelligence. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA GROUP. 2009.Hal.43
[23]  Eman Suherman. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: JICA-UPI, 2001). hlm. 16
[24] Ibid.hal. 44
[25] Rivai, Ahmad dan Sudjana, Nana. 1989. Teknologi Pengajaran.  Bandung: SINAR BARU
[26] Ibid
[27] Wahyudin. A to Z Anak Kreatif. Jakarta: Gema Insani. 2007. Hal.3
[28] Elaine B. Johnson, PH.D. Contextual Teaching And Learning. Bandung: Mizan Media Utama. 2007. Hal. 213
[29] Ibid. Hal 214
[30] Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah Penuntun Bagi Guru dan Orang Tua, (Jakarta:PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia, 1992), cet Ke-3, hlm. 88
[31] Ibid.hal.88
[32] Utami Munandar, Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi ......, hal. 55
[33] Wahyudin. A to Z Anak Kreatif. Jakarta: Gema Insani. 2007. Hal. 6
[34] Tatag Yuli Eka Siswono. Seminar Konferensi Nasional Matematika XIII dan Konggres Himpunan Matematika Indonesia di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang, 24-27 Juli 2006
[35] Sukino. Matematika untuk SMA kelas XII. Jakarta:Erlangga. 2007. Hal. 78
[36] Ibid. Hal. 79
[37] Ibid
[38] Ibid
[39] Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.(Bandung: Alfabeta,2009). hal 407




Tidak ada komentar:

Posting Komentar