Senin, 10 Februari 2014

Di Balik Keceriaannya


Presented by Kareen el- Qalamy

          
          Menjadi seorang pendidik di sebuah lembaga pendidikan tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya. Pendidik – bagi seorang perempuan – memang sudah menjadi kewajibannya. Kewajiban setiap perempuan kelak ketika Allah menitipkan jiwa yang fitrah. Kemudian dididik hingga mencapai dewasa. Tetapi kalau mendidik anak orang lain, tidak ada ikatan darah sama sekali merupakan tantangan luar biasa. Bukan suatu hal yang mudah untuk dijalani.
            Mengapa tidak? Pendidik harus bisa memahami dan masuk ke dunia mereka, dunia anak-anak. Dunia anak-anak yang nampak sangat mengasyikkan, menyenangkan tanpa adanya setitik noda kesedihan. Yang ada hanyalah kegembiraan dan kesenangan tiada henti. Memang dunia anak identik dengan dunia bermain. Jadi jangan heran jika anak-anak tidak mengenal kata lelah untuk terus bermain.
            Nampaknya inilah yang sedang aku nikmati sekarang. Profesi sebagai seorang pendidik. Apalagi anak didikku anak-anak Sekolah Dasar (SD). Minggu-minggu awal memang kuakui melelahkan bahkan menjengkelkan ketika harus berhadapan dengan anak-anak. Akan tetapi seakan-akan semuanya itu sirna ketika aku mulai memahami psikologi anak-anak.  Yang awalnya aku sangat sulit mengkondisikan mereka untuk tenang saat belajar di kelas, sulit mengatur mereka agar mau tenang saat sholat, sedikit demi sedikit dapat kuatasi. Ditambah lagi kalau ada anak yang nangis dikarenakan bertengkar dengan temannya, terkadang dibuat bingung kira-kira bagaimana mengatasinya.
Maklum masih amatiran, begitulah usahaku untuk menghibur diri. Kuanggap sebagai sarana pembelajaran sebelum aku benar-benar menjadi seorang ibu bagi anak-anakku kelak. Dan sekarang, alhamdulillah menangani anak-anak sudah menjadi hal biasa bagiku. Setiap hari ada-ada saja yang mereka lakukan, entah itu BAB di celana, ngompol, sakit dan berulah macam-macam tidak menjadi masalah bagiku. Dunia anak-anak seakan-akan menjadi hal yang unik bagiku.
Ada sebuah peristiwa yang membuatku terkesan berkaitan dengan dunia anak-anak. Di saat aku mengajar matematika di kelas 2, ada seorang anak putra yang memang terlihat cerdas di mataku. Dia cepat sekali paham dengan apa yang aku jelaskan. Padahal dia tipe anak yang tidak bertahan lama untuk duduk diam di kursinya. Pasti setelah beberapa menit dia mulai jalan-jalan di dalam kelas, terkadang menggoda temannya yang lain sehingga menimbulkan kegaduhan di kelas. Tiba – tiba datang pak satpam menengok dari luar pintu. Lantas aku pun menghampiri beliau, nampaknya ada sesuatu yang ingin disampaikan kepadaku.
Setelah kuhampiri, ternyata ada seorang bapak-bapak, dan aku pun secara spontan berpikiran bahwa bapk-bapak tersebut adalah ayah dari salah seorang siswa di kelas. Setelah kutanya maksud kedatangan beliau, beliau ingin meminta izin untuk menjemput anaknya. Dan anak yang dimaksud adalah anak laki-laki cerdas yang bernama Irsyad. Lantas aku langsung menghampiri Irsyad, memberitahukan bahwa ayahnya datang menjemput.
Ada hal aneh yang kutangkap dari peristiwa itu. Biasanya seorang anak yang dijemput orang tuanya pasti memancarkan raut wajah senang dan ceria. Namun sangat berbeda dengan Irsyad. Dia malah menangis, seakan-akan tidak mau dijemput ayahnya. Sungguh kejadian yang aneh buatku. Walaupun dia tidak mau dijemput, tetap saja ayahnya memaksa membawa Irsyad keluar kelas untuk dijemput pulang. Kejadian itu terus membuatku penasaran, apa yang sebenarnya terjadi.
Rasa penasaranku aku lampiaskan dengan bertanya kepada wali kelas 2 yang kuajar. Tiba-tiba sontak dibuat kaget atas penuturan wali kelas bahwasannya Irsyad dalam posisi keluarga broken home. Orang tuanya dalam tahap perceraian. Ya Allah....Irsyad....seorang anak yang selalu terlihat ceria, ternyata menyimpan permasalahan yang sangat pelik menyangkut kondisi keluarganya.
Semoga tidak terjadi apa-apa dengannya. Mendadak rasa bersalah pun muncul di dalam hatiku. Takut kalau dia dibawa lari ayahnya karena menjadi rebutan antara ayah dan ibunya. Sedangkan selama ini Irsyad tinggal bersama ibunya. Sangat masuk di akal juga kalau ayahnya rela menjemput ke sekolah dan membawanya ke Purworejo karena kangen. Anak-anak, anak-anak, di balik keceriaan mereka terkadang punya arti tersendiri di kehidupan mereka.
            

Minggu, 09 Februari 2014

Kejutan di Awal Tahun



Presented by Kareen el-Qalamy


         Hampir memasuki satu bulan di tahun 2014. Euphoria tahun baru sepertinya masih hangat terasa. Malam tahun baru yang biasanya dirayakan dengan sangat meriah berujung kemubadziran. Anggaran yang tentunya tidak sedikit jumlahnya rela digelontorkan oleh pemerintah demi terselenggaranya kemeriahan malam tahun baru.
            Ketika malam tahun baru terlewati dengan pesta pora dan keesokan harinya memasuki hari pertama tahun baru mulai terasa dampaknya. Sampah berceceran di mana-mana akibat sisa perayaan tahun baru. Tidak hanya itu dampak yang ditimbulkan setelah perayaan malam tahun baru. Pagi hari di hari pertama yang seharusnya diawali dengan penuh semangat terasa malas akibat begadang semalam suntuk. Begadang untuk menanti detik-detik perayaan tahun baru yang biasanya diisi dengan acara hiburan yang sifatnya hedonis.
            Akan lebih bermanfaat jika acara malam tahun baru diisi dengan introspeksi diri, merenungi apa yang telah diperbuat dan dihasilkan selama satu tahun kemarin. Sekaligus membuat planning apa saja yang akan dikerjakan dan diraih selama satu tahun mendatang.
            Apalagi beberapa hari ini dikejutkan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di awal tahun ini. Dibuka dengan peristiwa naiknya harga gas LPG yang membuat hampir seluruh masyarakat yang menggunakan gas LPG menjerit. Selain itu kondisi cuaca di awal tahun yang nampaknya belum bersahabat. Terbukti dengan terjadinya cuaca ekstrem di beberapa negara belahan dunia tidak terkecuali di Indonesia.
            Beberapa diantaranya aktivitas Gunung Sinabung yang ada di Sumatra Utara sejak tahun 2013 sampai sekarang masih terus bergeliat, bahkan beberapa hari ini mengeluarkan semburan api vulkanik yang meluluhlantahkan daerah-daerah sekitarnya. Kemudian disusul banjir yang melanda ibukota. Dimana banjir tersebut memang sudah menjadi rutinitas tahunan setiap musim penghujan. Sampai-sampai pemerintah kota dibuat bingung karena banjir. Segala upaya dilakukan untuk menanggulangi banjir, namun nampaknya belum membuahkan hasil. Banjir Jakarta belum usai, tiba-tiba disusul bencana banjir bandang yang melanda Manado, Sulawesi Utara. Banjir bandang yang melanda Manado hampir menyapu sebagian besar kota Manado.
            Entah apa yang tersirat di balik semua bencana yang terjadi. Sebagai manusia bencana yang terjadi hendaknya menjadi cambukan dari Allah untuk segera kembali mengingat-Nya. Mungkin selama ini kita telah lalai dari mengingat-Nya, ditambah lagi semakin sering bermaksiat dan semakin sedikit beribadah kepada-Nya. Jangan dibilang kesenangan sesaat ketika perayaan tahun baru lantas berubah menjadi kesedihan berkepanjangan karena datangnya bencana. Bersenang-senang dahulu bersusah-susah kemudian. Bagi pemerintah, anggaran tahun baru yang seharusnya bisa dialokasikan untuk korban bencana habis sia-sia. Marilah bersama-sama mengambil ibroh di balik bencana yang terjadi, jangan malah sibuk mencari kambing hitam. Bencana yang terjadi tidak hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga tanggung jawab kita semua untuk selalu memperhatikan firman-Nya. Wallahu’alam