Senin, 31 Desember 2012

Refleksi Akhir Tahun


Presented by Kareen el-Qalamy


Malam tahun baru, enaknya ngapain ya??? Pertanyaan seperti itu pasti muncul di benak kita. Apalagi bagi mereka yang ngakunya masih muda alias remaja (hayo yang merasa masih muda). Kumpul bersama orang-orang yang kita sayangi, tentu menjadi anugerah terindah yang pernah kumiliki(lho kok malah jadi nyanyi?).
            Seperti itulah dunia muda, dunia remaja yang notabene darahnya masih darah muda (emang darah mengenal usia juga ya?) Identik dengan hal-hal yang sifatnya senang-senang dan foya-foya (betul gak sih?) Dan hal-hal yang sifatnya demikian tidak jauh juga dengan hal-hal yang sifatnya kesia-siaan(wah,bisa bahaya nih)
            Namun bagi remaja atau pemuda Islam, tentu punya cara lain untuk menyambut momen akhir tahun. Mereka berani tampil beda tapi tetap syar’i. Tidak mudah terbawa arus tren atau budaya barat yang memang sengaja musuh-musuh Islam hembuskan agar generasi pemuda Islam kehilangan jati diri mereka sebagai muslim. Berusaha untuk menjauhkan pemuda Islam dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
            Memang sekarang ini umat Islam sedang dikepung dan diserang dari segala aspek kehidupan. Diibaratkan seperti seonggok daging di tengah-tengah pemangsa binatang buas yang siap menerkam dari manapun. Langkah yang benar-benar jitu salah satunya yaitu dengan tetap berpegang teguh akan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Menjadikan dua hal ini sebagai landasan dan pedoman hidup.
Biarlah mereka mau berkata apa. Biarlah anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. Bermacam-macam statement mereka lontarkan dengan sengaja agar merusak citra Islam sendiri. Fundamentalis, liberal, teroris, jadul, ketinggalan jaman,gak gaul dll. Terkadang itulah yang membuat ciut nyali pemuda Islam hanya karena mendengar istilah itu. Sehingga mereka sedikit demi sedikit tanpa disadari melepaskan identitas sebagai muslim lantas dengan bangganya menjunjung tinggi nilai kebarat-baratan. Yang jelas-jelas sistem Barat sudah mulai terlihat dampak buruknya bagi kelangsungan hidup umat manusia.
Mumpung masih di penghujung tahun dan akan memasuki hari-hari pertama di tahun 2013. Tidak ada salahnya kita bersama-sama menggunakan momen ini sebagai ajang instrospeksi diri, bermuhasabah, kira-kira apa yang telah kita berikan terhadap Islam. Ingatlah janji Allah, siapapun yang menolong agama Allah, maka Allah akan menolong urusannya. Apakah itu belum cukup menggiurkan?
Selain bermuhasabah, mulai mempersiapkan daftar hal-hal apa sajakah yang mau kita capai. Tentu berlandaskan keikhlasan dan mencari ridho-Nya. Sekaligus niat dalam rangka ibadah kepada-Nya. Dan bermuara kepada kembali tegaknya kalimat Allah di muka bumi ini. Cahaya Islam kembali bersinar seperti dulu kala ketika kejayaan Islam masih digenggaman. Berusaha untuk mewujudkan kembali prestasi yang telah diraih oleh para pendahulu kita. Mari di tahun baru diiringi dengan semangat baru, luruskan niat, kuatkan ukhuwah dalam kebersamaan dan tingkatkan kapabilitas serta kafaah di segala bidang. Dunia merindukan sosok-sosok muslim negarawan, yang hadir dengan membawa obat penawar bagi kondisi bangsa ini khususnya sekaligus dunia ini umumnya.

Jumat, 14 Desember 2012

Tampil Cantik di Mata Allah

Created by Kareen el-Qalamy


Seorang muslimah terasa ada yag kurang jika tidak mengenakan jilbab. Jilbab memang sudah melekat sebagai identitas wajib bagi seorang wanita Islam. Bagi mereka yang sudah sadar betul akan perintah mengenakan hijab ini tentu dengan penuh kesadaran akan memegang teguh perintah tersebut.
            Seperti halnya dengan apa yang kualami berkaitan dengan jilbab. Pengalaman pertamaku saat mengenakan jilbab dimulai saat aku duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VIII. Sebenarnya keinginan berjilbab sudah muncul saat aku kelas VII. Namun keinginan tersebut masih bisa goyah hanya karena dalam satu kelas teman putri yang mengenakan jilbab hanya satu orang. Sehingga aku merasa tidak percaya diri ketika mengenakan jilbab.
            Satu tahun pun berlalu. Ada rasa penyesalan mengapa aku tidak mengenakan jilbab sejak awal masuk sekolah hanya karena rasa kurang percaya diri. Akhirnya untuk membuang rasa penyesalanku, niatan untuk berjilbab pun tumbuh semakin kuat di dalam hatiku. Perubahan besar kulakukan ketika menginjak kelas VIII SMP. Awalnya timbul keraguan apakah orang tua mengizinkan atau tidak. Tetapi ternyata Allah memberi kemudahan melalui perantara orang tua yang mengizinkanku untuk mengenakan jilbab.
            Hidayah mengenakan jilbab Allah berikan kepadaku bukan karena tanpa usaha. Teringat saat Ramadhan ketika aku kelas VI Sekolah Dasar (SD). Aku mengisi kegiatan Ramadhan dengan mengikuti serangkaian agenda yang dilakukan oleh masyarakat di desaku. Mulai dari pengajian, tadarus Al-Qur’an, TPA, buka bersama dan masih banyak lagi. Ketika suatu malam aku mengikuti pengajian, diisi oleh salah seorang ustadz yang memang sudah menimbulkan kesan tersendiri di hati para jamaah masjid.
            Materi yang beliau sampaikan sungguh sarat akan makna berkenaan dengan jilbab. Dan itulah yang membuka hatiku untuk segera mengenakan jilbab. Akhirnya aku bisa merealisasikan di saat aku menginjak kelas VIII SMP. Itupun tidak berjalan mulus, banyak sekali godaan yang mengujiku. Terutama dari keluargaku sendiri. Walaupun orang tua memberikan izin bagiku untuk berjilbab, namun di tengah perjalanan beliau sering mengejekku. Berkomentar dengan gaya berpakaianku.
            Memang gaya berpakaianku apabila dilihat oleh orang yang belum paham akan aturan menutup aurat tentu memandang aneh. Keluar rumah harus memakai kaos kaki, jilbab yang dikenakanpun lebar dan besar, seperti tren berpakaian jadul saja. Namun aku berusaha untuk tetap tegar, berusaha untuk tidak mendengarkaan ejekan atau komentar sinis yang orang lain berikan. Lantas aku mengimbangi dengan semakin memperbaiki sikapku agar mereka tidak tersinggung. Sekaligus ingin membuktikan bahwa seorang muslimah tetap bisa bergerak cekatan ketika bertindak walaupun mereka harus menutup auratnya. Tidak lupa juga mempersembahkan prestasi terbaik sehingga menimbulkan kesan bahwa seorang muslimah juga bisa berprestasi.
            Awalan pertama dianggap lumrah jika memakai jilbab dirasa sangat ribet dan repot. Keluar rumah harus berganti pakaian panjang dan memakai jilbab. Itupun belum ditambah koleksian jilbab dan baju panjang yang masih sedikit. Tentu membutuhkan proses dan modal berupa materi untuk mempersiapkan itu semua.
            Tumpukan baju kotor juga menggunung tinggi dengan cepat. Dulu baju kotor yang dicuci bisa dibilang sedikit, sekarang sekali mencuci walaupun satu atau dua setel baju terlihat banyak. Maklum satu setel baju seorang muslimah itu tidak hanya sepasang pakaian atas dan bawah tetapi masih ada tambahan lain contohnya seperti kaos kaki,dalaman jilbab. Bahkan jilbab yang dipakai tidak hanya satu kalau memakai rangkapan jilbab.
            Namun itu semua akan terasa enjoy ketika kita ikhlas menjalankan apa yang memang sudah menjadi fitrah seorang muslimah yaitu menutup auratnya. Karena apa yang aku rasakan antara sebelum dan setelah memakai jilbab sangatlah berbeda. Serasa hati ini lebih nyaman ketika memakai jilbab. Mengapa tidak? Nyaman dan aman dari segala macam gangguan. Baik itu gangguan dari sesama manusia ataupun dari benda tak hidup.
Gangguan dari segi manusia contohnya aman dari godaan dan rayuan gombal laki-laki. Sering kali ketika di suatu tempat ada saja laki-laki yang usil meenggoda. Entah itu dengan siulan atau memanggil-manggil mencari perhatian. Memakai jilbab bisa meminimalisir akan hal itu. Wanita berjilbab jarang digoda laki-laki nakal daripada wanita yang tidak memakai jilbab. Karena saya pernah mengalami sendiri saat berjalan dengan teman yang tidak memakai jilbab.
Godaan yang berupa benda tak hidup, seorang muslimah aman dari gangguan cuaca yang tidak bersahabat. Karena secara otomatis rambut akan terlindung dari sengatan sinar matahari misalnya. Sekaligus aman dari terpaan debu dan polusi udara yang sering membuat rambut tidak sehat. Dengan memakai jilbab kesehatan pun akan terjaga.
Setelah memakai jilbab aku merasa benteng untuk melakukan maksiat semakin kuat saja. karena dengan memakai jilbab seseorang akan malu jika melakukan perbuatan dosa. Mereka akan berpikir berulang kali, berjilbab kok melakukan perbuatan negatif. Tentu mereka tidak rela mengotori akan kesan positif tentang jilbab.
Kalaupun akhir-akhir ini pelaku kejahatan juga tidak terlepas dari wanita berjilbab. Itu bukan berarti menyalahkan fungsi atau urgensi jilbab. Namun memang pelakunyalah yang belum bisa memaknai akan fungsi jilbab itu. Mereka menganggap jilbab hanya sebatas tren atau mode berpakaian saja. Padahal dengan berjilbab bisa sekaligus memperbaiki perilaku keseharian kita.
Dulu sebelum berjilbab aku sempat ingin berpacaran. Namun setelah memakai jilbab niatan itu kubuang jauh-jauh karena aku tidak mau jilbab yang aku kenakan terkotori. Terkotori perbuatanku yang tidak tahu malu. Jadi jilbab bisa sekaligus menjaga harkat, martabat dan kemuliaan seorang wanita juga.
Sekarang sudah hampir tujuh tahun jilbab menjadi identitas wajibku. Semua perasaan bercampur menjadi satu mengiringi langkahku memakai jilbab. Semuanya bahagia, tidak ada yang menyedihkan buatku. Karena aku memakai jilbab atas dasar kesadaran sendiri tanpa paksaan dari orang lain. Sehingga, aku bisa menjalani semuanya dengan penuh rasa sukacita dan keikhlasan. Walaupun orang lain terlihat memandangiku dengan aneh ketika memakai jilbab tetapi aku tidak ambil pusing. Karena aku ingin tampil cantik dihadapan Allah, tidak hanya sebatas cantik di hadapan makhluknya saja. Karena cantik dihadapan makhluk hanyalah semu. Allahlah tempat bermuara segalanya.
Oleh sebab itu teruntuk muslimah yang sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya untuk berjilbab jangan pernah menyesal dan tetap istiqomah menjaga kemuliaanmu. Sedangkan bagi yang belum tidak ada salahnya mencoba untuk menjadi pribadi yang lebih baik dengancara memakai jilbab. Karena dengan memakai jilbab bisa dijadikan perantara hidayah oleh Allah untuk merubah seseorang menjadi lebih baik.

Kamis, 06 Desember 2012

Tragedi Mendieta



Presented by Kareen el-Qalamy

Dokter yang menangani almarhum Diego Mendieta menjelaskan bahwa selain terserang infeksi virus, pesepakbola asal Paraguay itu juga semakin menderita karena tekanan psikologis.
Ketua tim yang menangangi Mendieta, Prof. Dr. dr. H Ahmad Guntur Hermawan SpPD-KPTI, FINASIM, menceritakan bahwa pasiennya itu masuk ke RS dr. Moewardi, Solo, pada 27 November dalam kondisi yang sudah sangat lemah, setelah sebelumnya dirawat di dua rumah sakit lain dan di rumah kontrakannya. 
Saat itu, kata Guntur, berat badan pasiennya itu sudah turun lebih dari 10 kg jika dibandingkan saat ia masih sehat.
"Dia terinfeksi cytomegalovirus yang telah menyebar ke seluruh bagian tubuh, bahkan hingga ke bagian mata dan otaknya. Karena sudah sampai ke mata dan otak itulah maka dia selalu mengeluh pening. Tapi ketika diberi penawar rasa sakit pun dia tetap merasakan sakit yang amat berat," ujar Guntur kepada wartawan, Selasa (4/12/2012).
Dampak dari infeksi jamur itulah yang membuat pria 32 tahun itu jadi rentan terkena penyakit lainnya, karena daya tahan tubuhnya terus menurun. Dari hasil pemeriksaan dan tes darah, Mendeita juga terserang jamur candidiasis di bagian tenggorokan hingga saluran pencernaan, serta positif menderita demam berdarah.
"Kondisi lain yang semakin memberatkan adalah faktor komunikasi. Bahasa Indonesianya cuma separo-separo, sedangkan Bahasa Inggris dia tidak bisa. Yang menunggui juga ganti-ganti orang karena sepertinya itu teman-teman dan para penggemarnya. Ini juga menjadi kendala tersendiri karena tidak yang mengurusi secara kontinyu," lanjut Guntur.
Faktor psikis juga menjadi persoalan tersendiri pada saat seseorang sakit. Selama dirawat, kata Guntur, Mendieta sering mengeluh karena tidak ditunggui keluarga. Dia merasa kesepian karena kondisi tersebut sehingga semakin memperparah keadannya.
"Saya kira memang wajar kalau orang sakit berat lalu butuh ditemani keluarga. Kebetulan tidak ada satu pun anggota keluarga di sini. Kondisi tekanan psikis tersebut menjadi faktor tersendiri pada pasien sehingga memperparah sakitnya," ujarnya.
Sebelum ke RS dr. Moewardi, Diego juga pernah diopname di RS Islam Surakarta Yarsis dan RS PKU Muhammadiyah. Tapi, dia terpaksa pulang karena tak bisa membayar biaya perawatan.
Diego tak punya uang karena gaji selama empat bulan dan uang muka kontrak yang menjadi haknya dikabarkan belum dibayarkan oleh pihak klub. Beruntung, masih ada beberapa teman yang mau memberikan bantuan           
Untuk membantu biaya pengobatan Diego, Pasoepati, kelompok suporter Persis, sempat melakukan aksi penggalangan dana. Aksi galang dana tersebut dilakukan bersamaan dengan acara nonton bareng timnas Indonesia yang tampil di Piala AFF 2012.
Tapi, belakangan kondisi Diego makin memburuk. Setelah sempat kritis, pemain bernama lengkap Diego Antonio Mendieta Romero itu akhirnya mengembuskan napas terakhir pada Selasa (4/12/2012) dinihari WIB.
Fenomena ini memang sangatlah miris. Secara tidak langsung menggambarkan wajah dunia sepak bola di tanah air. Nasi telah menjadi bubur. Diperlukan adanya evaluasi secara besar-besaran di tubuh PSSI khususnya sebagai icon sepak bola nasional. Hal ini menandakan buruknya sistem manajemen di tubuh PSSI. Menangani gaji pemain saja tidak becus sehingga mengakibatkan salah satu pemain meninggal hanya karena gajinya tidak dibayarkan.
Untuk menangani permasalahan ini diperlukan evaluasi secara besar-besaran di tubuh PSSI agar ke depannya tidak ada lagi pemain yang mengalami nasib yang sama seperti Mendieta. Kalau hal itu tidak segera dilakukan, PSSI sebaiknya ditutup saja karena sudah memperburuk citra sepak bola nasional di mata dunia.
Atau ke depannya tidak usah menyewa pemain asing kalau tidak kuat membayarkan gaji mereka. Habis manis sepah dibuang. Pemain asing rela berpisah dengan keluarga, mencurahkan segala tenaga dan konsentrasi untuk membela tim tanah air mencapai kemenangan. Tetapi apa timbal baliknya? Justru malah sikap negatif yang mereka peroleh, harus rela menahan sakit bahkan biaya kos pun menunggak dikarenakan gaji mereka yang tidak dibayarkan.
Cukup mendayagunakan pemain nasional saja. Karena insiden Mendieta ini, nama baik Indonesia di mata dunia internasional khususnya di dunia sepak bola internasional benar-benar tercoreng. Terus bagaimana memperbaikinya?