Rabu, 22 Juni 2011

Dengarlah Suara Rakyat

Kareen el-Qalamy

Bangsa ini sudah merdeka sejak tahun 1945. Namun, apa yang dimaksud dengan “merdeka”? Apakah kemerdekaan yang telah diraih ini adalah kemerdekaan yang diinginkan dan telah dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia? Atau kemerdekaan ini hanya untuk masyarakat kaum elit saja, yang dengan sekehendak hatinya memperoleh apapun yang mereka mau dengan adanya uang di tangan. Sungguh sangat tidak adil.
Rakyat miskin dengan segala keterbatasannya memenuhi kebutuhan hidup, berjuang menghadapi himpitan kesulitan ekonomi yang semakin mencekik. Mereka berjuang di tengah sempitnya lapangan pekerjaan dan harga kebutuhan pokok yang terus-menerus merangkak naik. Dunia pendidikan yang dikomersialisasikan juga harus dihadapi rakyat kecil.
Mau dibawa kemana bangsa ini jika sebagian besar rakyatnya masih hidup dibawah garis kemiskinan ?
Dengan kondisi tersebut mengakibatkan tidak sedikit dari mereka terpaksa melakukan hal-hal yang istilahnya melanggar hukum. Munculnya kasus-kasus pelanggaran hukum menyebabkan tingkat kriminalitas di Indonesia semakin tinggi. Kalau sudah demikian siapa yang dirugikan? Tentu semua akan menanggung segala resiko yang terjadi.
Melihat keadaan bangsa yang semakin parah ini, apakah masih sempat mencari-cari siapa kambing hitamnya? Sudah seharusnya semua elemen masyarakat instrospeksi diri. Tidak hanya sektor ekonomi saja yang carut marut, tetapi kebobrokan memang sudah melanda di semua segmen kehidupan di negara ini. Lantas, apakah kita hanya berdiam diri sekadar melihat apa-apa yang telah terjadi?
Lihat saja di televisi, tayangan-tayangan yang disajikan hanya sekadar menghibur tidak sekaligus sebagai sarana pendidikan yang mendidik pemirsa setianya. Tidak sedikit pula tayangan yang ada berbau pornografi. Tayangan televisi mengeksploitasi wanita sebagai objek yang dikomersialkan dengan mempertontonkan bentuk tubuh yang seharusnya ditutupi. Dimana tayangan tersebut bisa memancing nafsu kaum laki-laki untuk melakukan hal yang tidak senonoh. Imbasnya yang dirugikan siapa lagi kalau bukan wanita.
Tidak hanya di dunia entertainment saja. Di sektor pemerintahan juga tidak luput dari yang namanya kebobrokan. Lihatlah sikap dan perilaku para anggota dewan yang terhormat. Apakah yang demikian itu dapat dijadikan sebagai keteladanan bagi rakyatnya? Saat masyarakat sangat merindukan karakter pemimpin yang berpihak pada rakyat, mereka sendiri malah asyik mencari-cari kesejahteraan dirinya sendiri. Buktinya mereka giat memperjuangkan aspirasi kenaikan tunjangan anggota dewan, padahal kondisi rakyatnya menyedihkan. Kira-kira hati nurani mereka dikemanakan?
Waktu musim liburan tiba, hanya sedikit masyarakat yang bisa menikmati liburan dengan berkunjung ke tempat atau objek wisata yang ada. Bukan karena tarif yang dikenakan mahal walaupun sebenarnya mahal, tetapi terlebih disebabkan penggunaan kesempatan yang ada. Masyarakat kelas menengah ke bawah, khususnya bagi mereka yang masih duduk di bangku sekolah, menggunakan liburan dengan bekerja membantu orang tuanya untuk menambah penghasilan.
Pemandangan semacam itu banyak terlihat di pingir-pingir jalan, di perempatan atau pertigaan lampu merah. Pasti ada anak-anak kecil yang bergerombol. Ketika lampu merah menyala mereka lantas mendekati para pengguna jalan, berharap agar para pengemudi kendaraan mau berbagi sedikit rezekinya kepada mereka dengan cara mengamen. Bahkan, ada yang langsung to the point meminta uang dengan alasan untuk makan.
Tidak hanya anak kecil yang ada di sana, orang tua jompo juga tidak mau kalah. Dengan berbekal tangan saja, mereka menengadahkan tangan ke setiap pengguna jalan yang berhenti di pinggir jalan. Tidak peduli di segala cuaca. Entah itu di saat hujan yang turun dengan derasnya atau di saat panas terik matahari yang membakar tubuh. Sungguh pemandangan yang sangat miris.
Ironis memang. Sangat berkebalikan 1800 apabila dibandingkan dengan gaya hidup para penguasa negeri ini. Tidak habis pikir sempat-sempatnya para anggota dewan memikirkan kepentingannya sendiri. Apakah mereka sudah lupa bahwasannya terpilihnya mereka menjadi anggota dewan juga berkat suara yang diberikan oleh rakyat? Sungguh tidak tahu terima kasih.
Parahnya lagi, tidak sedikit mereka yang terpilih juga mengobral janji-janji gombal pada saat kampanye. Tidak hanya janji-janji gombal yang mereka lontarkan, namun pembelian suara dengan memberikan sejumlah uang kepada rakyat untuk memilih calon-calon tertentu tampaknya sudah menjadi hal yang lumrah. Bisa dibuktikan, berapa persen anggota dewan yang sudah terpilih lantas menunaikan janji-janji gombalnya saat kampanye dulu? Yang ada, mereka mencari-cari kesempatan bagaimana caranya mengembalikan modal yang telah dikeluarkan, meningkatkan kesejahteraan pribadi. Bukannya mencari-cari kesempatan bagaimana caranya menyejahterakan rakyatnya. Astaghfirullah
Masih hangat dalam benak masyarakat tentang pembangunan gedung MPR/DPR yang menghabiskan tidak sedikit anggaran negara. Daripada untuk membangun gedung MPR/DPR yang faktanya masih bagus dan sepertinya tidak perlu diadakan pembangunan lagi, lebih baik disalurkan untuk membangun dan merenovasi gedung-gedung sekolah. Apalagi gedung-gedung sekolah yang ada di daerah terpencil kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Tidak sedikit siswa yang rela belajar beratapkan langit karena keadaan gedung sekolah mereka yang benar-benar sudah tidak layak pakai.
Tidak ketinggalan juga mengenai hobi para anggota dewan melancong ke luar ngeri dengan alasan menjalankan tugas dinasnya. Padahal, apa yang dilakukan sebenarnya sangat jauh berbeda dengan apa yang disampaikan. Tidak jauh dari sekadar bersenang-senang dengan menggunakan uang negara. Bahkan, ada aparat pemerintah di tengah-tengah situasi masyarakatnya yang tidak menentu malah pergi keluar negeri. Hal yang sangat menjengkelkan. Bukannya mendampingi rakyatnya untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada, tetapi malah kabur ke luar negeri. Apakah dengan mereka meninggalkan permasalahan yang ada lantas permasalahan tersebut dapat terselesaikan dengan sendirinya? Tentu tidak.
Memang sudah saatnya mengadakan perbaikan melihat kondisi bangsa ini. Alangkah lebih baiknya jika perbaikan yang dilakukan dimulai dari sektor pendidikannya. Pendidikan karakter memang harus lebih digalakkan. Karena dengan pendidikan karakter inilah manusia dibina akhlaknya. Agar nantinya tumbuh generasi-generasi yang tidak hanya pandai di bidang ilmu pengetahuan saja namun juga harus disertai dengan akhlak yang sopan dan baik.
Tidak menutup kemungkinan dengan adanya pendidikan karakter ini, praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang selama ini membelit bangsa Indonesia berangsur-angsur menurun kuantitasnya. Dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat segera terealisasi. Karena dana yang terkumpul akan tersalurkan sesuai dengan sasaran yang berhak menerima tanpa adanya kekhawatiran terjadinya praktik KKN.

Kamis, 16 Juni 2011

Indahnya Bersama Rohis

Ketika teringat kenangan indah itu. Serasa ingin mengulang kembali. Sungguh berkesan dan tak akan pernah terlupa. Seperti sebuah keberuntungan buatku. Pengalaman yang sangat langka. Tidak bisa diperoleh kalau hanya aktif di bidang akademik saja. Organisasi, ya organisasi.
Di dalam organisasi aku bisa belajar banyak hal. Organisasi di sini bukan hanya sekadar organisasi, namun lain daripada yang lain. Rohani Islam Siswa, biasa dikenal dengan sebutan Rohis. Organisasi yang bernafaskan ke-Islaman. Dimana di dalamnya tempat berkumpul siswa-siswa yang masih peduli akan perjuangan dakwah ini.
Perkenalanku dengan rohis bermula saat kegiatan MOS (Masa Orientasi Siswa). Ada sebuah sesi yang membahas organisasi apa saja yang ada di SMA tercinta. Salah satunya adalah Rohis. Memang ketertarikan sejak awal ingin mencari organisasi yang bernuansa Islam. Dilihat dari segi kondisi tentu lebih kondusif. Mendukung untuk membentuk karakter siswa yang memiliki kepribadian dan berakhlak mulia.
Apalagi jika ditinjau dari pergaulan anak remaja zaman sekarang. Usia-usia SMA merupakan masa pencarian jati diri remaja. Bagi remaja yang tidak mempunyai prinsip hidup, dengan mudahnya terombang-ambing oleh arus pergaulan yang semakin bobrok saja. Alih-alih berlandaskan kebebasan demokrasi, memperjuangkan HAM. Tetapi apa yang didapat, kebebasan tanpa batas yang tidak memperhatikan norma-norma, peraturan formal dan hukum agama.
Itulah yang membuatku miris, melihat kebanyakan anak muda sekarang. Dengan bangganya mereka mengikuti budaya barat yang perlahan tetapi pasti, akan menjerumuskan pengikutnya ke kubangan dosa. Berawal dari salah dalam menentukan lingkungan pergaulan. Tidak terlepas juga salah dalam memilih teman pergaulan. Tidak sedikit mereka yang awal mula masuk SMA terlihat lugu, alim, pendiam. Setelah menginjak tahun ke-dua berubah 180’.
Rasa syukur tiada terkira selalu terucap. Entah bagaimana jadinya diri ini kalau tidak bersinggungan langsung dengan dunia rohis. Inilah kenikmatan hidayah yang Allah berikan. Untuk membentuk kepribadianku agar lebih islami tentunya. Salah satunya melalui perantara rohis, Allah mencurahkan kasih sayangnya kepadaku. Rohis yang selama ini mewarnai duniaku. Menjadikan diri ini seorang hamba yang ingin selalu dekat dengan Rabbnya.
Rohis seperti sudah menjadi keluarga ke-dua di kehidupanku selain keluarga dalam artian sebenarnya. Bagaimana tidak, terdapat ketenangan, kedamaian dan ketentraman batin di dalamnya. Yang belum tentu bisa diperoleh di organisasi lain. Teman-teman seperjuangan, yang selalu mengajak dalam kebenaran, menasihati dalam kesabaran, mengingatkan dalam kesalahan. Itulah kriteia teman sejati. Dan hal tersebut bisa kuperoleh di rohis.
Nuansa kekeluargaan sangat kental terasa. Walaupun baru beberapa hari masuk menjadi anggota baru. Tetapi mereka memperlakukanku layaknya sebagai adik sendiri. Perhatian dan kepedulian tidak henti-hentinya mereka berikan. Salah satu tradisi yang meelekat di rohis adalah adanya rasa saling mendahulukan teman yang lain selain dirinya sendiri. Tidak adanya sikap individualisme, mementingkan diri sendiri dari pada orang lain.
Mereka yang aktif di dalamnya mau tidak mau harus lihai dalam memenejemen waktu. Mengatur waktu seefektif dan seeefisien mungkin. Karena konsentrasi terpecah, tidak hanya memikirkan sekolah alias belajar secara akademis, tetapi dituntut juga untuk dapat fokus mengatur organisasi.
Namun, walaupun begitu jangan dipandang sebelah mata para aktivis ini. Malahan mereka yang tampil di muka dengan menunjukkan segudang kreativitas dan prestasi adalah kebanyakan dari anak-anak rohis. Di rohis bisa sekaligus mengembangkan bakat terpendam yang tidak bisa disalurkan hanya dengan fokus di kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas saja. Bagi aktivis yang mempunyai kemampuan dalam hal leadership yang bagus maka akan ditantang untuk menjadi ketua. Yang lihai mengatur keuangan, bisa ditempatkan menjadi bendahara. Mereka yang berbakat berbicara di depan umum bisa disalurkan ketika menyampaikan khutbah di khalayak ramai.
Tidak hanya dari segi bakat dan kreativitas saja yang diasah, rohis juga menjadi salah satu media pembentukkan akhlak yang baik. Dengan adanya kegiatan-kegiatan yang diadakan rohis bagi siswa, sekaligus mengontrol sikap dan perilaku agar mencerminkan akhlak islami dan berbudi pekerti yang luhur. Jadi tidak aneh jika anak-anak rohis kebanyakan dikenal siswa yang alim, dan bersifat baik.
Bahkan para aktivis dakwah ini dituntut untuk mengambil keputusan secara tepat dan cepat. Tanggap dan sigap terhadap kondisi yang terjadi sehingga tahu langkah apa yang harus ditempuh. Kritis dan peka dengan lingkungan sekitar. Menjadi hal yang lumrah jika para aktivis ini juga aktif dalam KBM di kelas. Tidak adanya rasa minder untuk tampil di garda depan. Selalu optimis dengan apa yang telah ditargetkan.
Apa-apa yang didapat di rohis merupakan persiapan membentuk kepribadian ideal yang nantinya layak untuk melanjutkan estafet pemerintahan di negeri ini. Tidak hanya pandai dalam hal akademis tetapi juga disertai dengan akhlak yang baik dan kemampuan untuk mengaplikasikan di dalam kehidupan nyata. Generasi penerus seperti inilah yang pantas dan sangat dibutuhkan, menolong bangsa ini untuk keluar dari krisis yang melanda di segala aspek sekian lama.
Teruntuk adik-adik kelasku, dijamin kalian tidak akan rugi jika bergabung di dalam keluarga rohis. Banyak sekali keuntungan yang didapat, tidak hanya keuntungan di dunia saja tetapi keuntungan di akhirat juga bisa kalian borong. Maka dari itu tidak perlu berpikir panjang lebar lagi. Kesempatan yang sangat langka dan sangat berharga. Asal tahu saja, melalui pengalaman-pengalaman mengasyikkan yang kuperoleh saat bergabung di rohis, ingin rasanya terus berada di sana walaupun saya sudah menyelesaikan studi dari SMA.
Sungguh rasa syukur selalu kupanjatkan ketika teringat bahwasannya diri ini pernah bergabung dan memberikan kontribusi di dakwah sekolah melalui rohis. Rasa bangga yang tidak akan pernah hilang selalu membersamaiku melangkah untuk melanjutkan estafet perjuangan dakwah. Walaupun sekarang berada di lngkungan yang berbeda, lingkungan kampus. Sudah tidak berada di lingkungan sekolah lagi. Secara otomatis sarana yang kupilih juga berbeda. Tidak di organisasi rohis namun sifat dan tujuannya sama.
Karena sejak masa studi di SMA telah berakhir, timbul azzam dalam diri untuk bergabung dalam organisasi yang serupa dengan rohis. Dan alhamdulillah sekarang telah kujumpai. Terima kasih rohis, dirimu telah mengajariku banyak hal. Dan bermula dari rohislah, diri ini bisa merasakan indahnya berjuang di jalan dakwah. Istiqomahkanlah kapanpun, dimanapun dan apa yang akan kulakukan. Semuanya kupersembahkan untuk kesuksesan dakwah dalam hal menggapai ridho Allah SWT.

Kareen el-Qalamy

Sabtu, 11 Juni 2011

Ramadhan yang Dinanti

Kareen el-Qalamy

Ramadhan oh Ramadhan…
Kemuliaan yang terpancar, menerangi di setiap sudut kehidupan. Tidak ada yang luput dari pancaran sinarnya. Kedamaian, ketentraman dan ketenangan. Penuh limpahan pahala, curahan keberkahan, luasnya samudra ampunan, dibuka selebar-lebarnya pintu surga dan dikunci serapat-rapatnya pintu neraka.
Sungguh beruntung sekali mereka yang masih diberi kesempatan untuk bertemu. Apa lagi kalau bukan bertemu dengan bulan Ramadhan. Memang, Allah Maha Luas Kasih Sayang-Nya kepada hamba-Nya. Mengkaruniakan bulan suci ini. Tentu bagi bagi mereka, orang-orang yang beriman sangat mendambakan saat-saat pertemuan dengan bulan Ramadhan.
Tidak terasa hampir mendekati.Sangat cepat terasa, tetapi juga sangat lama. Tiba-tiba bulan Ramadhan sebentar lagi menyambangi kita. Namun, kalau dirasa-rasa ternyata masih lama juga. Ingin rasanya diri ini segera bertemu. Bahkan, selalu memohon untuk diberi kesempatan walaupun untuk yang terakhir kalinya. Menggunakan kesempatan yang diberi sebaik mungkin. Meningkatkan kualitas dan kepribadian diri. Meraih ketakwaan.
Disebabkan banyak sekali kenangan manis di dalamnya. Saat-saat indah bersama teman-teman. Berlomba-lomba memperoleh pundi-pundi pahala. Dan yang lebih penting lagi adalah mendapatkan derajat takwa. Amalan-amalan surgawi dengan ringan tanpa adanya berat hati senantiasa dilakukan. Setiap detik, setiap menit, bahkan setiap jam yang berlalu. Tidak pernah alpa untuk terus memperbanyak ibadah
Semuanya terasa sangat ringan. Bahkan, terpenuhinya beberapa targetan, semakin menambah ghirah dakwah ini. Maka, jangan sekali-kali meremehkan dan bahkan menyia-nyiakan kehadiran bulan Ramadhan. Sangatlah merugi bagi mereka-mereka yang di saat itu juga bertemu dengan Ramadhan, tetapi hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja.
Berpuasa, tilawah, tadarus, pengajian dan lain-lain. Serentetan ritual yang wajib ada di bulan Ramadhan semakin menambah semarak. Apalagi melihat semangat pemuda dan remaja di desaku. Berbondong-bondong memperebutkan obralan janji dari-Nya. Janji di sini sangatlah berbeda apabila dibandingkan dengan janji yang terucap oleh lisan makhluknya, manusia. Camkan baik-baik bahwasannya Allah tidak pernah menyalahi janji-Nya. Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk tidak mempercayai-Nya.
Di setiap perjalanan bertemu dengan bulan Ramadhan meninggalkan kesan yang begitu sangat mendalam. Adanya kemauan untuk melaksanakan puasa kumulai ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 4. Rasa bangga menyeruak, apalagi ketika aku dapat melaksanakan puasa full secara satu bulan. Dan satu lagi yang membuatku tak henti-hentinya memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah.
Termasuk besarnya cinta Allah kepadaku, ialah menjadikan Ramadhan sebagai perantara. Perantara akan hidayah yang diberikan-Nya kepadaku. Hidayah berupa panggilan untuk melaksanakan kewajibanku sebagai seorang perempuan muslimah pada umumnya. Ya, perintah untuk mengulurkan kain kudung ke dada alias berjilbab. Pada saat diri ini menginjak usia empat belas tahun. Sungguh suatu kenikmatan hidayah yang sangat luar biasa, sangat berharga bagiku. Tidak mengherankan jika di setiap akhir dari sujud-sujudku selalu kupanjatkan doa. Janganlah Engkau cabut nikmat hidayah itu dari sisiku, ya Rabb
Curahan hidayah tersebut tidak serta-merta berjalan mulus. Pastinya ada halangan dan rintangan yang harus kuhadapi. Empat belas tahun usiaku, duduk di bangku pendidikan SMP kelas dua. Sebenarnya niatan untuk berjilbab sudah ada sejak diri ini akan memasuki SMP kelas satu. Namun, cobaan itu pun datang. Setelah kutahu bahwa hanya dua orang perempuan di kelasku yang memakai jilbab. Serta-merta nyaliku menciut. Sepele memang, tetapi tidak bisa kupungkiri cobaan tersebut sangat berat.
Belum adanya rasa percaya diri yang terbangun dengan kuat, sehingga hal tersebut berhasil untuk mengurungkan niatku itu. Sampailah di saat-saat hidayah itu datang. Bertepatan di bulan Ramadhan. Rupanya Allah bermaksud memberikan hidayah saat bulan Ramadhan agar semakin mudah diriku untuk menerimanya. Dengan serangkaian kegiatan yang diadakan oleh remaja masjid di desaku, tidak pernah absen diriku untuk selalu mengikutinya
Salah satunya adalah pengajian yang diadakan setiap dua hari sekali di malam Ramadhan. Disertai dengan mendatangkan ustadz yang sudah ahli di bidang agama. Sampailah di suatu malam ketika inti pengajiannya itu adalah berkenaan dengan yang namanya jilbab. Hatiku berdesir lembut seiring dengan isi penyampaian dan gaya penyampaian yang sangat memukau. Langsung serta-merta adanya ‘azzam untuk berjilbab muncul kembali dan semakin kuat saja.
Di keesokkan harinya, kusampaikan niatanku itu kepada kedua orang tuaku. Alhamdulillah, Allah kembali mempermudah jalanku. Orang tuaku mendukung apa-apa yang telah menjadi keputusanku asal tidak menyalahi syariat. Berjilbab ‘kan tidak menyalahi syariat, bahkan diwajibkan bagi muslimah ?
Semenjak itu juga perubahan sedikit demi sedikit secara perlahan kulakukan. Mulai dari menyisihkan dan mengganti baju-baju yang sekiranya belum bisa menutup aurat seluruhnya. Mau tidak mau seragam sekolah yang biasanya kupakai sejak awak masuk SMP harus kuganti dengan seragam jilbab. Ibu yang mengantarkanku ke penjahit.
Hari pertama masuk sekolah dengan penampilan yang sungguh sangat berbeda. Memasuki gerbang pintu masuk SMP, menuntun sepeda ontelku menuju tempat parkir. Melewati pintu ruang kelasku. Beberapa orang teman memandangku dengan ekspresi kaget dan tidak percaya. Sorak sorai teman-teman terdengar ketika kaki ini menginjak memasuki ruang kelas. Sungguh seakan-akan bagaikan mimpi. Akhirnya aku bisa mengenakan pakaian takwa yang selama ini kuinginkan.
Dorongan motivasi tidak henti-hentinya mengalir untukku. Terutama dari teman-teman pengajianku. Rasa nyaman dan damai ketika diri ini memutuskan berjilbab. Seakan semakin dekat dengan Sang Pencipta. Ketenangan seperti inilah yang selama ini kudamba. Dan sekarang telah kurasakan. Semoga ketenangan ini bersifat abadi sampai akhir hayatku. Kumemohon janganlah Engkau cabut hidayah itu dariku. Istiqamahkan dan tegarkan diri ini.
Itulah salah satu dari sekian banyak sweet moment yang pernah kualami di bulan Ramadhan. Ucapan rasa syukur, alhamdulillah senantiasa kuhaturkan. Hidayah yang diberikan, belum tentu orang lain bisa merasakannya. Bahkan, rasa syukur itu bertambah ketika melihat perempuan muslim yang belum diberi hidayah untuk berjilbab. Belum bisa merasakan keutamaan dari berjilbab itu
Akhirnya sampai saat ini ketika usiaku menginjak dua puluh tahun, masih dalam balutan jilbab syar’i. Akan selalu kupertahankan sebagai identitasku sebagai seorang muslimah juga sekaligus menjaga kehormatan dan martabatku. Walaupun sudah enam tahun kulalui, namun tidak menjamin sepi dari ujian dan cobaan. Masih ada salah seorang dari pihak keluarga yang belum berkenan jika aku memakai jilbab. Ada saja pernyataan-pernyataan yang dilontarkan mengenai ketidaksukaan ketika diriku memakai jilbab dan selalu membuat hati ini sakit mendengarnya.
Juga ada beberapa permasalahan yang harus kuhadapi karena mengancam kesucian jilbabku. Masalah itu berkenaan dengan menjaga hati dari perbuatan-perbuatan yang tidak pada tempatnya. Apalagi yang ada hubungannya dengan lawan jenis. Hampir saja terjerumus ke perbuatan yang sangat memalukan apabila dilakukan oleh seorang muslimah (pacaran). Alhamdulillah, Allah masih menyayangiku melalui perantara jilbab yang kukenakan ini. Jelas-jelas perbuatan itu bisa menggadaikan identitas, kehormatan, dan harga diri yang selama ini kujaga dan kupertahankan. Ada rasa malu yang sangat teramat dalam kepada jilbabku dan kepada Allah tentunya jika perbuatan tersebut kulakukan.
Terima kasih ya Rabb, Engkau telah memberiku hidayah untuk semakin mendekat kepadamu melalui perantara jilbab ini. Dan hidayah ini Engkau berikan di saat spesial, yaitu bertepatan di bulan Ramadhan. Oh Ramadhan, kehadiranmu sangatlah dan selalu kunanti. Berikanlah kesempatan untukku bertemu dengan Ramadhan walaupun itu Ramadhan terakhir bagiku. Akan kugunakan dan jangan terlewatkan barang sedetik pun untuk meraih derajat takwa di sisimu. Amin…