Senin, 27 April 2015

Tentangmu FLP



Presented by Kareen el-Qalamy




Di saat aku menjalani kehidupan ini monoton saja
Hanya sebatas itu-itu saja yang kulakukan
Lambat laun rasa jenuh menghinggapiku.
Jenuh akan fatamorgana dunia ini
            Ingin rasanyya aku berlari meninggalkan semuanya ini
            Bukan bermaksud untuk lari meninmggalkan amanah suci
            Namun kenapa harus terus seperti ini
            Seakan-akan aku memasuki dunia lain dan aku kesasar di dalamnya.
Ya Rabb....kuatkanlah pundak ini
Untuk mengemban semua amanah-Mu
Sering kali aku mengadukan isi hattiku
Kepada-Mu sang pemilik hati
            Di settiap sujudku air mata ini berlinang
            Kapankah semua ini akan berakhir
            Aku tahu jalan dakwah sangatlah panjang
            Maka kuatkanlah untuk bisa terus menapakinya
Sampai tibalah suatu masa
Masa di mana ada secercah semangat
Semangat untuk terus memperjuangkan dienul Islam ini
Dan aku merasa sangat nyaman menjalaninya
            Saat itulah ketika Engkau mempertemukanku dengan FLP
            Seolah-olah membuat perjuangan ini menjadi lebih berwarna
            Walaupun aku tahu bukannya berkurang amanah ini
            Melainkan malah semakin bertambah.
Akan tetapi entah mengapa aku malah sangat menikmatinya
Seperti menemukan duniaku yang baru.
Berkontribusi secara nyata di dunia kepenulisan.
Walaupun apa yang kulakukan belumlah seberapa
Setidaknya sudah mulai berani untuk mengawali.
            Bersama dengan FLP, menjadi pejuang pena
            Bersama dengan FLP, memberikan pencerahan lewat tulisan
            Bersama dengan FLP, menumbuhkan budaya menulis
            Karena FLP, menggapai takwa dengan tinta.

Anugerah Itu Bernama FLP



Presented by Kareen el-Qalamy





               Mencoba flashback ke tahun 2010 silam. Tahun pertamaku menimba ilmu di salah satu kampus di Yogya. Sangat senang diri ini bisa menginjakkan kaki di Kota Pelajar itu. Kota yang penuh dengan kenangan, baik suka maupun duka. Kota yang penuh dengan perjuangan akan dakwah, cita dan asa. Sekalugus pengalaman pertamaku jauh dari orang tua demi menimba ilmu dan melukiskan senyuman indah di bibir ayah ibu ketika melihat kesuksesanku nanti.
            Pengalaman pertama sebagai anak kos, banyak sekali hal baru yang kutemui. Kos pertamaku bernama kos Fathiyyah. Dimana penghuninya adalah para muslimah yang juga sedang menyelesaikan studinya di kampus yang sama. Aku bisa kos di Fathiyyah karena tawaran dari salah seorang tetanggaku. Fathiyyah yang menawarkan suasana religi, setiap memasuki waktu sholat kami menjalani ibadah dengan berjamaah.
Khusus pada waktu sholat Maghrib, setelah jamaah usai ditunaikan teman-teman belum beranjak pergi dari ruang yang kami jadikan sebagai mushola. Kami kumpul sejenak sampai masuknya waktu sholat Isya’untuk mengadakan kultum. Salah seorang secara bergilir menyampaikan sedikit tausiyahnya kepada teman-teman yang lain.
Lambat-laun keakraban pun terjalin antar penghuni kos. Aku merasa sangat bersyukur bisa berada di lingkungan kos Islami. Karena dunia kos memang rawan, terutama bagi anak perempuan. Sedikit saja salah pergaulan bisa berbahaya. Begitulah yang kurasakan, apalagi setelah aku tahu bahwa kos-kosan muslimah masih sangatlah sedikit.
Di Fathiyyah aku satu kamar dengan mbak-mbak semester atas. Saat itu aku semester satu dan mbak yang sekamar denganku semester lima. Aku memanggilnya mbak Akrim. Mbak Akrim berasal dari Jakarta. Orangnya ramah, baik dan suka akan kerapian. Beliau saat itu sudah mulai mengerjakan skripsi juga. Beliau selalu ada ketika aku membutuhkan. Enak diajak obrol sebagai teman curhat.
Tetangga kamarku bernama mbak Juarni. Aku biasa memanggilnya mbak Ju. Aku sangat terkesan dengan beliau ketika beliau berkata-kata, sangat puitis sekali. Tak jarang mbak Ju selalu memberiku nasihat dan kata-kata motivasi agar aku bisa terus bersemangat. Walaupun aku memanggilnya mbak, tetapi beliau seangkatan denganku, sama-sama semester satu. Aku memanggilnya mbak karena ternyata tahun kelahirannya dua tahun di atasku.
Suatu hari di kamar mbak Ju....
“Mbak Ju....lagi apa? Kayaknya kok asyik banget?,”mbak Ju kulihat tengah asyik di depan Laptop.
“Lagi nulis Mita...,”jawabnya.
“Nulis apa mbak?,”tanyaku penasaran.
“Nulis puisi...,”jari-jarinya sambil menari di atas keyboard.
“Wah...suka nulis ya mbak Ju?,”tanyaku lebih lanjut sambil ikut-ikutan di depan Laptop bersama mbak Ju.
Alhamdulillah Mita, sebagai media curhat, makanya kubuat puisi saja, lebih aman. Kalau curhat ke orang, belum tentu dapat dipercaya,”jelasnya.
“Iya ya mbak, betul juga,”sambil memikirkan apa yang dikatakan mbak Ju.
“Mita suka nulis gak?,”mbak Ju tanya balik.
“Aku belum pernah nulis mbak,”jawabku malu.
“Dicoba aja Mita, nulis apa gitu, sembarang...,”mbak Ju memberiku saran untuk mencoba menulis.”Nanti aku komentari deh.”
“Mbak mau ngomentari tulisanku? Wah...jadi gak PD nih mbak..tulisanku jelek, gak sebagus tulisan mbak Ju,”jawabku minder sekaligus beralasan.
“Gak apa-apa Mita, namanya juga latihan, lama-lama pasti terbiasa,”mbak Ju berusaha membujukku lagi.
“OK deh mbak, akan kucoba,”jawabku sambil melempar senyum kepada mbak Ju.
“Nah...gitu donk..., semangat menulis...,”kulihat kedua bola mata mbak Ju berbinar ketika aku mau menuruti ajakannya untuk berlatih menulis.
            Akupun langsung beranjak keluar dari kamar mbak Ju untuk melanjutkan aktivitasku mencuci baju. Kebetulan hari ini jam kuliahku mulai setelah Dhuhur. Jadi kusempatkan untuk mencuci baju terlebih dahulu sebelum kutinggal kuliah. Sedangkan mbak Ju baru saja pulang dari kampus karena pagi-pagi sekali mbak Ju sudah berangkat dan ada jam kosong di tengah-tengah.
            Alhamdulillah jarak kos dengan kampus lumayan dekat. Cukup dengan berjalan kaki saja tidak memakan waktu sampai 15 menit sudah sampai. Semester satu aku sudah diperbolehkan untuk membawa motor ke Yogya. Ketika ke kampus cukup dengan jalan kaki, motor kutinggal di kos.


                                    @                    @                    @

            Sebagai seorang mahasiswa, aku tidak ingin hanya sebatas kuliah saja menimba ilmu akademik. Ternyata di kampus terdapat banyak sekali UKM dan organisasi eksternal kampus. Selain menimba ilmu akademik, ingin sekali rasanya aku ikut salah satu organisasi eksternal kampus. Aku memilih organisasi eksternal kampus karena aku ingin mengembangkan kemampuan softskill. Mbak Akrim pernah memberiku saran, bahwasannya kelak di dunia kerja tidak hanya kemampuan akademik saja yang dibutuhkan, tetapi juga kemampuan softskill.
            Lantas akupun menjatuhkan pilihan ke salah satu organisasi eksternal kampus bernama KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Walaupun ada kata “Aksi”nya, ternyata KAMMI tidak melulu hanya aksi semata. Alhamdulillah kegiatannya sangat variatif. Beberapa bulan aku bergabung, KAMMI akan menyelenggarakan moment milad. Untuk menyambut milad KAMMI, banyak sekali agenda yang diselenggarakan. Salah satunya yaitu mengadakan lomba kepenulisan. Akupun tertarik untuk mengikutinya.
            Salah satu lomba kepenulisan yang diadakan yaitu lomba menulis cerpen anak. Lantas akupun sangat bersemangat untuk ikut memeriahkan lomba tersebut. Di keheningan malam di saat kebanyakan penghuni kos sudah terlelap di kamarnya masing-masing, aku mencoba untuk mencari inspirasi sambil duduk di depan Laptop. Saat itu pintu kamarku masih terbuka di saat semua kamar sudah tertutup rapat. Agar masih ada sirkulasi udara segar yang masuk dan mengurangi rasa gerah di saat  memerlukan ide untuk kutuangkan ke dalam tulisanku.
“Aku mau nulis apa ya? Cerita anak...,”gumamku di samping mbak Akrim yang sudah tertidur pulas. Tidak mau mengganggu rehat beliau, aku berusaha untuk bersikap tenang.
            Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. setelah  kulihat ternyata....
“Mbak Ju....belum tidur?,”tanyaku heran.
“Belum Mit, aku kebiasaan gak bisa cepat tidur, kadang semalaman gak bisa tidur. Kamu ngapain belum tidur juga?,”tanya beliau sambil melihat ke dalam kamarku.
“He..he...lagi nyari ide buat nulis mbak,”jawabku sambil tersenyum malu.
“Siip-siiip...semangat ya...mbak Akrim sudah tidur ya?,”sambil melihat ke arah mbak Akrim.
“Sudah dari tadi mbak, beliau kan yang paling cepat tidurnya, he..he..,”
“Temanya tentang apa nulisnya?,”tanya beliau lagi.
“Gini mbak, aku mau ikutan lomba nulis cerpen, temanya cerpen anak mbak,”jelasku.
“Wuih...bagus donk...yang ngadain dari mana?,”tanya beliau penasaran.
“Yang ngadain KAMMI mbak, karena menyambut milad KAMMI minggu depan,”jelasku lagi.
“Siip... kalau cerpen anak alurnya dibuat sederhana saja, yang penting mudah dipahami oleh anak-anak. Bahasanya juga dibuat simpel, jangan berbelit-belit,”mbak Ju memberiku saran untuk tulisan yang akan kubuat.
“O....begitu ya mbak...makasih ya mbak Ju,”mataku sampai berbinar mendengar apa yang disampaikan mbak Ju.
“Sama-sama Mita, sukses ya, aku mau ke belakang dulu, biasa mau buat kopi,”sambil berlalu.
“Jangan terlalu sering ngopi lho mbak, gak baik buat kesehatan,”teriakku pelan, karena tidak mau mengganggu yang lain.
“Tenang saja Mita,”sahut mbak Ju terdengar pelan.


                                                @                    @                    @

            H-3 dari deadline lomba kepenulisan cerpen anak. Sudah ada ide, tinggal menuangkan ke bentuk tulisan saja. Bersamaan dengan jadwal UAS, aku harus bisa membagi waktu dengan baik antara menulis dengan belajar. Besok pagi jadwal ujiannya Aljabar Linear, aku harus mempersiapkan sebaik mungkin, gumamku sembari jalan menuju kos dari kampus.
Assalamu’alaykum,”ucapan salamku tidak ada yang menjawab, sepertinya sepi. Kubuka pintu kamar. Ternyata....
“Eh....dik Mit...kenalin, ni mbak Anita, teman mbak,”mbak Akrim sambil memperkenalkan temannya.
“Anita, mbak pinjam kamarnya dulu ya dik..,”sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.
“Mita, o....iya mbak, silakan, ngerjain tugas ya mbak?,”tanyaku sambil membalas uluran tangan mbak Anita.
“Iya nih dik, mbak satu kelompok dengan mbak Anita,”sahut mbak Akrim.
“Dik Mit dah makan belum?,”tanya mbak Akrim.
“Belum mbak, ni baru mau makan, tadi sekalian mampir beli sayur,”jawabku.
“Itu mbak masih ada sayur, dimakan aja dik,”mbak Akrim menawariku.
“Tenang aja mbak, pokoknya semua makanan yang ada di sini pasti habis,he..he..”jawabku sambil ketawa.
            Kebiasaan anak kos, makan pasti beli. Untuk penghuni Fathiyyah menerapkan aturan khusus untuk nasi kita masak sendiri sesuai jadwal. Kebetulan ada magic com, jadi sayurnya tinggal beli sendiri-sendiri sesuai selera dan lenih hemat daripada beli nasi. Aku termasuk orang yang ngirit dalam hal makan. Cukup dengan menu sederhana. Sehari tidak lebih dari lima ribu sudah cukup untuk makan sehari. Di kampus pun aku tidak pernah jajan. Bawa air mineral yang kuambil dari air galon kos sudah cukup bagiku. Di Fathiyyah ada dua galon yang membelinya secara bergilir. Tinggal SMS ke Mas galonnya, nanti langsung diantar.
            Setelah makan, bergegas aku langsung ke ruang mushola untuk beristirahat sejenak merebahkan tubuhku karena terlalu capek. Lebih tepatnya capek pikiran setelah mengerjakan UAS hari pertama. Semoga saja jawabanku tadi benar,”batinku. Lama-lama mata ini pun secara perlahan menutup.
            Allahu akbar, allahu akbar.... Adzan Dhuhur pun berkumandang.
“Dik Mit, bangun yuk...kita jamaah Dhuhur,”panggil mbak Akrim sambil menepuk-nepuk pundakku.
Dengan sekali panggilan, aku langsung terbangun. Memang, tidaklah sulit untuk membangunkanku, cukup dengan sekali panggilan saja.” Iya mbak,”jawabku sambil berdiri untuk langsung mengambil air wudhu.
            Jamaah sholat Dhuhur kita tunaikan. Cukup tiga orang saja, maklum khusus untuk sholat Dhuhur dan Asar teman-teman kebanyakan masih beraktivitas di luar. Setelah selesai...
“Mbak gak ada jadwal ujian?,”tanyaku kepada mbak Akrim.
“Enggak dik, cuma ngumpul tugas kelompok doank. Nanti mbak tinggal sendirian di kos gak apa-apa kan?,” tanya mbak Akrim, seperti mengkhawatirkan adiknya saja.
“Berani donk mbak, siang-siang gini memangnya ada apa sih, he..he.. oya, mbak Anita asli mana?,” sambil melihat ke arahh mbak Anita.
“Asli Bali dik,”jawabnya.
“Wah...saya dah pernah ke Bali lho mbak, saat piknik SMA,”melihat ke arah mbak Anita dengan pandangan kaget.
“Kapan-kapan ke sana lagi dik, terus mampir ke rumah mbak,”ujar mbak Anita lagi sembari melangkah pergi bersama mbak Akrim meninggalkanku di ruang mushola.
            Sambil membereskan barang-barangku yang kubawa di mushola, terdengar ucapan salam. “Dik Mit, berangkat dulu ya, assalamu’alaykum,” suara mbak Akrim karena berangkat ke kampus. “Wa’alaykumussalam,”balasku. Memang sudah menjadi kebiasaan bagi setiap penghuni Fathiyyah untuk selalu mengucapkan salam baik itu keluar dan masuk kos. Selain untuk membiasakan perilaku Islami bagi setiap penghuninya, juga untuk keamanan atau sebagai tanda kalau adda orang yang masuk atau keluar. Karena dulu pernah terjadi kasus pencurian yang dialami oleh penghuni terdahulu.
Mau ngapain ya? Sendirian, gak ada yang diajak ngobrol,”gumamku. Nah...aku punya ide...,”di dalam kamar sambil mengeluarkan laptop yang kutaruh di dalam lemari. Aku jarang sekali membawa laptop ke kampus. Hanya kalau dibutuhkan saja.
            Laptop pun kunyalakan. Aku menulis saja, belajarnya setelah menulisí, pikirku. Aku harus menyelesaikan deadline cerpen anakku secepatnya, biar segera dikumpulkan dan tidak ada tanggungan lain selain belajar. Alhamdulillah sudah dapat tiga halaman. Batasan minimal delapan halaman. Akhirnya aku melanjutkan menulis cerpen anak.
            Baru kali ini aku menulis cerpen anak. Itu pun sebagai awal dari hobiku nanti yaitu menulis. Pernah teringat celoteh salah seorang teman saat SMA. “Mit, kowe nek dikon ngarang mesti dlidir,”seloroh Putri, teman sebangkuku di SMA dulu. Waktu itu kami diberi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk mengarang sebuah cerita. Baru beberapa menit aku sudah mendapatkan lima baris lebih, sedangkan Putri masih bingung mau menulis apa. Saat itu aku belum menyadari bahwasannya aku mempunyai bakat menulis fiksi yang belum pernah tersalurkan.
            Hal tersebut baru kusadari ketika aku mengawali hobi menulisku dengan mengikuti lomba menulis cerpen anak ini. Bahkan aku betah duduk berjam-jam di depan laptop demi menuangkan segala ide yang bermunculan di kepalaku. Seolah-olah ikut larut dalam alur yang kubuat.
Assalamu’alaykum,”suara salam terdengar.
“Wa’alaykumussalam,”sambil menengok ke luar ruangan.
“Kok sepi amat ya?,”suara yang tidak asing lagi di telingaku.
“Eh....mbak Ju, baru pulang mbak? Iya mbak, sepi. Lha wong yang di kos Cuma aku sendiri,”balasku.
“O...Pantes...sedang apa kamu Mit? Kayaknya asyik banget,” tanya mbak Ju penasaran sambil meletakkan tas dan mengambil piring.
“Lagi ngetik mbak,”jawabku enteng.
“Nulis apa?,”tanya mbak Ju penasaran.
“Nulis cerpen yangg buat lomba besok mbak, tinggal dua hari lagi je,”tambahku.
“Wah..sipp...semangat sekali... kalau sudah jadi aku baca ya, sekalian aku komentari,”
“Siap mbak, kalau jelek jangan diketawain ya mbak,he..he..,”pintaku sambil tertawa.
“Tenang...beres pokoknya,”mbak Ju sambil asyik melahap makanan yang baru saja dibelinya.
            Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore. Kurang lebih tiga jam sudah aku duduk di depan laptop sambil jari-jariku menari di atasnya. Akupun mematikan laptop tanpa lupa untuk mnge-save tulisan yang baru saja kubuat. Terkadang aku ingin mengistirahatkan mataku, kasihan kalau terlalu lama di depan laptop. Nanti tinggal belajar untuk persiapan ujian besok. Alhamdulillah kurang tiga halaman lagi. Bergegas aku ke belakang untuk mengambil air wudhu, melaksanakan sholat Asar. Kali ini cukup berdua, bersama mbak Ju.

                                                @                    @                    @


            Tinggal tiga puluh menit lagi, lembar jawaban ini harus aku kumpulkan ke pengawas. Aku mencoba meneliti ulang jawaban dari soal UAS Aljabar Linear Elementer. Dari lima soal, hanya satu soal saja yang aku belum yakin apakah jawabanku sudah benar atau belum. Aku benar-benar lupa bagaimana cara mengerjakannya. Mencoba untuk mengingat kembali belum bisa. Ya Allah...aku pasrah, batinku. Setelah aku ikhtiar belajar dan berdo’a, jalan terakhir yaitu bertawakkal atas apa yang telah kuikhtiarkan.
            Sambil kuperhatikan teman-teman sekelilingku. Masih banyak yang tertunduk di atas meja, ada yang masih asyik mengerjakan, ada yang sekadar memandangi lembar soalnya saja. Walaupun ada pengawas, tetap saja ada yang nekad bertanya ke teman yang lain. Memang godaan setiap pelajar, baik itu siswa dan mahasiswa adalah di saat ujian. Apakah tetap bisa mempertahankan kejujuran mereka atau terbujuk oleh keinginan mendapatkan jawaban secara cuma-cuma. Walau bagaimanapun juga aku tidak akan melakukan kecurangan semacam itu. Aku lebih bangga dengan hasil jerih payahku sendiri.
“Mit...kamu nomor dua gimana caranya?,”tanya salah seorang teman yang duduknya tepat di samping kananku. Walaupun sudah diberi jarak, tetap saja berani tanya.
Sambil menoleh pelan karena tidak mau pengawas melihat gerakku,”Aku gak tau,”sambil geleng-geleng kepala lalu kembali menunduk melihat lembar jawabanku kembali.
            Memang seperti itulah aku. Bukannya pelit, tetapi memang aku tidak mau memberikan jawabanku. Iya kalau jawabanku benar, kalau salah bagaimana bisa menjerumuskan orang lain. Sebagian besar teman-temanku sudah paham kalau aku tidak bisa diajak kerja sama saat ujian, sehingga jarang sekali ada teman yang tanya kepadaku. Aku menginginkan ilmu yang kuperoleh selama ini bernilai berkah tanpa terkotori oleh sedikitpun kecurangan.
            Tidak terasa tinggal lima menit lagi....
“Lima menit lagi, periksa kembali jawaban dan identitasnya,”pengawas memberikan instruksi.
“Yang sudah selesai boleh dikumpulkan,”ujarnya lagi.
            Dengan perasaan pasrah, aku lantas mengemasi peralatan ujian, kumasukkan ke dalam tas. Lalu berdiri dan melangkahkan kaki ke depan meja pengawas untuk mengumpulkan lembar jawaban bersamaan dengan beberapa teman yang sudah selesai. Alhamdulillah...ucapku pelan. Setelah itu aku keluar ruangan dan duduk di kursi luar ruang ujian.
“Gimana Mit tadi ujiannya?,”tanya Nenti, teman akrabku.
“Alhamdulillah...kamu gimana?,”tanyaku balik.
“Alhamdulillah...yang penting bisa keisi semua, soal benar atau enggaknya gak usah dipikirin,”jawab temanku santai.”Habis ini mau kemana?,”tanya dia kemudian.
“Aku pulang ke kos,”jawabku.
“Yuk bareng, kosku kan lewat di depan kosmu, kamu jalan kan?,”dia mengajakku.
“Iya jalan, ayuk...,”aku menerima tawaran dia untuk pulang bareng.
            Kami langsung melangkahkan kaki turun ke lantai satu. Kebetulan ruang ujian kami berada di lantai empat. Sambil bercakap-cakap tidak sengaja pandanganku tertarik dengan papan pengumuman.
“Kita lihat pengumuman dulu yuk...,”ajakku.
“OK,”jawabnya.
            Papan pengumuman itu penuh akan pamflet. Dari pamflet yang tanggalnya sudah lewat sampai pamflet yang baru terpasang. Setelah melihat semua isi pamflet, matakupun tertuju pada sebuah pamflet berwarna biru. Desainnya menarik, pikirku. Ternyata pamflet yang kulihat adalah pamflet Open Recruitment anggota FLP (Forum Lingkar Pena) Yogyakarta.
            Seketika itu juga muncul ketertarikkanku untuk bisa bergabung di dalamnya. Tidak lupa aku mencatat persyaratan yang harus dipenuhi ketika ingin bergabung menjadi anggota. Alasanku ingin bergabung selain ingin mengasah kemampuanku dalam hal menulis, aku juga ingin mempunyai komunitas yang terus menyemangatiku untuk terus menulis.
“Kamu baca apa?,”tanya Nenti.
“Ni lho Nen, ad pendaftaran anggota baru FLP,”jawabku.
“Kamu mau ikut?,”tanya dia lagi
“Iya,”jawabku singkat dengan pandangan masih tertuju pada pamflet itu.
“Ternyata kamu suka menulis juga ya? Boleh donk aku baca tulisanmu,” Nenti penasaran dengan tulisanku.
“Boleh, tulisanku masih jelek lho Nen,”ujarku sambil menatap wajahnya.
“Gak apa-apa lagi,”sambil melangkahkan kaki keluar fakultas, aku pun bergegas membuntutinya.
            Di sepanjang perjalanan pulang, pikiranku melayang masih memikirkan impian menjadi anggota FLP. Padahal saat itu Nenti mengajakku ngobrol. Tidak mengherankan jika aku lebih banyak menjadi pendengar dengan sesekali menanggapi apa yang dia bicarakan. Menyusuri trotoar sepanjang jalan Yogya-Solo yang saat itu semakin terik. Ditambah lagi dengan hiruk pikuk suara kendaraan yang berlalu lalang di sampingnya. Hari ini memang jadwal ujiannya hanya satu mata kuliah. Itu pun di jam kedua. Jadi Dhuhur sudah sampai kos.
“Mampir dulu yuk Nen...,”ajakku ketika aku sudah sampai di depan kos.
“Iya Mita, makasih. Kapan-kapan aja ya, harus belajar lagi untuk ujian besok, Pengantar Analisis Real lho ujiannya besok,”jawabnya sambil
“Ya sudah kalau begitu, met belajar ya Nen...assalamu’alaykum,”sambil menjabat tangannya dan membuka pintu kos.
            Setelah mengucap salam melangkahkan kaki masuk ke dalam kos. Sepertinya sudah pada pulang, tumben ramai, batinku. Di ruang depan memang sudah berjejer mbak-mbak dan teman-teman penghuni Fathiyyah. Mereka barusan selesai makan siang. Sambil mendengarkan mereka asyik ngobrol, aku pun permisi masuk ke kamar untuk beres-beres sepulang dari kampus.
“Baru pulang dik Mit?,”tanya mbak Akrim yang ternyata juga di dalam kamar.
“Iya mbak, baru selesai ujiannya,”jawabku dengan nada memelas.
“Dah makan siang belum? Makan dulu sana,”suruh mbak Akrim.
“Belum mbak, ni baru mau makan. Mbak lagi baca apa?,”tanyaku sambil melihat aktivitas beliau yang sedang asyik dengan sebuah buku di tangan.
“Buku tentang ekonjomi Islam dik,”jawabnya singkat.
            Setelah beres-beres dan selesai makan siang, kos kembali hening. Teman-teman sibuk di kamarnya masing-masiing. Lantas aku kembali masuk ke kamar. Kulihat mbak Akrim tertidur pulas. Mungkin kecapekkan belum istirahat masih dilanjut membaca buku. Secara spontan aku teringat dengan cerpen anak yang belum selesai kutulis. Padahal tbesok sudah harus dikumpulkan. Bergegas aku menyalakan laptop. Tinggal satu halaman lagi.
            Tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan cerpen anak. Alhamdulillah, akhirnya selesai juga ,batinku. Tiba-tiba mbak Ju lewat di depan kamarku. Sekalian saja kupanggil.
“Mbak Ju...,”panggilku.
“Iya Mita, ada apa?,” beliau balik tanya dan langsung berdiri di depan pintu kamarku.
“Mbak bersedia jadi editorku kan mbak?,”aku malah tanya.
“Wah...ya tentu mau, nanti malam saja ya, kamu kopikan dulu k flashdisk,” sambil berlalu.
            Malam harinya tulisan cerpen anak hasil karyaku langsung dibaca oleh mbak Ju. Banyak sekali masukkan berharga yang kuterima. Entah itu dari sudut pandang, alur karakter tokoh anak yang kubuat, kata-kata yang kugunakan dan masih banyak lagi. Setelah selesai dibaca oleh mbak Ju, aku pun langsung merevisi tulisanku kembali sebelum kukirim ke alamat email yang dimaksuud. Keheningan malam memang suasana yang pas untuk menulis. Tenang dan damai, membuat ide-ide bermunculan seperti tidak sabar untuk segera kutuangkan ke dalam bentuk tulisan.
            Revisi sudah selesai. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Semuanya sudah pada tidur sepertinya, tinggal aku sendiri. memang kebiasaanku tidur diurutan terakhir. Aku pun prepare untuk persiapan tidur, gosok gigi dan wudhu tidak pernah ketinggalan. Ngirimnya besok saja, pikirku.

                                                @                    @                    @

            Hari ini jadwal ujianku masih nanti, setelah Dhuhur. Setidaknya tidak terburu-buru untuk berangkat ke kampus pagi-pagi. Wakttu yang ada aku gunakan untuk mengirim file tulisanku. Bismillah...., ini tulisan perdanaku semenjak mulai kuliah, gumamku sambil senyam-senyum sendiri. Untung saja mbak Akrim sudah berangkat ke kampus. Kalau enggak, pasti aku sudah diledekin.
            Setelah mengirim tulisan, lantas aku mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian nanti siang. Tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara ketukan pintu dari luar kamar.
“Tok-tok, tok....Mit....,”diiringi dengan suara panggilan.
Kupikir siapa, lantas kupersilakan masuk,”Masuk saja San,”
“Kamu belum berangkat ta ternyata? Aku mo berangkat nih,”sambil siap-siap.
“Aku masih nanti siang San,”jawabku.
“Eh, kamu suka nulis kan Mit? Ada pendaftaran anggota baru FLP lho, ikut aja,” Santi memberitahuku
“Insha Allah San, kamu mo ikutan juga yuk..,”ajakku sekalian.
“Ah enggak ah Mit, aku gak suka nulis, aku berangkat dulu ya, assalamu’alaykum”ujarnya lantas membuka pintu..
            Sontak aku teringat dengan beberapa persyaratan yang harus kupenuhi ketika aku ingin mendaftar menjadi anggota FLP. Salah satunya diminta untuk membuat dua buah tulisan, satu bersifat fiksi dan satunya non fiksi. Temanya tentang,”Aku, Dakwah dan Kepenulisan.”
            Kulihat juga deadline pengumpulan persyaratan. Ternyata tinggal dua hari lagi. Mendadak konsentrasi belajarku hilang. Aku hanya memikirkan kira-kira aku mau menulis apa. Sampai waktu sudah menunjukkan pukul sebelas. Wah, aku harus persiapan ke kampus nih,”gumamku. Aku memutuskan untuk sholat di fakultas agar tidak terlambat mengikuti ujian.
            Selesai siap-siap, bergegas berangkat  ke kampus. Kos dalam kondisi kosong tidak ada orang karena semuanya pergi. Setiap langkah kaki sambil berpikir terkait judul tulisan yang akan aku ambil untuk memenuhi persyaratan menjadi anggota FLP. Karena terlalu asyik memikirkan judul tulisan, sampai-sampai tidak sadar ada yang memanggilku dari belakang dan tiba-tiba menepuk pundakku. Setelah kutoleh, ternyata Nenti dengan nafas masih tersengal-sengal karena berusaha untuk mengejarku.
“Mita...kupanggil-panggil dari tadi lho,”gerutunya.
“Iya-iya, maaf, habis gak dengar sih,”jawabku sambil tersenyum melihatnya. “Kukira kamu sudah berangkat Nen.”
            Akhirnya kami berjalan bersama menuju kampus. Setelah kulihat jadwal, ruang ujian berasa di lantai satu. Setidaknya bisa lebih menghemat energi. Sesampainya di kampus, sayup-sayup terdengar adzan Dhuhur dari masjid kampus. Aku langsung menuju mushola fakultas, karena sudah wudhu dari kos.
            Selesai sholat, ternyata beberapa teman sudah datang duluan. Mereka sedang asyik duduk-duduk di luar ruangan. Kami belum bisa masuk ruangan karena masih tertutup rapat. Beberapa menit kemudian ujian pun dimulai.

                                                @                    @                    @

            Beberapa hari setelah pengumpulan lomba cerpen anak yang diadakan oleh KAMMI, akhirnya saat-saat yang ditunggu tiba, pengumuman pemenang lomba. Pengumuman diadakan di Balai RK dekat dengan kos Fathiyyah. Tidak kusangka bahwa aku mendapat juara pertama. Alhamdulillah....dengan judul cerpen pertamaku yaitu,”Jilbab Biru Cika.” Bersamaan dengan deadline pengumpulan persyaratan anggota baru FLP, setelah itu aku bergegas menuju Balairung UGM. Di sana bertemu dengan teman-teman baru dari kampus lain.
            Seleksi tahap pertama berupa seleksi administrasi sudah kulalui. Akupun lantas mengikuti seleksi tahap kedua yaitu seleksi wawancara. Saat itu aku menghadap dua orang, mbak dan mas. Secara bergantian mereka memberiku beberapa pertanyaan yang harus kujawab. Alhamdulillah semuanya kujawab tapi entah bagaimana hasilnya. Salah satu pertanyaan yang menohok pikiranku adalah terkait komitmenku misal diterima di FLP. Karena pada saat itu aku memegang banyak amanah organisasi kampus. Aku berusaha meyakinkan bahwasannya aku bisa memegang amanah dengan baik.
            Pengumuman penerimaan anggota FLP akhirnya datang juga. Tidak kusangka aku lolos seleksi dan diterima. Sungguh pengalaman berharga bagiku bisa bergabubg dengan organisasi sehebat FLP. Bisa mengenal penulis-penulis fenomenal negeri ini. Spirit inilah yang kucari-cari, sehingga aku ingin terus istiqomah di dunia kepenulisan.
“Selamat ya Mita, cie...jadi anggota FLP Yogya nih...,”bergantian mbak Ju, mbak Akrim dan Santi memberiku ucapan selamat.
“Terima kasih ya semuanya.....,”balasku sampai terharu.
            Aku merasa sangat bersyukur karena bisa menjadi bagian dari anggota keluarga FLP. Sejak saat itu kemampuan menulisku terus kuasah. Mulai dari menulis fiksi dan nonfiksi. Setiap kali ada event lomba kepenulisan aku tidak mau ketinggalan. Kesempatan menulis di koran juga pernah kucoba. Alhamdulillah beberapa tulisanku tembus di koran. Hal tersebut menjadikanku semakin bersemangat untuk terus berjuang, berkarya dan berdakwah lewat tulisan.
            Ketika semangat menulis menurun, ada FLP yang selalu memotivasiku untuk bersemangat menulis kembali. Bagiku apa gunanya bergabung di FLP kalau tidak terus menulis. Menulis, menulis dan menulis. Melalui FLPlah aku bisa menikmati sisi lain dari duniaku. Menjadikan duniaku lebih berwarna. So, tidak mengherankan jika FLP adalah salah satu anugerah dalam hidupku.  Teruslah berkarya, jadikan FLP sebagai wasilah untuk menggapai tujuan suci yaitu menjadikan Islam kembali berjaya melalui tulisan. Semoga diistiqomahkan di dakwah kepenulisan.