Kamis, 25 November 2010

Semangat yang Tak Pernah Padam

Created by Kareen el-Qalamy

Kisah ini terinspirasi dari perjalanan hidup seorang ikhwah. Ikhwah yang mempunyai semangat juang yang tinggi baik itu untuk kepentingan dunia maupun akhirat. Tidak ada kata menyerah dalam kamus hidupnya. Selalu bersemangat menjalani lika-liku kehidupan yang semakin banyak tantangan menghadang. Dan itu membutuhkan orang-orang tangguh agar tidak tersisih di zaman globalisasi ini.
Ahmad, nama panggilan yang akrab digunakan oleh orang-orang terdekatnya. Tinggal di sebuah desa kecil yang jauh dari keramaian kota Klaten. Rumah yang ditempati bersama keluarganya juga sangat sederhana. Sebagian besar bangunannya masih terdiri dari kayu. Selain ibu, bapak dari Ahmad, masih ada lima orang adiknya, tiga perempuan dan dua laki-laki. Jadi bapak dan ibunya Ahmad mempunyai anak sejumlah enam orang. Sungguh keluarga yang bisa dikatakan besar.
“Sudah sarapan belum Nak?”, sapa ibu.
“Sudah Bu”,sambil memakai sepatu, bergegas berangkat ke sekolah.
“Berangkat dulu Bu, assalamu’alaikum….”,seusai mencium tangan ibu.
“Hati-hati Nak, dah pamitan dengan bapak belum? Nanti bapakmu akan berangkat ke Jakarta lho…”, seloroh ibu.
“Sudah Bu”, dengan cepat kuraih sepeda ontelku yang sudah usang.
Beginilah hari-hari yang kujalani. Maklum seorang pelajar di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Klaten, sudah menjadi rutinitas di pagi hari mengayuh sepeda menyusuri jalanan kota. Jarak tempuh kurang lebih 30 km ini membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk sampai. Jadi pukul enan pagi aku harus bergegas berangkat ke sekolah.
Teknik mesin merupakan jurusan favoritku ketika masih SMP. Kalau ditanya kenapa tidak memilih sekolah di SMA saja, karena aku mempunyai cita-cita untuk segera mencari nafkah selepas lulus sekolah nanti. Agar bisa membantu dan meringankan beban orang tua dalam mencari nafkah, khususnya bapak. Bapak seorang penjual es, yang harus pergi merantau ke luar kota demi kelangsungan hidup keluarga. Pulang ke rumah hanya satu kali dalam setahun. Itu hanya pada waktu hari raya Idul Fitri.
Tet…tet…tet….Bel tanda masuk telah berbunyi. Tepat pada waktunya. Setelah memarkirkan sepeda, langsung masuk kelas. Di dalam teman-teman sudah duduk manis siap menerima pelajaran yang akan disampaikan oleh guru. Menempati tempat duduk di barisan paling depan memang kesukaanku. Agar konsentrasi selalu terpusat dan optimal tentunya.
“Assalamu’alaikum pren….,”sapaku kepada teman satu bangku. Heri namanya.
“Wa’alaikumussalam boss…wah…wah…semangat banget nich…”,sambutannya hangat.
“Ya harus donk…Hidup itu harus penuh semangat, jangan loyo, OK…!!!,”timpalku.
“OK dech…kalau begitu…,”ujarnya sampil mengacungkan kedua jempol tangannya ke arahku.
Aku senang sekali mempunyai teman satu kelas yang baik-baik. Mereka sangat perhatian, apalagi teman satu organisasi rohis di sekolah. Mereka mempunyai semangat dakwah yang tinggi. Walaupun anak-anak rohis berkecimpung di dakwah sekolah tapi dalam bidang akademisnya tidak mau ketinggalan dengan siswa yang nota bene hanya mementingkaan belajar saja alias study oriented. Banyak diantara teman-teman rohis itu menjadi bintang kelas. Menjadi sebuah keistimewaan bagi mereka dibandingkan dengan siswa-siswa pada umumnya.
Kadang, yang menjadi tantangan bagi anak rohis itu tentang manajemen waktu. Dimana mereka harus pandai membagi waktu. Waktu antara belajar dan berorganisasi. Keduanya harus seimbang, jangan sampai berat sebelah. Memang tanpa disadari banyak keuntungan yang bisa didapat melalui organisasi. Karena ilmu yang dibutuhkan tidak hanya didapat di dalam kelas saja. Ada nilai plus yang bisa diraih di organisasi. Kita bisa menyalurkan bakat dan kreatifitas yang dimiliki. Melatih keberanian mental untuk mengemukakan pendapat di muka umum.
Salah seorang guru masuk kelas. Pak Hanung, guru matematika sekaligus guru favoritku. Beliau dibandingkan dengan guru yang lain mempunyai karakter tersendiri saat mendidik peserta didiknya.
“Anak-anak pagi ini kita akan belajar bab selanjutnya, ada yang telah belajar mungkin tadi malam, kira-kira bab apa yang akan kita pelajari pagi ini?”,tanya Pak Hanung mengetes kira-kira dari sekian peserta didiknya ada yang sudah belajar belum.
Aku pun mengacungkan jari,”Saya Pak, bab yang kan kita pelajari berkenaan dengan statistika Pak”.
“Tepat sekali jawabanmu Ahmad,mari segera kita mulai pelajaran kita. Namun terlebih dahulu Bapak akan berbagi pengalaman hidup buat kalian. Dan Bapak yakin apa yang Bapak ceritakan akan sangat berarti buat kalian. Untuk bekal menjalani hidup ini. Kalian juga tahu Bapak sudah berusia lanjut, tentunya sudah banyak makan garam lautan,”ujar Pak Hanung.
Dengan penuh antusias teman-teman memperhatikan apa yang disampaikan oleh pak Hanung. Inilah salah satu ciri khas pak Hanung, guru matematika sekaligus guruku paling favorit. Pak Hanung dengan rela menyisihkan waktunya demi anak didiknya agar bisa menyongsong masa depan lebih baik. Dengan berbagi pengalaman hidup, beliau tidak mau kalau anak didiknya mengalami hal yang sama dengan beliau. Dimana beliau harus berjuang mati-matian untuk meraih kebahagiaan hidup.
Itulah yang selama ini menjadi salah satu motivasi hidupku. Walaupun keadaan perekonomian keluargaku sangatlah pas-pasan, hanya mengandalkan laba hasil penjualan es yang dikirim tiap bulan oleh ayah. Aku tidak boleh takut untuk bermimpi. Aku bercita-cita setelah lulus SMK nanti, aku ingin pergi merantau ke Jakarta. Bekerja di perusahaan Astra Motor, sesuai dengan jurusan yang kuambil sekarang.
Padahal sekarang ini aku sudah kelas XII. Kurang dari satu tahun UAN harus kuhadapi. Segala persiapan sedikit demi sedikit harus segera kulakukan. Entah itu dari segi materi pelajaran yang akan diujikan, segi kesehatan dan satu lagi segi biaya juga tidak ketinggalan. Kalau dari segi materi dan kesehatan insya Allah sudah kupersiapkan dari jauh-jauh hari. Yang membutuhkan persiapan ekstra adalah segi biaya. Selama ini aku berusaha untuk menyisihkan uang saku yang secara rutin tiap bulan dikirimkan oleh ayah. Aku berusaha berhemat pengeluaran. Sebisa mungkin uang yang ada hanya aku gunakan untuk keperluan yang sekiranya bersifat mendesak dan sangat perlu. Jadi harus sangat hati-hati di dalam penggunaan uang.
Jam belajar di sekolahpun usai sudah. Namun masih ada tambahan jam pelajaran untuk persiapan UAN yang sebentar lagi menghadang di depan mata. Mungkin Maghrib baru sampai rumah. Namun ternyata hanya satu jam saja dari jadwal yang biasanya karena guru mata pelajaran yang bersangkutan terburu-buru meninggalkan kelas ada suatu hal yang harus dikerjakan.
“Suasana sore hari yang begitu bersahabat, menyusuri jalan desa. Keasrian masih nampak,”batinku.
Pulang menuju rumah ditemani sepeda buntutku. Sendirian. Tidak seperti hari biasanya, dimana ada dua orang teman yang selalu membersamaiku ketika pulang. Sesampainya di rumah pas waktu adzan Maghrib berkumandang. Segera kuambil air wudhu, lantas bergegas ke masjid. Selain shalat berjamaah ada kegiatan TPA juga.
Walaupun kegiatanku padat namun tetap aku sempatkaan untuk mengajar TPA di desa. Kondisi TPA di desaku sangatlah memprihatinkan. Dan yang biasanya mengajar itu hanya tiga orang, yakni mereka para remaja masjid itu sendiri. Sedangkan anak-anak atau santrinya menyambut baik, bahkan sangat antusias dengan diadakannya TPA. Hal itu bisa dilihat dari jumlah anak yang hadir. Sayangnya hal itu tidak diimbangi dengan jumlah ketersediaan tenaga pengajar baik itu ustadz maupun ustadzah. Oleh sebab itu diri ini rasanya berat sekali ketika meninggalkan TPA barang cuma satu hari saja.
Walaupun UAN semakin dekat, namun kegiatanku tetap padat saja. Tidak ada yang berkurang hanya alasan mau persiapan menghadapi UAN. Setelah pulang dari sekolah habis jam tambahan pelajaran sesampainya di rumah aku masih mengajar TPA. Padahal teman-teman desa yang satu angkatan denganku kebanyakan izin tidak mengajar TPA terlebih dahulu selama ujian berlangsung. Bagiku tidaklah mengapa tetap mengajar TPA asalkan sudah ada persiapan untuk menghadapi ujian. Mau tidak mau harus siap.

Ayam berkokok menyapa, pertanda hari sudah menginjak fajar. Bergegas bangun turun dari tempat tidur segera kuambil air wudhu. Tidak lupa kubangunkan adik-adikku agar mereka terbiasa bangun pagi.
“Dik…dik…!!Ayo bangun….!!!Dah adzan lho…..,”suaraku agak memaksa
“OK Kak….,”jawab adikku yang nomor empat.
“Kakak ni….mengganggu saja, lha wong lagi enak-enaknya tidur….,”gerutu adikku nomor tiga. Memang adikku nomor tiga ini agak ngeyel dibandingkan dengan adikku yang lain. Apa mungkin karena dia anak laki-laki. Biasanya anak laki-laki bersikap suka membantah. Mungkin membutuhkan proses untuk menghilangkan sikapnya itu.
Setelah itu mandi, persiapan ke sekolah dengan agenda menghadapi UAN. Taklupa meminta do’a restu dari orang tua. Namun sayang bapak tidak di rumah, namun masih bisa minta restu lewat HP. Hari pertama jadwalnya adalah matematika.”Tenang Ahmad, insya Allah kamu dah siap menghadapinya,”batinku dalam hati memberikan motivassi agar tidak grogi. Kuusahakan untuk berangkat lebih awal dari hari biasanya.
Sesampainya di sekolah, pemandangan yang tidak seperti biasanya. Sepi. Hanya anak kelas tiga saja yang berlalu lalang. Maklum untuk ujian maka yang kelas satu dan kelas dua disuruh untuk belajar di rumah. Teman-teman pada sibuk memegang buku catatan masing-masing sambil serius membaca-baca tulisan yang ada di dalamnya.”Tet…tet…tet….,”suara bel berbunyi pertanda ujian segera dimulai. Beberapa pengawas sudah nampak menujju ke tiap-tiap ruang kelas.
Masuk ruangan serasa seperti masuk di medan pertempuran. Benar juga, medan pertempuran menghadapi soal-soal yang memerlukan jawaban. Soal dan lembar jawaban sudah dibagikan. Pertama-tama kutulis identitasku terlebih dahulu di lembar jawaban. Do’a, itulah yang selalu aku panjatkan dalam hati, dengan harapan agar UAN dapat kulalui dengan lancar. Kulihat tiap-tiap butir soal, ternyata kebanyakan ssoalnya seperti ini, alhamdulillah tidak terlalu jauh melenceng dari materi-materi yang sudah kupelajari.

Tiga hari ujian telah berlalu. Tinggal menunggu hasilnya keluar.
“Gimana Mad, ujiannya kemarin?,”sapa salah seorang teman yang secara tiba-tiba menepuk pundakku saat kududuk termenung di dalam masjid sekolah.
“Eh…kamu ta Syamsul….,mengagetkanku saja kamu ini…Tentang hasil UAN kita sekarang hanya bisa menyerahkan segala urusan kepada Allah, yang penting sudah berusaha,”jawabku.
Terdengar suara rombongan langkah kaki menuju masjid. Sesampainya suara itu di depan pintu ternyata itu rombongan ikhwan anak rohis.
“Assalamu’alaikum…,”sapa mereka.
“Wa’alaikumussalam…,”jawabku dan Syamsul serempak.
“Ada gerangan apa nih kalian rame-rame, bagus…baguss…Sii..p. Nah seperti inilah seharusnya jundi-jundi Allah yang tidak mengenal kata untuk menyerah, harus senantiasa bersemangat…,”sambil mengaacungkan jempol. Senang rasanyaa haati ini melihat adik-adik rohis yang selalu bersemangat, membuat diri ini ikut-ikutan bersemangat juga.”Alhamdulillah masih ada penerus perjuangan dakwah di sekolah ini, jangan sampai putus regenerasi,”batinku.
“Kak, kita siang ini mau mengadakan rapat untuk membahass perpisahan dengan Kakak-kakak kita ini…,”jawab Ikhsan. Dia adalah ketua rohis yang menjabat tahun ini.
“O…gitu ya…Subhanaallah…kalian ini…baiklah kalau begitu tak tunggu hasil rapatnya ya…Kalau boleh Kakak usul acara perpisahannya nanti dibuat yang semeriah mungkin. He..he…,”candaku.
“Sii..plah Kak kalau itu…,”tanggapan mereka yang meyakinkan. Memang sudah menjadi agenda tahunan anak rohis mengadakan acara perpisahan dengan kakak-kakak kelasnya yang sudah selesai menyelesaikan studinya. Tentu ini akan menjadi kenangan tersendiri. Nuansa yang tidak pernah dijumpai di tempat lain. Nuansa kekuatan ukhuwah yang begitu amat sangat kuat dibalut dengan semangat dakwah yang tidak kenal lelah. Itu semua tidak akan bisa di dapat dimana lagi kalau bukan bergabung dengan rohis SMA. Aku bersyukur sekali bisa mengenal dunia dakwak lewat rohis.

Tidak terasa sudah satu bulan pasca UAN. Detik-detik pengumuman menjelang, hari ini. Disaat kelas satu dan kelas dua sedang menikmati liburan semesteran. Kukayuh sepeda menuju sekolah demi meenerima undangan hasil ujian. Kali ini tidak sendiri. Ada ibu di belakangku. Berboncengan berdua melintasi jalan di pegungungan yang tidak rata, kadang menanjak tidak sedikit pula yang menurun.
“Gimana Nak…?Kira-kira hasilnya. Semoga yang dierikan hasil yang terbaik ya…,”tanya ibu saat masih dalam perjalanan.
“Amin semoga saja Bu,”jawabku disertai dengan suasana hati yang was-was. Ditambah lagi jantung berdegup semakin kencang saja, serasa seperti mau copot.”Ya Allah tenangkan hati ini,”batinku dalam hati.
Ruangan kelas dihadiri oleh orang tua dan wali murid dari tiap-tiap siswa. Pak Sutopo yang selama ini menjadi wali kelasku sudah siap membagikkan sejumlah amplop di tangannya. Tentu itu berisi hasil Ujian yang sedang dinanti. Aku tidak ikut masuk ke dalam ruangan kelas. Hanya bisa mengintip dari balik jendela. Sepertinya lama. Sambil menunggu lantas kulangkahkan kaaki ke masjid sekolah sekaligus menenangkan hati yang sedang bergejolak hebat ini. Segera kuambil wudhu, shalat Dhuha kutunaikan.
Dalam do’a yang kupaanjatkan salah satunya,”Ya Allah…berikanlah hamba hasil yang terbaik. Hamba tidak ingin mengecewakan orang tua yang selama ini bekerja keras membanting tulang demi membiayai anak-anaknya untuk terus sekolah”.
“Ahmad,…,”tiba-tiba ada suaara perempuan yang tidak asing bagiku menyapa dari belakang.
Setelah kutengok,”Ibu….Bagaimana Ibu bisa tahu kalau aku di sini?”.
“Tadi Ibu tanya ke salah seorang temanmu, katanya kamu di masjid,”jawab ibu.
“Bagaimana hasilnya Bu?”, tanyaku penuh selidik.
“Dibuka sendiri ya…,”sambil menyodorkan amplop putih. Kuterima amplop itu dengan tangan bergetar disertai sekujur tubuhku. Setelah kubuka hanya ada satu kataa yang tertera yaitu,”LULUS”. Dengan serta merta wajah ini menyentuh bumi, sujud syukur alhamdulillah terima kasih ya Allah…
Setelah lulus ingin rasanya segera menggapai cita-citaku selanjutnya yaitu keinginan untuk bekerja di PT Astra Motor di Jakarta. Serasa Allah selalu memberiku kemudahan. Suatu ketika ada panggilan dari pihak sekolah bahwa aku diterima di PT. Astra Motor. Selain meluluskan para siswanya SMK juga sekaligus menyalurkan siswanya agar bisa langsung bekerja. Langsung saja tawaran itu aku terima. Minggu depannya berangkat ke Jakarta. Ibu, bapak, dan adik-adikku….Aku selalu merindukan untuk berjumpa dengan kalian…


Itulah sekelumit kisah perjalanan hidup seorang ikhwan yang ternyata aplikasi dari inti sebuah buku yang berjudul,”Let’s Go! Muslim Muda Berani Beda karyanya Fadlan Al-Ikhwani dimana penggambaran seorang muslim muda yang mempunyai spirit yang luar biasa mewujudkan cita-cita ditengah-tengah kenyataan hidup yang sangat bertolak belakang.





Yogya, 25 November 2010
Cha-My




Kisah ini untuk diikutsertakan dalam Lomba Kisah Menggugah Pro-U Media 2010 di http://proumedia.blogspot.com/2010/10/lomba-kisah-pendek-menggugah-pro-u.html

Jumat, 19 November 2010

Harapan yang Terus Dinanti


By Chamy
Gemericik air hujan turun dari langit
Terdengar begitu mengalun merdu
Angin bertiup menyejukkan kalbu

Kalbu yang haus dan gersang
Ibarat tanah tandus dan kering
Mendambakan adanya setitik pencerahan
Pencerahan yang begitu hangatnya
Menerangi apa saja yang ada di sekelilingnya

Apakah semua itu hanya tinggal harapan
Harapan yang tidak akan pernah tercapai
Dikarenakan tangan ini tidak kuasa meraihnya

Oh…..namun sayang
Semangat ini tidak pernah padam
Untuk selalu mengharap belaian kasih sayang-Mu

Senantiasa menanti-nanti dan terus menanti
Sampai jasad ini lemah terkulai tiada daya
Hingga tidak ada lagi kekuatan yang tersisa
Penantian tiada ujung
Yang akan terus berlanjut
Sampai berakhirnya masa

SUDAHKAH KITA TERMASUK MAHASISWA MUSLIM ABAD 21….????

Presented by Kareen el-Qalamy


Masa lalu telah jauh meninggalkan manusia dengan segala peradaban yang ditinggalkannya. Tidak akan pernah kembali. Namun ia adalah sebaik-baik guru. Yang selalu menjadi tempat pijakan untuk bercermin agar masa lalu yang kelam jangan sampai terulang kembali. Sedangkan masa lalu yang indah dan menyenangkan selalu dikenang sepanjang hayat. Tidak akan pernah terlupakan, bahkan diharapkan untuk bisa terulang kembali.
Lain halnya dengan sekarang, masa sekarang dimana dengan masa sekarang manusia bisa melakukan apa saja sesuka hati mereka. Dimulai dari masa sekaranglah kira-kira siapa yang akan mengukir sejarah menggoreskan tinta emas di setiap fase kehidupannya. Yang akan selalu dikenang sampai beberapa generasi berikutnya. Betapa bangganya manusia seperti itu. Manusia yang bisa memberikan manfaat tidak hanya pada dirinya sendiri juga bagi orang lain.
Sedangkan besok atau lusa…..tidak bisa ditebak (Kenapa???) Because tidak tahu apakah masih diberi kesempatan untuk bisa bertemu lagi dengan hari esok atau tidak. Walaupun begitu justru lebih baik jika dapat menyusun schedule, kira-kira apa saja yang akan kita selesaikan, yang akan kita kerjakan di hari esok.
Orang yang mempunyai dedikasi tinggi, apalagi mahasiswa tentu tidak akan melewatkan kesempatan emas ini. Tidak sekedar biasa menyusun schedule tetapi juga menyusun schedule yang luar biasa. Dengan ini akan membawa kea rah yang lebih baik. Hijrah dari sesuatu yang kurang baik menjadi pribadi mahasiswa yang unggul. Tidak hanya unggul di bidang akademik saja tetapi juga unggul dalam hal berorganisasi dan bersosialisasi. Siap apabila langsung diterjunkan ke lapangan terlebih ke aplikasinya.
Begitulah yang diharapkan dari seorang mahasiswa di abad 21 ini. Apalagi yang namanya mahasiswa muslim mau tidak mau harus mempunyai kelebihan tersendiri dibandingkan dengan mahasiswa lain pada umumnya. Sudah tahu, telah merasakan dan mengalami sendiri bagaimana keadaan peradaban manusia di tengah-tengah berkembang pesatnya ilmu pengetaahuan dan teknologi. Sebagai mahasiswa harus menyadari akan hal itu.
Hanya orang-orang yang mempunyai kemauan keras, semangat etos kerja yang tinggi, berkompeten di segala bidang, atau paling tidak berkompeten di bidangnya. Untuk terus berkompetisi di tengah-tengah arus globalisasi yang tidak akan pernah berhenti, selalu menghantui. Di saat-saat seperti ini berlaku hukum seleksi alam. Bagi siapa saja yang tidak bisa bertahan menghadapinya maka akan tersisih bahkan tereliminasi. Menyedihkan bukan…???
So diusahakan menjalani dan menekuni bidang kita masing-masing dengan rasa suka dan senang. Mahasiswa muslim jangan mau kalah….Ahli berdakwah (ilmu dien tentu sudah tidak diragukan lagi, betuk gak…???) juga harus pinter ilmu umum dan ilmu sains….Bagaimana…sudah siap termsuk dalam criteria mahasiswa muslim abad 21???Pokoknya harus siap….!!!
Yogya, 17 Oktober 2010
Di keheningan malam…….sunyi senyap
Cha-My

Mempertanyakan Peran Masjid Kampus

Presented by Kareen el-Qalamy

Tiap-tiap agama pasti mempunyai tempat peribadahan yang sangat di sucikan tentunya. Begitu juga dengan Islam. Tempat dilakukannya salah satu bentuk peribadahan yang sudah dikenal dan sangat diwajibkan untuk ditunaikan oleh setiap umat Islam sendiri. Bahkan walaupun hanya sekali saja ibadah itu ditunaikan di tempat tersebut akan mendapatkan pahala berlipat 27 derajat. Apalagi kalau bukan shalat jamaah di masjid. Sungguh beruntungnya kaum Adam yang sangat dianjurkan untuk melaksanakan shalat jamaah di masjid
Masjid, rumah Allah yang sangat indah, sangat mulia dan selalu bisa memberikan ketentraman hati bagi siapa saja yang masuk di dalamnya. Tidak hanya sebagai tempat peribadahan, masih banyak fungsi dan peran masjid di lingkungan suatu masyarakat khususnya. Terutama untuk menciptakan kondisi masyarakat yang Islami tidak akan pernah terlepas dari yang namanya masjid. Tempat menggantungkan segala harapan dan keridhoan kepada Allah SWT. Tempat dimana hati hamba-hamba yang sholeh terpaut menjadi satu untuk memohon ampunan dari segala salah, dosa dan khilaf.
Sungguh betapa luar biasanya bangunan yang dinamakan masjid ini. Perkembangan dan kejayaan Islam yang bisa dilihat dan dirasakan sampai sekarang ini tidak terlepas dari sumbangsih masjid itu sendiri. Rasulullah saja pada saat hijrah dan sesampainya di Madinah, bukannya memikirkan untuk membangun pasar sebagai pusat perekonomian misalnya, namun beliau lebih memprioritaskan untuk membangun masjid. Dimana berawal dari masjidlah terbentuk pasukan jihad yang amat besar dan tangguh dan di sinilah assabiqunal awwalun dari kaum Muhajirin dan Anshar dididik, demikian pula orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Dan sekarang bisa dilihat hasilnya, hasil yang sungguh gemilang terpancar kecemerlangan Islam sampai seantero negeri.
Setelah mengetahui akan betapa pentingnya peran masjid itu. Tidak hanya di lingkungan masyarakat saja bahkan sampai menyentuh seluruh lapisan kalangan, salah satunya mahasiswa. Mahasiswa tidak akan bisa terlepas dengan yang namanya kampus. Maka dari itu peran masjid di sini sangat berperan penting di dalamnya. Karena dakwah di civitas kampus bertolak pada sejauh mana pemanfaatan masjid itu sendiri. Keberhasilan dan meluasnya dakwah di kampus khususnya bisa dilihat dari seberapa besar kemakmuran masjid.
Akan menjadi aneh dan tampil beda apabila peran serta masjid kampus dibatasi ruang geraknya. Pembatasan ruang gerak dengan artian adanya berbagai macam atauran yang sangat mengekang para civitas kampus khusunya mahasiswa dalam penggunaan masjid kampus. Hal ini terjadi secara nyata di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Perguruan Tinggi Negeri yang satu ini dilihat dari namanya saja seharusnya sudah mencerminkan adanya nuansa Islami yang kental akan semangat. Namun ternyata dugaan sangat jauh berbeda dengan kenyataanya. Masih banyak hal yang harus dibenahi. Ditambah lagi keleluasaan penggunaan masjid bagi mahasiswa tentunya, seakan-akan”dikebiri”.
Banyak fakta yang bisa dijumpai mengenai kasus ini. Tidak sedikit mahasiswa yang ingin mengadakan kegiatan di masjid harus melalui beberapa prosedur yang boleh dibilang rumit dan bertele-tele. Bahkan ada yang hanya sekadar mengadakan rapat di masjid saja, pengurus masjid atau lebih terkenal dengan sebutan takmir ini tidak segan-segan mengusir mereka dari masjid. Kasus lainnya adalah mengenai diberlakukannya pemberian batasan waktu penggunaan masjid pada saat waktu shalat. Dimana masjid baru dibuka dan bisa digunakan untuk shalat selama 45 menit sebelum adzan berkumandang sampai 45 menit sesudah shalat berjamaah selesai ditunaikan.
Sungguh sangat ironis sekali. Kemegahan bangunan masjid tidak diimbangi dengan kemakmuran masjid itu sendiri. Untuk shalat di dalam masjid saja dibatasi. Salah satu contoh adalah ingin melaksanakan shalat Dhuha saja tidak bisa dikarenakan masjid tidak dibuka. Padahal shalat adalah salah satu bentuk ibadah dalam agama Islam dan itu tandanya adanya batasan terhadap hak asasi manusia (HAM). Salah satu hak asasi yang dimiliki oleh manusia dan harus dilindungi selain hak hidup dan hak memiliki kebebasan ialah hak untuk menjalankan ajaran agama. Negara saja memberi keleluasaan dalam hal menjalankan ajaran agama (pasal 29 UUD 1945) mengapa masjid kampus selingkup universitas yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan sebuah negara bisa-bisanya melakukan hal itu???....
Itulah sekelumit kontroversi dari masjid baru universitas UIN Sunan Kalijaga, dimana boleh dibilang sepertinya sia-sia saja. Sia-sia di sini dalam artian sayang sekali, masjid semegah itu tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal. Sebagai mahasiswa sekiranya apa yang harus dilakukan, apa yang harus diperbuat untuk mengubah kebijakan tersebut. Jangan sampai mahasiswa hanya cuek saja atau bahkan tidak tahu menahu mengenai keadaan kampusnya sendiri. Diharapkan kepekaan terhadap kondisi kampus untuk selalu diasah. Karena mahasiswalah yang paling berperan dan memberikan pengaruh terhadap kebijakan-kebijakan yang akan diberlakukan di lingkungan kampus. Kalau bukan mahasiswanya lantas siapa lagi….?????HIDUP MAHASISWA….!!!!
"Tujuh golongan yang akan mendapat kan naungan dari Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya…(disebutkan di antaranya), "Dan seseorang yang hatinya senantiasa terpaut dengan masjid." (Muttafaq 'alaih).

Kamis, 11 November 2010

Jilbab Biru Cika




Created by Kareen el-Qalamy

                Seorang  gadis  kecil, Cika namanya. Imut, lucu dan menggemaskan bagi siapa saja yang melihatnya.  Namun sayang dia sudah yatim waktu berada  dalam kandungan  berusia  empat bulan. Jadi ia tidak bisa merasakan hangatnya figure seorang ayah. Tinggal bersama ibunya di sebuah rumah yang sangat sederhana terletak di pinggiran sungai. Maklum  keadaan perekonomian keluarganya pas-pasan. Ibunya hanya bekerja sebagai buruh cuci di beberapa rumah sekitarnya. Sejak dulu sang ibu bekerja membanting tulang untuk menyambung hidup.
            Seperti halnya anak-anak yang lain seharusnya Cika sekarang duduk di bangku Sekolah Dasar ( SD ) kelas lima. Namun apa mau dikata ia putus sekolah sejak kelas tiga. Selanjutnya menghabiskan waktu untuk membantu ibunya entah itu ambil cucian dari rumah-rumah lalu mengantarkannya kembali, membantu beres-beres dan membersihkan rumah. Walaupun putus sekolah semangat belajar Cika tidak akan pernah surut. Ia rajin mengikuti kegiatan TPA di desanya yang diadakan setiap tiga kali dalam seminggu.
”Assalamu’alaikum….”
“Wa’alaikumussalam...Siapa ya…?”tanya ibu.
“Ni Sarah Bu, temannya Cika”
“O…Sarah, silakan masuk, tuh Cikanya dah siap. Mau ke TPA kan?” tanya ibu lagi sambil asyik mengucek-ucek pakaian.
“E…Sarah, yuk berangkat yuk nanti keburu terlambat lho…Bu…pamit”sahut Cika.
“Ayuk…!!Permisi ya Bu…”teriak Sarah.
“Iya nak…hati-hati”pesan seorang ibu kepada anaknya.
            Keduanya lantas berjalan beriringan melintasi jalan setapak menuju Masjid An-Nur yang letaknya hanya 500 m dari sebelah timur rumah Cika. Mereka berdua memang telah lama bersahabat. Di Masjid mereka tidak hanya bertemu dengan teman-teman yang lain, juga bertemu dengan Ustadz Fadil dan Ustadzah Astri. Ustadz dan ustadzah yang sangat dekat dengan Cika, seolah-olah sudah dianggap Cika sebagai kakak sendiri.
“Ayo adik-adik yang manis, siapa yang ingin ndengerin cerita…. Kira-kira tahu gak dongeng apa yang pengen kakak ceritain?”tanya Ustadz Fadil membuat penasaran.
“Belum Kak…!!!”teriak anak-anak serempak. Mereka memang paling asyik kalau mendengarkan cerita.
“OK…, cerita pada sore kali ini berjudul Tokoh Idolaku, namun sebelum dimulai kakak mau bertanya dulu nih….Cika, siapa tokoh idolamu?”sambil menunjuk kearah Cika.
“Nabi Muhammad SAW,Kak…”jawab Cika dengan lantang.
“Kenapa Cika memilih Nabi Muhammad?”,tanya ustadz mendetail.
“Karena Nabi Muhammad itu baik, suka menolong dan tidak sombong”,jawab Cika dengan percaya diri.
“Iya, bagus adikku yang manis.Cika benar. Nabi Muhammad sebagai manusia pilihan mempunyai sifat yang sangat baik. Sebaiknya kita mencontoh Nabi Muhammad”ustadz Fadil sambil menjelaskan.
            Sebenarnya Cika seorang anak yang cerdas, namun sayang hanya karena keterbatasan ekonomi ia tidak bisa melanjutkan pendidikan. Di samping itu di usianya yang ke sebelas tahun ini dia sudah bisa membaca Al-Qur’an dengan fasih dan lancar. Ditambah lagi dia memiliki suara yang merdu dan enak didengar. Jarang ada anak seperti Cika.
“Hey Cika, kamu kok pakai jilbabnya yang itu-itu melulu sih…?Gak ada yang lain apa?”,bentak Reni.
“Lha emangnya kenapa?Apa gak boleh?”jawab Cika tidak mau kalah.
“Gak ada apa-apa kok, cuma bosen aja ngeliatnya”,balas Reni.
“Udah-udah, ayo pulang yuk Cika, celotehan si Reni gak usah kamu dengerin, dibiyarin aja…”,lerai Sarah.
            Reni, seorang teman Cika yang mempunyai sifat kasar, dan selalu menunjukkan sikap tidak suka terhadap Cika. Dia anak orang kaya di desanya. Apa-apa yang diminta selalu dituruti.
“Aku sebel banget deh…!!!”tutur Sarah di tengah perjalanan menuju rumah.
“Sebel kenapa Sarah?”tanya Cika.
“Itu-tu si Reni, sikapnya nyebelin. Aku gak rela kamu digituin sama dia!”,jawab Sarah sewot.
“Udah deh Rah, biarin aja, nanti bosen sendiri”jawab Cika dengan tenang.
“Kamu tuh emang baik banget ya, digituin kok gak marah, aku senang punya teman sepertimu. Tapi aku heran dengan perkataan Reni tadi”,sambil mengernyitkan dahi.
“O…soal jilbabku ini. Jilbabku satu-satunya yang paling bagus. Aku pengen banget beli jilbab baru tapi aku gak mau ngrepotin ibu”,tutur Cika.
            Akhirnya sampailah keduanya di rumah Cika dan Sarah berpamitan untuk langsung pulang. Cika menemui ibunya yang sedang berada di belakang rumah masih sibuk dengan orderan cucian pakaian tetangga. Lantas kembali masuk ke kamarnya yang kecil dan mungil.
            Di malam yang sunyi senyap, disertai hembusan udara malam. Nyanyian suara jangkrik terdengar merdu, menenangkan hati yang gundah gelisah. Langit yang cerah di malam hari. Bintang-bintang bertaburan berkelap-kelip seakan menatap dengan malu-malu. Ada sesuatu yang tersirat di sana. Sesuatu yang sekiranya menggambarkan keindahan alam semesta yang diciptakan secara seimbang menurut kadarnya masing-masing.
            Sudah menjadi kebiasaan bagi Cika duduk di dipan depan teras rumahnya. Asyik menikmati indahnya langit hasil karya Sang maha Pencipta. Merenung dan meresapi betapa kecilnya manusia itu di hadapan Sang Khalik. Namun bagaimanapun keadaannya harus disyukuri karena bagaimanapun itu semua merupakan pemberian sekaligus titipan dari Allah. Sewaktu-waktu bisa diambil kapanpun bahkan manusia sendiri juga akan kembali, kembali kepada pemilik manusia.
            Tidak sengaja terbersit perkataan yang dilontarkan oleh Reni. Kalau boleh berandai-andai Cika ingin sekali memiliki jilbab baru. Jilbab biru yang cantik, apakah ia bisa memakainya lalu menunjukkan kepada ibu.
“Ibu, Cika pantas tidak?”,batinnya.
            Tetapi apakah impian itu bisa terwujud apabila memperhatikan keadaan ekonomi keluarganya yang seperti ini. Yang bisa Cika lakukan hanyalah berdo’a, berusaha dan menyerahkan semuanya kepada Allah.“Ya Allah…berikan ibuku uang,”,lantunan do’a yang selalu Cika panjatkan setiap kali seusai shalat.
            Allahu akbar….Suara adzan Subuh telah terdengar. Suatu panggilan kasih sayang dari Illahi Rabbi bagi para hamba-Nya untuk menunaikan kewajibannya. Ibu dan Cika bangun segera menuju pancuran kemudian membasuh kedua telapak tangan tidak lupa berdo’a terlebih dahulu.Itu semua mereka lakukan dengan tertib dan khidmat. Setelah itu bersiap-siap pergi ke masjid, walaupun jaraknya lumayan jauh namun tidak menyurutkan langkah mereka untuk bisa turut serta melaksanakan shalat Subuh secara berjama’ah.     
            Setelah itu seperti biasa melanjutkan aktivitas masing-masing dengan berbeda tujuan tentunya. Di rumah mungil nan sangat sederhana itu, beralaskan tanah dan berdinding bambu terlihat mulai ada kesibukan yang berarti. Ibu menyuruh Cika untuk mengambil cucian di rumah para tetangganya. Dan Cika sebagai anak yang berbakti, taat dan patuh terhadap perintah ibunya langsung melaksanakan tanpa banyak alasan. Inilah merupakan suatu bentuk refleksi begitu bahagianya, begitu beruntungnya orang tua yang memiliki anak yang berbakti, anak yang bisa membanggakan orangtuanya.
            Dari rumah ke rumah mulai Cika sambangi. Kebanyakan dari mereka bersikap baik terhadap keluarga Cika bahkan ada yang menaruh simpati dengan memberikan upah berlebih. Namun ada juga mereka yang tidak menghargai jerih payah ibu Cika. Adakalanya mereka merasa tidak puas dengan  layanan yang telah diberikan dengan menyuruh ibu Cika untuk mencuci kembali pakaian-pakaian dengan alasan kurang bersih. Namun semuanya itu dihadapi ibu dan Cika dengan hati lapang dan sabar menerima segala cobaan dan ujian hidup. Yakin bahwa dibalik itu semua akan ada kebahagiaan yang tidak pernah terduga sebelumnya.
            Siang menjelang tiba, teriknya sinar sang mentari semakin menyengat saja. Di belakang rumah, Cika lagi asyik menjemur pakaian-pakaian yang telah dicuci oleh ibu. Sedangkan ibu sendiri lagi sibuk untuk menyiapkan makan siang, seadanya. Bahkan mereka sering makan hanya dua kali sehari, pagi digabung dengan siang dan malamnya. Itu saja dengan rezeki yang pas-pasan. Kalau tidak ada lauk atau sayur, nasi+sambal pun jadi.
            Ketika lagi asyiknya dengan pekerjaan masing-masing tiba-tiba di balik pintu terdengar suara…
“Assalamu’alaikum….”
“Wa’alaikumussalam…”,jawab ibu dan Cika kompak.
Setelah di buka…..
“E….neng Astri, mari masuk-masuk, jangan lama-lama di luar nanti kepanasan lho…”, ajak ibu.
“Iya Bu, terima kasih. Cikanya ada Bu?”,tanya Ustadzah Astri.
“Ada kok, tunggu sebentar ya Ibu panggilkan dulu”,sambil berdiri pergi menuju belakang rumah.
            Ustadzah Astri memang sudah dianggap sebagai kakak Cika, karena dialah satu-satunya orang yang paling dekat dengan Cika. Ustadzah Astri yang selalu mengerti dan memberi perhatiannya selama ini. Di kala sedih, senang maupun susah pasti dia yang selalu berada di dekatnya dan bersedia sebagai tempat curahan hati Cika.
“Mbak Astri…..!!!”,sambil berlari seperti kakak adik yang sudah lama tidak lama bertemu.
“Cika….sini-sini duduk di samping Mbak, lagi ngapain ? ”,tanya Ustadzah Astri.
“Mbak kangen nich…bantuin Ibu jemur baju, dah selesai kok. Kalau buat Mbak gak bakalan ganggu deh….”,canda Cika.
“Ah kamu ini Dik, bisa aja….”,sambil tertawa.
“Tumben Mbak, siang-siang ke sini? Ad ap?”, tanya Cika.
“Cika mau ikut lomba? Kebetulan dua minggu lagi ada lomba tilawatil Qur’an. Gimana, mau kan?”,lanjut Ustadzah Astri.
“Apa iya Mbak? Tapi Cika takut…..”,jawab Cika ragu-ragu.
“Gak usah takut Dik, dicoba dulu. Kesempatan gak datang dua kali lho…Kalaupun gak menang gak masalah toh bisa nambah pengalaman?Lagian gak usah dipikirin dulu soal menang atau tidaknya kita serahkan semuanya pada Allah asal kamu rajin berlatih terlebih dahulu alias ikhtiar dan berdo’a,OK..!!”,tutur Ustadzah Astri meyakinkan.
“Gimana ya... Iya Mb’Cika ikut, asyik..!!!Teman Cika siapa?,tanya Cika lebih lanjut.
“Nanti untuk lomba tilawahnya dua orang, kamu dan Reni. Latihannya satu minggu tiga kali setiap sore, berangkat terus lho…”,jawab Ustadzah Astri.
            Cika senang sekali bisa mengikuti lomba yang belum tentu anak lain bisa mengikutinya. Dia mengikuti latihan dengan tekun. Berbeda dengan Reni. Dia sudah merasa pandai dan siap mengikuti lomba sehingga dia jarang berangkat latihan.
            Waktu berjalan begitu cepat. Detik demi detik, jam demi jam, hari demi hari telah mereka lalui sehingga tidak terasa kalau detik-detik menegangkan itu pun tiba. Setelah segala persiapan telah mereka lakukan, saatnya kompetisi yang begitu seru tentunya. Cika didampingi sang ibu menghadapi momen itu dengan rasa was-was disertai harap-harap cemas. Suasana tegang dimulai.
            Akhirnya giliran Cika untuk tampil di atas panggung. Semua mata tertuju padanya. Dengan penuh ketenangan hati secara pelan-pelan lantunan surat cinta dari Allah keluar dari bibirnya yang mungil itu. Huruf demi huruf, ayat demi ayat yang Cika lantunkan sungguh begitu mempesona. Semua hadirin terhenyak karenanya. Suaranya yang sangat merdu merayu menyentuh kalbu. Sungguh langsung merasuk ke dalam jiwa. Seperti ada tetesan embun pagi yang sangat sejuk menyegarkan jatuh dari langit sebagai rahmat bagi seluruh hamba-hamba-Nya.
            Semuanya terbuai dengan alunan ayat-ayat suci yang dibawakan Cika sampai-sampai tidak terasa telah usai. Namun kecemasan timbul di dalam hati Reni, yang sejak awal perlombaan sudah merasa cemas, jangan-jangan ia kalah dari Cika. Kalau itu sampai terjadi rasa malu tiada tara akan ia rasakan karena ia selalu menganggap remeh kemampuan orang lain khususnya terhadap Cika.
            Saat yang dinanti akhirnya datang juga. Tibalah dewan juri memberikan hasil perlombaan. Seluruh peserta diliputi rasa cemas yang begitu hebat. Lain halnya Cika, dia lebih bersikap tenang untuk menerima keputusan dewan juri. “Ya Allah…Cika harus siap, jangan takut…!!!Semangat!!!”,pinta Cika dalam hati.
            Juara harapan 1,2,3, juara tiga, juara dua telah dibacakan siapa yang berhak menerima hadiah. Kini tibalah saatnya membacakan hasil juara pertama.
“Untuk juara pertama diraih oleh…………saudari….Cika….!!!!”,seru dewan juri.
            Seakan disambar petir di siang bolong, Cika kaget mendengarnya. Semua teman-teman Cika langsung mendekap erat tubuhnya yang mungil itu meluapkan kegembiraannya. Sang ibu sampai meneteskan air mata melihat bakat yang dimiliki anaknya. Cika langsung diminta maju ke atas panggung menyusul pemenang lomba yang lain untuk menerima penghargaan berupa medali, sertifikat dan bingkisan menarik.
            Tidak terasa acara pun selesai. Sebagian besar hadirin telah meninggalkan tempat. Tiba-tiba dari belakang Cika ada sesosok yang menghampirinya. Tiada terduga dia adalah Reni, teman Cika yang selama ini bersikap kurang baik terhadapnya.
“Cika, selamat ya dan maafkan aku….!!!,”tutur Reni sambil meneteskan air mata.
“Trima kasih ya Ren….Sudahlah, jangan dipikirin”,balas Cika.
“Cika….aku seharusnya senang punyai sahabat seperti kamu…”,sambil berpelukan.
“Yuk pulang, hari sudah sore”,ajak Cika.
            Sesampainya di rumah, Cika sangat senang sekali. Dimana hari tersebut merupakan hari yang sangat istimewa baginya. Tidak sabar Cika segera membuka bingkisan yang diperolehnya. Ternyata isinya sebuah jilbab biru nan cantik dan anggun yang selama ini Cika idam-idamkan.
“Alhamdulillah…Ibu….ke sini dulu dech…!!”,teriak Cika memanggil ibunya.
“Iya Cika, ada apa ta Nduk, sepertinya seneng kalau Ibumu ini kaget…”,gumam ibu.
“Ini lho Ibu, coba lihat…”.
“Jilbab biru, bagus sekali coba dipakai, pantes gitu kok”,celoteh ibu sambil memperhatikan Cika yang mencoba jilbab barunya itu.
“Cika senang sekali Ibu….Lihat dech…cantik kan,”sambil tersenyum lebar menatap sang ibu.
            Begitulah ungkapan perasaan senang yang sangat jarang dirasakan oleh anak seperti Cika dimana apabila dilihat dari keadaan ekonominya sangat memperihatinkan. Namun Cika tidak pernah sedih menyikapi realitas yang ada. Bahkan hari-harinya selalu dilalui dengan hati senang tanpa adanya beban sedikitpun. Allah tidak pernah pilih kasih terhadap hamba-hamba-Nya. Ia selalu adil memberikan nikmat dan rezeki-Nya bagi mereka-mereka yang mau berusaha meraihnya.
Ya Allah….izinkan diri ini untuk selalu mensyukuri nikmat-Mu
Jadikan hamba termasuk orang-orang yang pandai mensyukuri segala pemberian-Mu
Karena tanpa itu semua tiada apa-apanya diri ini dihadapan-Mu
Diri ini sangatlah kerdil di bawah kuasa-Mu.
Yang nantinya akan kembali kehadirat-Mu.

Di siang hari yang penuh rahmat
Yang lemah tiada kuasa
Karin