Selasa, 20 Mei 2014

ANALISIS KARAKTER SISWA BERKESULITAN BELAJAR KELAS II SDIT BAITUSSALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA

Presented by Kareen el-Qalamy
(Setelah Revisi)




BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
            Harapan pemerintah untuk dapat melayani seluruh komponen masyarakat akan pendidikan yang layak dan bermutu selama ini belum sepenuhnya bisa terwujud dengan adanya berbagai kendala di berbagai aspek. Kendala tersebut terletak pada sisi komponen pendidikan itu sendiri sebagai subjek maupun pada kondisi masyarakat (peserta didik) sebagai objek. Salah satu aspek sisi komponen pendidikan yang menjadi kendala adalah belum adanya perangkat kurikulum yang dapat mengakomodasi dan melayani kebutuhan spesifik peserta didik. Sementara peserta didik sendiri memiliki kekhasan baik secara fisik, mental, sosial, emosional, maupun kecerdasan.
Peserta didik berkesulitan belajar memerlukan perhatian khusus. Mereka memiliki kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata. Di sekolah reguler, peserta didik berkesulitan belajar umumnya tidak terdeteksi secara baik oleh guru. Mereka biasanya mengalami kesenjangan antara prestasi belajar dengan potensi yang dimilikinya. Sistem pembelajaran di sekolah reguler belum memungkinkan penyediaan layanan pendidikan yang sesuai untuk peserta didik berkesulitan belajar. Untuk itu diperlukan upaya-upaya tertentu agar peserta didik berkesulitan belajar di sekolah-sekolah reguler dapat ditangani. Salah satu upaya dalam penanganan bagi peserta didik berkesulitan belajar yaitu dengan dikembangkannya sebuah model kurikulum khusus bagi mereka yang berkesulitan belajar. Model kurikulum ini merupakan rancangan pengalaman pembelajaran menyeluruh bagi peserta didik berkesulitan belajar pada satuan pendidikan tertentu.
Anak berkesulitan belajar memiliki karakteristik diantaranya:
1.      Gangguan Internal
Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam anak itu sendiri. Anak ini mengalami gangguan pemusatan perhatian, sehingga kemampuan perseptualnya terhambat. Kemampuan perseptual yang terhambat tersebut meliputi persepsi visual (proses pemahaman terhadap objek yang dilihat), persepsi auditoris (proses pemahaman terhadap objek yang didengar) maupun persepsi taktil-kinestetis (proses pemahaman terhadap objek yang diraba dan digerakkan). Faktor-faktor internal tersebut menjadi penyebab kesulitan belajar, bukan faktor eksternal (yang berasal dari luar anak), seperti faktor lingkungan keluarga, budaya, fasilitas, dan lain-lain.
2. Kesenjangan antara Potensi dan Prestasi
Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi normal, bahkan beberapa diantaranya di atas rata-rata. Namun demikian, pada kenyataannya mereka memiliki prestasi akademik yang rendah. Dengan demikian, mereka memiliki kesenjangan yang nyata antara potensi dan prestasi yang ditampilkannya. Kesenjangan ini biasanya terjadi pada kemampuan belajar akademik yang spesifik, yaitu pada kemampuan membaca (disleksia), menulis (disgrafia), atau berhitung (diskalkulia).
3. Tidak Adanya Gangguan Fisik dan/atau Mental
Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik dan/atau mental.(Balitbang, 2007)
Pendidikan inklusif yang menghargai semua siswa dengan keunikan mereka tidak serta merta berjalan mudah, termasuk dalam pendidikan matematika (Susetyawati, E., dkk., 2008). Sistem pendidikan yang masih mengedepankan penyeragaman untuk memenuhi target kurikulum daripada penyesuaian dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik merupakan salah satu kendala utama. Padahal, untuk bisa menjalankan pendidikan matematika inklusif, filosofi, sistem, maupun praktek pendidikan harus berubah.
Paradigma standarisasi pendidikan menyebabkan praktek pembelajaran matematika di sekolah inklusi dilaksanakan seperti pada sekolah reguler. Guru matematikadi kelas inklusi masihcenderung mengajar sesuai kemampuan siswa normal. Proses pembelajaran dan penilaian dilaksanakan berdasar pada logika sekolah regular sehingga ABK kurang mendapatkan layanan yang sesuai. Praktek seperti ini menyerupai bentuk sekolah model integrasi dimana ABK yang harus menyesuaikan dengan pembelajaran yang dilaksanakan, bukan pembelajaran yang disesuaikan dengan keunikan kebutuhan belajar mereka.
Protret buram pendidikan matematika, baik dari sisi proses maupun hasil, yang selama ini terjadi pada pendidikan matematika di sekolah regular juga terjadi pada sekolah inklusi, bahkan menjadi lebih rumit.  Seperti halnya pada pembelajaran matematika di sekolah reguler selama ini, guru matematika sekolah inklusi banyak menerapkan model pembelajaran konvensional dimana guru mendominasi kelas. Dominasi guru menyebabkan siswa pasif selama pembelajaran. Minat dan motivasi belajar siswa juga kurang nampak. Siswa seolah mengikuti pembelajaran sebagai sebuah rutinitas dan kewajiban. Dari sisi hasil, prestasi belajar matematika siswa sekolah inklusi umumnya rendah. Tingkat ketuntasan belajar siswa dalam mempelajari kompetensi yang diajarkan guru relatif rendah.
Permasalahan menjadi semakin pelik bagi ABK karena kurang memperoleh ruang memadai untuk belajar sesuai kemampuan. Proses belajar mengajar di kelas yang masih bertumpu pada pola pembelajaran kelas regular mengakibatkan ABK sulit mengimbangi kecepatan belajar kelas. Keunikan belajar ABK menuntut perlakuan khusus guru. Jika guru tidak mampu memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhannya, ABK pasti mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Tingkat kesulitan belajar matematika yang tinggi semakin sulit karena keterbatasan mereka. Hal ini kontraproduktif jika dilihat dari pemikiran awal pendidikan inklusif yang ingin memberikan layanan lebih baik bagi ABK.
Kondisi serupa dialami oleh seorang siswa berkesulitan belajar di SDIT Baitussalam Prambanan bernama Sean Aron Gilbran, atau yang akrab dengan sapaan Gilbran. Gilbran menurut pengamatan penulis selama hampir satu semester menunjukkan gejala-gejala anak berkesulitan belajar. Kurikulum yang diterapkan di sekolah juga semakin menambah pelik permasalahan yang harus dihadapo Gilbran khususnya di mata pelajaran matematika.


B.       RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimana karakter siswa berkesulitan belajar matematika kelas II SDIT Baitussalam?
2.    Bagaimana solusi yang ditawarkan bagi siswa berkesulitan belajar matematika kelas II SDIT Baitussalam?
C.      TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui karakter siswa berkesulitan belajar matematika kelas II SDIT Baitussalam.
2.      Untuk mencari solusi alternatif terkait peserta didik berkesulitan belajar matematika kelas II SDIT Baitussalam Prambanan.
D.      MANFAAT PENULISAN
1.      Bagi siswa berkesulitan belajar
Membantu proses belajar saat pembelajaran di kelas sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dan dapat memperbaiki hasil belajar matematika.
2.      Bagi pendidik
Membantu menawarkan alternatif solusi ketika berhadapan langsung dengan anak berkesulitan belajar matematika.













BAB II
PEMBAHASAN

A.      PAPARAN KASUS KARAKTER SISWA BERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA
Pembelajaran di sekolah mau tidak mau bertemu dengan berbagai macam karakter peserta didik. Dari berbagai macam karakter tersebut, ada yang mempunyai karakter normal seperti anak pada umumnya. Namun ada juga peserta didik yang mempunyai karakter khusus alias berbada dengan anak pada umumnya.
Seperti halnya kasus yang dialami oleh salah seorang peserta didik kelas II SDIT Baitussalam Prambanan bernama Sean Aron Gilbran atau akrab dipanggil Gilbran. Gilbran ini dilihat dari penampilan luar memang terlihat biasa-biasa saja. Perbedaan anak ini mulai terlihat jika berlangsungnya pembelajaran, terutama pembelajaran matematika.
Berikut akan disajikan data pengamatan yang berkaitan dengan tingkah laku Gilbran selama kegiatan belajar.














No.
Minggu ke-
Perilaku  yang ditunjukkan
1
I
Sering lupa membawa buku pelajaran matematika
Sering lupa mengerjakan PR yang diberikan oleh guru
Sering mengatakan tidak bisa ketika pembelajaran
Sering kurang konsentrasi
2
II
Sering lupa membawa buku pelajaran matematika
Sering mengatakan tidak bisa ketika pembelajaran
Sering kurang konsentrasi
Sulit mengawali langkah ketika mengerjakan penyelesaian soal
3
III
Sering lupa mengerjakan PR yang diberikan oleh guru
Sering mengatakan tidak bisa ketika pembelajaran
Sering kurang konsentrasi
4
IV
Sering lupa membawa buku pelajaran matematika
Sering mengatakan tidak bisa ketika pembelajaran
Sering kurang konsentrasi
Sering mengeluh dan minta dibimbing secara terus-menerus
Berdasarkan data pengamatan yang dilakukan selama 1 bulan, dapat ditarik kesimpulan terkait karakter siswa berkesulitan belajar, diantaranya:
1.       Sulit berkonsentrasi saat jam pelajaran matematika
2.       Selalu mengatakan,”tidak bisa” ketika menjumpai masalah dalam bentuk soal matematika padahal sudah pernah dibelajarkan sebelumnya.
3.       Sulit mengawali langkah ketika mengerjakan penyelesaian soal.
4.       Kurangnya rasa percaya diri dan kemandirian anak.
   Hasil belajar yang dicapai oleh Gilbran juga masih kalah dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Hal ini sangat terlihat sekali pada saat penilaian UTS Genap bajwa Gilbran selalu mendapatkan nilai paling rendah di kelasnya.
Karakter Gilbran yang menunjukkan anak berkesulitan belajar diperkuat dengan wawancara yang dilakukan oleh penulis sebagai guru matematika yang mengampu Gilbran secara langsung.
Guru           : “Gilbran kalau pelajaran matematika rasanya gimana? Sulit atau mudah?”
Gilbran       : “Susah Ustadzah”.
Guru           : “Susahnya di mana?”
Gilbran       : “Gak tahu”.
Guru           : “Coba sekarang diingat-ingat lagi, ibu kasih soal perkalian dan pembagian. Dikerjakan ya.”(Sambil menyodorkan soal)
Gilbran       : “Gak mau Us, gak bisa. Lupa...”
Guru           : “Masak dah lupa, coba diingat-ingat lagi. Perkalian itu penjumlahan berulang. Sedangkan pembagian pembagian berulang.”
Gilbran       : “Gak mau Us...”(sambil merengek tidak mau mengerjakan soal yang diberikan.”
Guru           : “Ya sudah kalau gitu. Terus Gilbran saat pelajaran matematika biar bisa pengennya diapain?”
Gilbran       : “Dikasih tahu caranya sama didampingi Us.”
   Berdasarkan data wawancara dapat ditarik kesimpulan bahwa Gilbran memang membutuhkan bimbingan khusus dari guru saat pembelajaran dengan didampingi saat pengerjaan soal. Dan Gilbran masih sering berkata”tidak bisa”, seakan-akan tidak percaya diri atas kemampuannya.
Kondisi Gilbran yang mengalami kesulitan belajar semakin diperparah lagi dengan tidak adanya kurikulum pembelajaran yang mendukung dan sesuai. Hal ini disebabkan kurikulum yang diberlakukan masih kurikulum yang digunakan pada sekolah umum, belum mengacu kepada kurikulum yang cocok digunakan untuk sekolah inklusi.  Kurikulum tersebut tidak sesuai ditandai dengan:
1.           Tidak adanya perlakuan khusus yang ditujukan bagi anak berkesulitan belajar pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.
2.           Tidak adanya bahan ajar khusus yang ditujukan bagi anak berkesulitan belajar
3.           Kesamaan proses evaluasi yang diberlakukan antara siswa normal dengan siswa berkesulitan belajar.

B.     ANALISIS KASUS SISWA BERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA
Analisis kasus dari yang telah dijabarkan di atas yaitu:
Dari internal siswa:
1.      Sulit berkonsentrasi saat jam pelajaran matematika
Anak ini jarang sekali memperhatikan ketika guru menjelaskan. Dia selalu asyik dengan dunianya sendiri. Contoh: menggambar, mengobrol sendiri dengan teman sampingnya.
2.      Selalu mengatakan,”tidak bisa” ketika menjumpai masalah dalam bentuk soal matematika padahal sudah pernah dibelajarkan sebelumnya.
Untuk poin kasus yang kedua ini belum bisa diselidiki lebih lebih jauh terkait tidak bisanya. Apakah karena lupa? Atau memang belum paham. Perlu diadakan penyelidikan lebih lanjut untuk bisa mengetahuinya. Namun kalau dilihat dari hasil evaluasi pembelajaran berupa nilai ulangan harian, nilai anak ini pasti di bawah kriteria ketuntasan maksimal.
3.      Sulit mengawali langkah ketika mengerjakan penyelesaian soal.
Hal ini selalu terjadi ketika proses pnyelesaian masalah pada matematika. Padahal sebelumnya sudah diberi penjelasan. Jadi harus dipancing dan dibimbing setiap tahap.
4.      Kurangnya rasa percaya diri dan kemandirian.
Ketika pembelajaran matematika berlangsung kurangnya rasa percaya diri. Hal ini ditunjukkan dengan seringnya Gilbran berkata,”tidak bisa”padahal belum mencoba. Dalam hal kemandirian Gilbran juga masih kurang karena masih sering minta tolong dituliskan di buku tulisnya ketika harus mencatat. Alasan Gilbran minta tolong dituliskan yaitu memakan waktu lama ketika harus mencatat sendiri. Di sisi lain, Gilbran sebenarnya mempunyai motivasi belajar yang baik. Terbukti ketika mengalami kesuliyan dan belum mendapatkan bimbingan ketika menyelesaikan soal, secara spontan Gilbran berjalan mendekati meja guru minta untuk diajarkan penyelesaiannya seperti apa. pun ketika mendapat soal untuk remidi hasil belajar UTS. Gilbran sangat antusias bertanya tugasnya bagian mana saja.
            Dari eksternal siswa (kurikulum):
1.      Tidak adanya perlakuan khusus bagi anak berkesulitan belajar.
Selama ini proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh pendidik belum memberlakukan perlakuan khusus bagi anak berkesulitan belajar. Jadi pendidik masih menyamaratakan perlakuan pembelajaran. Hal ini menyebabkan anak berkesulitan belajar merasa kesulitan untuk mengimbangi kemaampuan anak lain pada umumnya.
2.      Kesamaan bahan ajar yang dipakai.
Seharusnya anak berkesulitan belajar diberikan bahan ajar yang khusus pula untuk membantu dalam proses belajarnya. Bahan ajar yang dimaksud tentu yang cocok digunakan untuk anak berkesulitan belajar, misal dengan karakteristik mudah dipahami, sederhana dan menarik.
3.      Kesamaan proses evaluasi yang diberlakukan.
Proses evaluasi hasil belajar yang diberlakukan sebaiknya menyesuaikan kemampuan peserta didik. Terutama bagi anak berkesulitan belajar sangatlah tidak adil jika harus menggunakan standar penilaian bagi peserta didik pada umumnya.
C.      PEMBAHASAN HASIL ANALISIS KASUS SISWA BERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA
Berdasarkan analisis kasus di atas, kekhususan karakter yang dialami anak ini cenderung muncul dari internal diri anak ini sendiri. terkait konsentrasi, rendahnya rasa kemandirian dan rasa percaya diri, sering bingung. Maka dari itu faktor internal ini harus dihilangkan atau minimal dikurangi karena anak ini masih memiliki masa depan yang panjang.
Selain dari faktor internal, faktor eksternal juga sangat berpengaruh terhadap kondisi akademis anak berkesulitan belajar. Faktor eksternal tersebut diantaranya belum adanya perlakuan khusus bagi anak berkebutuhan khusus, belum adanya bahan ajar khusus yang cocok dipakai bagi anak berkesulitan belajar dan belum adanya penilaian hasil belajar khusus bagi anak berkesulitan belajar.
Perlakuan khusus yang dimaksud adalah adanya model pembelajaran khusus atau adanya guru pendamping. Perlakuan khusus bagi anak berkebutuhan khusus, belum adanya bahan ajar yang sesuaidan belum adanya penilaian hasil belajar khusus bagi anak berkesulitan belajar termasuk bagian dari kurikulum.

D.      ALTERNATIF SOLUSI YANG DITAWARKAN
Melihat kasus yang ada, solusi yang ditawarkan, diantaranya yaitu:
1.      Penumbuhan rasa percaya diri dan kemandirian khususnya dari orang tua dan guru di sekolah
2.      Perlunya pendampingan khusus saat pembelajaran sehingga mendapatkan bimbingan khusus pula.
3.      Saat pembelajaran hendaknya diawali dengan flash back yang bertujuan mengingat kembali materi yang telah diajarkan.
4.      Adanya penambahan jam belajar di luar jam pelajaran di sekolah, seperti les dll.
5.      Pembuatan kurikulum khusus bagi sekolah inklusi secara umumnya dan pembuatan model pembelajaran khusus, bahan ajar khusus dan proses evaluasi khusus pula bagi anak berkesulitan belajar secara khususnya.





BAB III
KESIMPULAN

            Berdasarkan pembahasan di atas hasil analisis karakter dan kurikulum untuk anak berkesulitan belajar sudah sangat jelas, bahwa peserta didik berkesulitan belajar mempunyai karakter yang berbeda. Perbedaan karakter ini tentu menumbuhkan respon dan penanganan yang berbeda pula dibandingkan dengan anak normal pada umumnya. Perlu adanya penanganan khusus agar tidak terkucilkan dari pergaulan dan agar bisa mengimbangi kemampuan belajar peserta didik yang lain.
            Alternatif solusi yang ditawarkan pun juga lebih kepada solusi untuk mengurangi faktor-faktor internal yang muncul dari diri pribadi peserta didik. Sedangkan untuk faktor eksternal terkait kurikulum yang diberlakukan hendaknya menyesuaikan kondisi anak berkesulitan belajar. Penyesuaian kurikulum yang dimaksud terkait model pembelajaran, bahan ajar dan proses evaluasi. Hal ini bertujuan agar solusi yang ditawarkan tepat sasaran dan sesuai dengan kondisi peserta didik.
            Dengan begitu harapannya peserta didik berkesulitan belajar tetap bisa mengikuti dan menerima apa saja yang dibelajarkan seperti halnya dengan peserta didik pada umumnya.











DAFTAR PUSTAKA


e-book Model Kurikulum Bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar. 2007. Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.


Sumaryanta, M.Pd. 2010. Pembelajaran Matematika Inklusif. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Pendidikan Matematika
Susetyawati, E., Pratini, H.S.,&Sumaryanta. 2008.  Inovasi Pembelajaran Matematika di SDInklusi dengan Siswa Slow Learner Melalui Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Realistik-Inklusif (MATRIKS). Laporan penelitian Universitas PGRI Yogyakarta