Sabtu, 09 Januari 2016

Dipertemukan Oleh-Nya





Presented by Kareen el-Qalamy




Terkadang masih belum percaya, apakah ini kenyataan atau hanya sekadar mimpi? Hari Jum’at tanggal 25 September pukul 08.00 menjadi salah satu hari bersejarah dalam hidupku. Ikrar yang tidak lebih dari tiga menit itu secara tidak langsung mengubah seluruh kehidupanku selanjutnya. Mendampingi seseorang yang sebelumnya asing buatku.
            Berawal dari kegagalanku dari proses pertama dengan seorang ikhwan. Itu lantas tidak membuatku berputus asa untuk terus berikhtiar menjemput jodoh. Teringat dengan tawaran ikhwan dari seorang ustadz sebelum aku memutuskan untuk menjalani proses pertama. Aku pun memberanikan diri menanyakan apakah ikhwan yang beliau tawarkan itu masih sendiri atau tidak. Ternyata ustadz memberikan jawaban bahwasannya ikhwan yang beliau tawarkan dahulu masih sendiri. Dengan niatan karena Allah, akhirnya aku memutuskan untuk bersedia beliau proseskan dengan ikhwan tersebut.
            Proses kedua tahap pertama pun dimulai. Dengan ustadz sebagai perantara atau orang ketiga, aku meminta untuk bertukar biodata terlebih dahulu. Biodata yang tidak hanya berisikan identitas saja tetapi lebih mendetail sekaligus hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan pasca menikah. Tidak lupa juga mencantumkan foto full badan dan setengah badan. Awalnya biodataku yang aku kirimkan terlebih dahulu kepada ikhwan tersebut agar dia bisa mempertimbangkan untuk lanjut ke tahap selanjutnya atau tidak. Tidak disangka-sangka setelah membaca biodata dariku, ikhwan tersebut memutuskan untuk lanjut ke tahap selanjutnya.
            Setelah itu giliran biodata ikhwan tersebut dikirimkan kepadaku. Taklupa aku memberikan tenggang waktu tiga hari untuk memberikan jawaban atas keputusanku. Selesai aku membaca biodata ikhwan tersebut, giliran orang tuaku yang membaca. Aku ingin orang tuaku tahu sejak awal terkait siapa ikhwan yang bersedia meminangku. Sehingga jawaban yang aku berikan tidak hanya datang dari keputusanku sendiri tetapi juga berdasarkan pertimbangan orang tuaku. Ternyata orang tuaku setuju jika aku menikah dengan ikhwan itu, alhamdulillah....
            Restu dari orang tua sudah kuperoleh. Namun aku tidak tergesa-gesa untuk segera menyampaikan jawabanku kepada ustadz perihal proses dengan ikhwan tersebut. Walaupun jujur dalam hati aku sendiri juga siap untuk lanjut ke tahap selanjutnya. Lantas aku berusaha untuk menanyakan terlebih dahulu kepada sang pemilik hati yaitu Rabb semesta alam. Karena Dia-lah yang Maha Tahu apa-apa yang terbaik buatku. Toh doa yang kupanjatkan selama ini, aku hanya ingin meminta yang terbaik dalam segala urusan. Apalagi urusan jodoh, aku memohon dipilihkan seorang ikhwan terbaik menurut Allah untuk menjadi imamku. Sedikitpun aku tidak pernah meminta secara khusus dengan menyebutkan nama salah seorang ikhwan misalnya, walaupun dulu aku mengenal banyak ikhwan di kampus.
            Setiap selesai sholat aku mencurahkan isi hatiku dan menceritakan proses keduaku kepada Rabbku. “Jika memang ikhwan ini adalah yang terbaik buatku ya Rabb...maka lancarkan dan mudahkan proses ini hingga hari-H, jika ikhwan ini tidak baik buatku maka jauhkanlah, Engkau pasti akan memberikan yang terbaik buatku.” Dengan berurai air mata selalu kupanjatkan isi doa tersebut, berharap memperoleh jawaban terbaik dari-Nya.
            Hari ketiga yang kujanjikan pun datang. Aku harus segera memberikan keputusan. Bismillah....akhirnya aku memutuskan untuk lanjut ke tahap kedua. Tahap kedua orang tuaku ingin berkenalan secara langsung dengan ikhwan tersebut. Lantas aku meminta tolong kepada ustadz untuk mengkomunikasikan dengan ikhwan tersebut. Ditentukan hari dimana ikhwan tersebut datang pertama kalinya ke rumahku. Pada tahap kedua alhamdulillah diberikan kelancaran oleh-Nya. Orang tuaku juga semakin mantap setelah melihat akhlak dan kepribadian ikhwan tersebut. Lanjut ke tahap tiga, aku meminta ikhwan tersebut datang untuk kedua kalinya dengan mengajak orang tuanya.
            Ikhwan tersebut datang bersama dengan bapaknya selang sebulan setelah tahap kedua. Setelah berbincang-bincang lama antar orang tua dari kedua belah pihak, dapat ditarik kesimpulan bahwasannya orang tua ikhwan tersebut menginginkan kakaknya terlebih dahulu yang menikah. Ikhwan tersebut anak kedua, mesih mempunyai kakak laki-laki yang juga belum menikah. Saat itu aku merasakan ini adalah ujian yang harus kutempuh untuk proses keduaku di samping aku harus menyelesaikan studi Magister. Aku pun merasakan tingkat kepasrahan kepada Rabbku semakin meningkat. Toh kalaupun ikhwan tersebut Engkau ciptakan untukku, pasti akan bertemu suatu saat nanti.
            Hari-hari pun berlalu, hingga tiba saatnya aku dapat menyelesaikan studi Magister ditandai dengan upacara wisuda. Rasa syukur kupanjatkan karena syarat dari orang tuaku agar aku menikah setelah wisuda pun terlaksana. Tinggal satu syarat lagi dari orang tua ikhwan tersebut yang menginginkan agar kakaknya menikah terlebih dahulu. Ah....bukan bermaksud berputus asa, tetapi menyerahkan semuanya pada Allah akan lebih menentramkan hati.
            Waktu terus berjalan, sampai tiba di hari raya Idul Fitri. Keluargaku berinisiatif untuk bergantian silaturahim ke keluarga ikhwan tersebut. Sesampainya di rumah ikhwan tersebut, sambutan hangat dari keluarganya sangatlah terasa, langsung akrab. Hingga tibalah pada pembicaraan serius terkait rencanaku untuk akad terlebih dahulu sedangkan resepsinya menyusul. Keluarga ikhwan setuju dan tanpa disangka diiringi pernyataan bahwa tidak apa-apa jika ikhwan tersebut menikah terlebih dahulu mendahului kakaknya.
            Seakan-akan ada kelegaan dalam hati. Alhamdulillah....terima kasih ya Rabb... pembicaraan pun berlanjut sampai pada penentuan hari-H akad dan resepsi. Walaupun begitu, aku tetap tidak pernah berhenti berdoa, berdoa untuk meminta yang terbaik untuk akhirnya nanti. Karena apapun bisa terjadi menjelang hari-H. Aku pun juga berusaha menjaga hati agar tidak muncul pengharapan berlebihan kepada ikhwan tersebut walaupun statusku sudah dikhitbah olehnya.
            Hari demi hari berlalu, terkadang terasa lama, terkadang terasa cepat. Terasa lama karena tidak sabar untuk menyambut hari bahagia itu, terasa cepat karena itu tandanya sebentar lagi aku akan meninggalkan keluargaku untuk membersamai suami. Hingga akhirnya hari bahagia itu pun tiba...
Terima kasih ya Rabb...rasa syukurku tiada terkira...
Engkau anugerahkan kepadaku seorang lelaki terbaik pilihan-Mu untuk menjadi imamku....
Semoga pernikahan yang berlandaskan mengharap ridho-Mu ini membawa kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat, aamiin....