Presented by Kareen el-Qalamy
Perjalanan bersama teman setiaku sudah biasa
kulakukan. Menikmati indahnya pemandangan sepanjang perjalanan dengan menaiki
kuda merahku yakni sepeda motor Supra
Merah seakan-akan sudah menjadi rutinitas. Dimanapun tempatnya dan acara
apapun itu. Terkadang ada rasa jenuh ingin mencoba menaiki alat transportasi
lain.
Suatu
ketika tidak direncanakan. Pasca munaqosyah/pendadaran
skripsi seperti yang dilakukan oleh mahasiswa pada umumnya. Istilah Jawanya boyongan barang-barang yang sudah tidak
terpakai di kos untuk dibawa pulang ke rumah. Tetapi belum semua, hanya
sebagian saja. Saat itu hari sudah malam tidak mungkin juga aku
mengikutsertakan kuda merahku. Akhirnya kuda merahku kutinggal di kos karena
besok aku sudah akan kembali ke Yogya lagi.
Keesokan
harinya sambil menunggu hari beranjak siang karena rumahku tidak dijangkau oleh
transportasi umum. Hal ini menyebabkan aku meminta tolong kepada ayah untuk
mengantarku sampai di stasiun Klaten karena dari situlah aku bisa naik bus. Bus
yang kutunggu-tunggu tidak langsung datang menghampiri. Ternyata lebih membutuhkan banyak waktu dari pada naik kuda merahku,
batinku. Setelah beberapa menit akhirnya bus jurusan Solo-Yogya pun akhirnya
datang juga.
Sambil
berpamitan dengan ayah, aku pun langsung naik ke dalam bus. Suasana bus yang
tidak terlalu penuh oleh penumpang sehingga aku masih mendapatkan tempat duduk.
Aku lantas mengambil tempat duduk bersebelahan dengan seorang ibu. Nampaknya seorang diri, pikirku.
Secara
tiba-tiba sang ibu bertanya kepadaku,” Ke Yogya? Kuliah ya?”
“Iya
Bu,”jawabku dengan singkat, padat dan jelas.
Setelah
itu suasanapun menjadi hening kembali kecuali suara bus yang menderu-deru
memecah kepadatan jalan. Selain itu beberapa pengamen bergantian keluar masuk
bus dengan niatan menghibur penumpang selain sekadar mencari nafkah. Dari
sekian pengamen ada pengamen perempuan. Kelihatannya masih muda, namun sayang
penampilannya tidak terawat. Dia lantas mendendangkan sebuah lagu. Lagu dangdut
yang aku tidak hafal judulnya tetapi tidak asing di telinga.
Secara
spontan ibu yang duduk di sebelahku berkomentar terkait lagu dangdut yang
sedang dinyanyikan,” Lha kok yo pas
banget karo nasibku saiki???” Berbicara dengan logad jawa
yang nampaknya sudah fasih, namun dilihat dari raut mukanya seperti orang luar
jawa.
Aku
pun memberanikan diri untuk ngobrol dengan sang ibu,”Ibu asalnya mana?”
”Jambi
mbak, tapi bojoku wong Prambanan. Aku
lagi wae pisah cerai karo bojoku,
ditinggal selingkuh neng Semarang. Padahal wis duwe anak telu mbak, bayangno...,” ternyata sang ibu baru saja
mengalami pengalaman pahit dalam kehidupan rumah tangganya. Secara perlahan air
mata pun meleleh membasahi kedua matanya. Apa
yang mesti kulakukan?, batinku. Ingin rasanya aku menghibur sang ibu, namun
bingung bagaimana caranya. Akhirnya aku hanya bisa menyodorkan tissue, setidaknya bisa menghapus air
mata yang terlanjur jatuh.
Kok yo lagumu kuwi nyindir aku tenan ta
mbak?” sang ibu kembali berkomentar terkait lagu yang dinyanyikan oleh
pengamen perempuan itu. Aku mencoba mendengarkan dengan saksama. Ternyata benar
lagu itu memang menceritakan tentang perpisahan antara suami dan istri,
sedangkan pihak istri merasa sangat tersakiti dengan perbuatan yang telah
dilakukan suami. Pantas jika sang ibu semakin deras air mata yang mengucur ke
pipinya dikarenakan lagu yang ia dengarkan sesuai dengan apa yang baru saja
dialaminya.
Andai saja aku bisa melakukan sesuatu agar
ibu itu tidak larut dalam kesedihan, batinku. “Aku saiki lagi arep memperjuangkan hak anakku mbak. Ben bojoku ora sewenang-wenange dhewe
ninggalke ngono wae. Anakku berhak entuk
penghidupan sing layak,”ujar sang
ibu.”Inggih Bu,” komentarku secara
singkat karena bingung mau menanggapi bagaimana lagi. Dalam hati aku hanya bisa
berdo’a,”Ya Allah, tabahkanlah ibu ini,
berikanlah jalan keluuar yang terbaik untuk menyelesaikan permasalahannya.”
Tidak terasa bus sudah memasuki kawasan Prambanan. Tanpa berkata-kata kepadaku,
sang ibu langsung turun dari bus dan leenyap dari pandangan mataku. Semoga ada
hikmah yang bisa kupetik dari sebuah perjalanan yang tidak biasa kulakukan
dengan naik bus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar