Selasa, 11 Juni 2013

Pendidikan Karakter Perlu Dukungan


Presented by Kareen el-Qalamy


Sekarang ini, pendidikan sudah termasuk kebutuhan primer. Semua kalangan – tidak hanya bagi mereka yang menengah ke atas – tentu memerlukan pendidikan. Masyarakat sangatlah meyekini bahwasannya melalui pendidikanlah jalan satu-satunya untuk lebih memanusiakan manusia.
            Konteks pendidikan di sini sangatlah luas. Tidak hanya sebatas pada tataran di sekolah saja. Keluarga dan lingkungan masyarakat juga bisa menjadi fasilitas pendidikan. Pendidikan terbagi menjadi tiga macam: pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan non formal. Pendidikan informal tidak lain yaitu pendidikan yang dilakukan sejak anak di dalam kandungan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya alias pendidikan yang dilakukan di dalam keluarga (lingkup kecil). Pendidikan formal pendidikan yang dilakukan di bangku-bangku sekolah. Sedangkan, pendidikan non formal yaitu pendidikan yang dilakukan oleh instansi-instansi di luar sekolah, contohnya Lembaga Pelatihan Kerja (LPK), Bimbingan Belajar/les dll.
            Dunia pendidikan Indonesia saat ini masih mengedepankan aspek kognitif. Baru sebatas pada peningkatan dari segi kuantitas, salah satunya adalah nilai. Belum mencangkup aspek yang lain diantaranya masih ada aspek afektif dan psikomotorik. Kalaupun hanya mencangkup satu aspek saja itu tidak adil karena manusia diberi kelebihan oleh Allah berbeda-beda/tidak hanya pada satu aspek.  Hal itu mengakibatkan lahirnya generasi yang hanya cerdas di intelektualnya. Padahal manusia tidak hanya cukup cerdas secara intelektual saja, namun juga harus cerdas secara emosi dan hati.
            Berdasarkan pengamatan selama ini terhadap kelemahan sistem pendidikan yang ada, munculnya istilah,”Pendidikan Karakter”. Pendidikan yang tidak hanya memperhatikan aspek kognitif tetapi sekaligus mengakomodir aspek yang lain. Pendidikan karakter selain mengasah kecerdasan intelektual juga mengasah kecerdasan perilaku atau akhlak. Jadi, diharapkan melalui pendidikan karakter inilah terlahirnya generasi cerdas dan humanis.
            Namun, ada beberapa hal yang perlu dijadikan evaluasi pada tataran aplikatif. Bahwa sejatinya mereka yang mengamalkan pendidikan karakter ini tidak hanya mereka-mereka yang nota bene civitas akademik atau orang-orang yang memang menekuni dunia pendidikan. Akan tetapi diperlukan partisipasi dari semua kalangan agar pendidikan karakter ini terlihat output yang diharapkan.
            Salah satunya partisipasi dari para insan media. Masyarakat bisa menilai tayangan-tayangan yang disuguhkan melalui media cetak maupun elektronik setidaknya belum selaras dengan pendidikan karakter yang diusung. Pendidikan karakter mengusung nilai-nilai budi pekerti yang luhur. Hal ini berbanding terbalik dengan nilai-nilai yang ditayangkan media. Prosentase tayangan media yang mengandung unsur pendidikan khususnya berkaitan dengan nilai budi pekerti masih sangatlah minim. Malahan yang paling banyak berkaitan dengan hiburan dan penanaman budaya Barat yang jelas-jelas sangatlah bertentangan dengan nilai-nilai kesopanan. Salah satu contohnya sekarang ini di sekolah-sekolah mulai diberlakukannya seragam sekolah mengenakan rok panjang, namun di sisi lain peserta didik disuguhi tontonan yang mengumbar aurat dan syahwat.
            Oleh sebab itu diperlukan kerja sama yang sifatnya integratif agar pendidikan karakter dapat terealisasi sebagaimana mestinya. Tanpa adanya pihak yang dirugikan karena ini demi kebaikan bersama dan demi masa depan anak cucu. Bisa dibayangkan jika kita meninggalkan generasi yang bobrok secara moral walaupun cerdas intelektualnya. Hal itu akan percuma bahkan menimbulkan kerugian bagi semua. Sebaik-baik generasi adalah generasi yang memikirkan dan mempersiapkan generasi yang lebih baik di masa mendatang
           
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar