Rabu, 13 Maret 2013

Sindrome Skripsi



Presented by Kareen el-Qalamy


Skripsi, tentu sebuah kata bagi civitas pendidikan tidak asing lagi – bahkan bisa membuat bulu kuduk berdiri – terutama bagi mereka yang bertitel,”Mahasiswa”. Bukan sembarang mahasiswa, karena mahasiswa yang pasti bertemu dengan yang namanya skripsi adalah mahasiswa setingkat S1 dan sudah memasuki semester akhir.
            Bagi mahasiswa yang sudah memasuki semester akhir nampaknya harus waspada dengan yang namanya sindrome skripsi ini. Sindrome skripsi ini bisa menyerang semua tipe mahasiswa. Dari mahasiswa yang bertipe kupu-kupu (kuliah-pulang), organisatoris, pekerja, bahkan akademis.
            Mahasiswa yang bertipe organisatoris terkadang menganggap remeh gejala sindrome skripsi. Salah satu gejalanya yaitu bersifat,”melenakan”. Kalau penderita dari awal tidak segera menyadari bahwa dirinya terserang sindrome skripsi, dia akan merasa dirinya enjoy saja – padahal sindrome tersebut mulai menggerogoti pikirannya – untuk tidak segera mengerjakan dan menyelesaikan skripsi alias menunda-nunda. Ini baru sebatas satu jenis gejala.
            Sedangkan mahasiswa yang bertipe akademisketika terserang sindrome skripsi, mereka akan merasakan gejala yang berbeda pula. Mereka cenderung memfokuskan diri  untuk segera menyelesaikan skripsi. Hal ini tentu sangat baik karena pertanda semakin cepat menyelesaikan masa studinya.
            Lain hal lagi jika sindrome skripsi ini menyerang mahasiswa yang notabene aktivis dakwah. Mereka justru berpotensial sekali mengalami salah satu dari dua gejala tersebut. Padahal aktivis dakwah dituntut untuk menyeimbangkan antara organisasi dan akademis Namun, setidaknya gejala pertama masih tergolong ringan jika dibandingkan dengan gejala yang kedua.
Kalau sampai gejala kedua menyerang aktivis dakwah, hal tersebut akan berefek kepada aktivitas dakwahnya atau amanah yang diembannya. Karena dia lebih mementingkan mengerjakan skripsi dan amanah di organisasi menjadi terbengkalai. Fenomena seperti ini sama saja mendzolimi amanah. Mendzolimi amanah sama halnya mendzolimi orang banyak  Padahal seharusnya bukan seperti itu. Sindrome skripsi dengan gejala seperti ini dalam dalam jangka panjang akan sangat berbahaya karena akan berdampak pada kehidupan sosialnya. Bisa-bisa mereka lebih mementingkan urusan yang bersifat keduniawian dari pada urusan yang membawa manfaat bukan sekadar duniawi saja tetapi juga akhirat.
Oleh sebab itu, siapapun mahasiswa yang merasakan adanya gejala baik itu yang pertama atau yang kedua, hendaknya segera mengambil langkah preventif dan pengobatan agar kondisinya tidak semakin kronis. Muhasabah dan mengatur kembali schedule yang ada biar lebih seimbang antara proses penyelesaian skripsi dengan amanah di organisasi. So, tidak ada yang terdzolimi antara keduanya (skripsi dan amanah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar