Presented by Kareen el-Qalamy
Skripsi,
tentu sebuah kata bagi civitas pendidikan tidak asing lagi – bahkan bisa
membuat bulu kuduk berdiri – terutama bagi mereka yang bertitel,”Mahasiswa”. Bukan
sembarang mahasiswa, karena mahasiswa yang pasti bertemu dengan yang namanya
skripsi adalah mahasiswa setingkat S1 dan sudah memasuki semester akhir.
Bagi mahasiswa yang sudah memasuki
semester akhir nampaknya harus waspada dengan yang namanya sindrome skripsi ini.
Sindrome skripsi ini bisa menyerang semua tipe mahasiswa. Dari mahasiswa yang
bertipe kupu-kupu (kuliah-pulang), organisatoris, pekerja, bahkan akademis.
Mahasiswa yang bertipe organisatoris
terkadang menganggap remeh gejala sindrome skripsi. Salah satu gejalanya yaitu
bersifat,”melenakan”. Kalau penderita dari awal tidak segera menyadari bahwa
dirinya terserang sindrome skripsi, dia akan merasa dirinya enjoy saja – padahal sindrome tersebut
mulai menggerogoti pikirannya – untuk tidak segera mengerjakan dan
menyelesaikan skripsi alias menunda-nunda. Ini baru sebatas satu jenis gejala.
Sedangkan mahasiswa yang bertipe
akademisketika terserang sindrome skripsi, mereka akan merasakan gejala yang
berbeda pula. Mereka cenderung memfokuskan diri untuk segera menyelesaikan skripsi. Hal ini
tentu sangat baik karena pertanda semakin cepat menyelesaikan masa studinya.
Lain hal lagi jika sindrome skripsi
ini menyerang mahasiswa yang notabene aktivis dakwah. Mereka justru
berpotensial sekali mengalami salah satu dari dua gejala tersebut. Padahal aktivis
dakwah dituntut untuk menyeimbangkan antara organisasi dan akademis Namun,
setidaknya gejala pertama masih tergolong ringan jika dibandingkan dengan
gejala yang kedua.
Kalau sampai gejala kedua menyerang aktivis dakwah,
hal tersebut akan berefek kepada aktivitas dakwahnya atau amanah yang
diembannya. Karena dia lebih mementingkan mengerjakan skripsi dan amanah di
organisasi menjadi terbengkalai. Fenomena seperti ini sama saja mendzolimi
amanah. Mendzolimi amanah sama halnya mendzolimi orang banyak Padahal seharusnya bukan seperti itu. Sindrome
skripsi dengan gejala seperti ini dalam dalam jangka panjang akan sangat
berbahaya karena akan berdampak pada kehidupan sosialnya. Bisa-bisa mereka lebih
mementingkan urusan yang bersifat keduniawian dari pada urusan yang membawa
manfaat bukan sekadar duniawi saja tetapi juga akhirat.
Oleh sebab itu, siapapun mahasiswa yang merasakan
adanya gejala baik itu yang pertama atau yang kedua, hendaknya segera mengambil
langkah preventif dan pengobatan agar kondisinya tidak semakin kronis. Muhasabah
dan mengatur kembali schedule yang
ada biar lebih seimbang antara proses penyelesaian skripsi dengan amanah di organisasi.
So, tidak ada yang terdzolimi antara keduanya (skripsi dan amanah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar