Presented by Kareen el-Qalamy
Allahu
Akbar....Allahu Akbar....Allahu Akbar
Lantunan suara takbir menggema di seantero
jagad raya ini menjelang malam hari raya Idul Adha. Seketika itu juga ingatan
langsung tertuju pada suatu kisah yang sarat akan makna. Sungguh sangat
menyentuh kalbu bagi siapa saja yang memang benar-benar menghayatinya.
Mengapa tidak, apabila dipikir
menggunakan akal sehat, mana ada seorang bapak tega-teganya akan menyembelih
anaknya sendiri? Sang anak yang jelas-jelas ingin disembelih juga bukannya lari
menyelamatkan diri malah mendukung seratus persen perbuatan yang akan dilakukan
oleh ayahnya itu. Ya, itulah kisah antara Nabi Ibrahim dengan anaknya, Nabi
Ismail. Mereka ikhlas menjalankan perintah Allah walupun itu sangat berat.
Dari kisah tersebut, manusia
dituntut untuk mengambil pelajaran sebanyak-banyaknya. Terutama dengan satu
kata,’ikhlas’. Iya, ikhlas. Kata iu sering terdengar di dalam kehidupan
sehari-hari karena sudah menjadi kebiasaan setiap manusia dengan mudah
mengucapkan kata itu.
Memang sangat sederhana untuk diucapkan, namun
dibalik itu untuk mengaplikasikannya dalam keseharian tidaklah mudah. Sangat membutuhkan
tidak sedikit pengorbanan. Karena dengan pengorbanan itulah menjadi salah satu
tolak ukur apakah sudah ikhlas atau belum.
Mengorbankan segala hal tentunya. Pengorbanan harta,
waktu, tenaga, pikiran bahkan sampai tetesan darah keluar dari dalam tubuh. Terutama
pengorbanan dalaam hal-hal yang sangat disukai. Tentu itu membutuhkan usaha yang
sarat akan perjuangan. Perjuangan melawan nafsu diri pribadi khususnya. Dimana diri
pribadi secara otomatis akan timbul rasa berat hati untuk melepaskan sesuatu
apalagi sesuatu itu adalah hal yang sangat disukai.
Itulah esensi dari momen Idul Adha. Idul Adha
mengajarkan manusia untuk bisa bersikap ikhlas. Ikhlas berkorban dalam bentuk
hewan ternak karena hewan ternak merupakan salah satu kesenangan hidup di dunia
(Tercantum dalam Q.S Al-Imran (3) :14). Sekaligus Allah akan menguji sekiranya
hamba manakah yang bisa menjalani kurban dengan rasa ikhlas.
Karena sudah tentu menjadi hal yang lumrah jika
timbul rasa berat hati ketika ingin berkurban. Namun disaat rasa berat hati
bisa dilawan dengan rasa ikhlas, maka gelar ketakwaan akan diraih perlu diperhatikan juga bahwa bukan darah dan
daging yang akan sampai kepada Allah, tetapi hanya keimanan dan ketakwaan dari
seorang hamba saja.
Berkurban
selain melatih keikhlasan juga sekaligus menguji sudah seberapa besar rasa kepedulian terhadap sesama muslim, dengan
mengikhlaskan sebagian rezeki berupa hewan ternak untuk dibagikan kepada mereka
yang membutuhkan. Oleh sebab itu momen-momen seperti ini sangat sayang apabila
dilewatkan begitu saja. Mari berlomba-lomba mencurahkan kepedulian terhadap
sesama karena semua umat muslim bersaudara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar