By Kareen el-Qalamy
Allah memang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. Itulah yang terbersit dalam benakku di suatu ketika merenungi segala
apa yang terjadi dan apa yang aku miliki selama ini. Semua kesempatan dan
segala fasilitas yang aku punya, setiap orang belum tentu memilikinya juga.
Mengapa tidak, kesempatan mengenyam pendidikan sampai dengan Perguruan Tinggi,
fasilitas-fasilitas dari yang berupa kebutuhan primer sampai kebutuhan tersier
tercukupi. Inilah yang menjadi alasan tumbuhnya rasa syukur yang semakin subur.
Namun
suatu ketika Allah juga menunjukkan keadilannya. Semua kesempatan dan fasilitas
yang aku miliki tidak serta merta dapat aku rasakan selamanya. Ada saatnya
salah satu diantaranya hilang atau rusak. Karena segala yang ada hanyalah
titipan dari Allah dan Allah berhak untuk mengambilnya, kapanpun jika Allah
berkehendak.
Seperti
itulah yang pernah terjadi di dalam kehidupanku. Merasakan bagaimana rasanya
kehilangan barang yang selama ini mempermudah gerak langkah kemanapun aku mau.
Sepeda motor, iya barang itu sempat menghilang dalam keseharianku. Dan
hari-hari tanpa sepeda motor merupakan bentuk perjuangan yang tidak mudah.
Karena mau tidak mau dipaksa untuk berpikir bagaimana caranya pergi ke suatu
tempat walaupun terkadang menempuh jarak yang jauh.
Namun
aku tidak putus asa, banyak jalan menuju Roma. Setiap kesulitan pasti ada
kemudahan, aku berusaha membuat diri ini tegar menjalaninya. Yang biasanya
keinginan pergi ke suatu tempat tinggal tancap gas saja, untuk kali ini harus
memutar otak terlebih dahulu. Sering muncul dua cara, entah itu mencari boncengan
teman atau menaiki sarana transportasi umum yang aku sebut dengan trans yogya.
Alhamdulillah kemudahan-kemudahan masih bisa aku jumpai.
Sepertinya ada saja pertolongan Allah datang menghampiri hamba-Nya. Menuju
tempat perkuliahan dengan membonceng seorang teman asrama, walaupun nantinya
harus membawa helm kemana-mana. Tetapi itu merupakan kemudahan yang patut untuk
disyukuri. Saat jam kuliah selesai, pasti memikirkan bagaimana caranya diri ini
untuk pulang. Kalaupun ada teman yang mau aku boncengi tak masalah buatku.
Namun ketika boncengan yang diharapkan tidak ada, apa boleh buat menaiki trans
yogya menjadi alternatif selanjutnya.
Suatu
saat mengawali hari dengan menjalani rutinitas seperti biasanya. Di pagi hari
bertanya ke teman-teman asrama kira-kira siapa yang mau berangkat di jam yang
sama denganku. Kalaupun tidak ada terkadang membonceng salah satu teman kelas
yang kebetulan rute rumahnya melewati asramaku.
Sesampainya
di kampus kembali dengan menenteng helm ke dalam fakultas lalu aku titipkan di pos
satpam walaupun sebenarnya itu bukan tempat penitipan helm. Akan tetapi aku
pasrahkan kepada Allah dan itu yang membuatku tenang. Seharian penuh berkutat
dengan mata kuliah yang memang sesuai dengan program studi yang aku geluti.
Tidak
terasa tibalah waktu di sore hari yang mengakhiri semua aktivitas perkuliahan.
Namun bukan berarti itu menjadi pertanda bahwasannya bisa segera pulang menuju
asrama. Ternyata selesainya kegiatan perkuliahan, masih ada agenda rapat
organisasi yang menanti. Rutin setiap minggu ada saja agenda rapat organisasi
minimal satu kali, terkadang lebih dari satu kali. Mau tidak mau hari ini pulang malam lagi. Tentu sudah tidak adanya
teman yang bisa aku boncengi. Jalan terakhir yang bisa kutempuh yaitu dengan
naik trans, iya naik trans yogya.
Tidak
terasa adzan Maghrib berkumandang. Rapat telah usai, akan tetapi aku tidak bisa
langsung menuju shelter tempat
pemberhentian trans yogya. Kebutuhanku harus aku tunaikan terlebih dahulu,
sholat Maghrib berjamaah di masjid kampus. Suasana gelap telah menyelimuti
semua yang ada. Yang tertinggal hanyalah kilatan lampu yang bersahut-sahutan.
Setelah
kebutuhan aku penuhi, tak lupa diakhiri dengan sholat rawatib. Bersiap-siap untuk pulang menuruni tangga masjid kampus berjalan
menyusuri trotoar menuju shelter.
Nuansanya begitu sunyi senyap. Bahkan hampir tidak ada pejalan kaki, yang ada
hanyalah pengguna sepeda motor. Perasaan takut semakin menyelimuti hatiku.
Lantas aku mencoba untuk berdzikir dan mengulang-ulang kembali beberapa hafalan
surat yang sudah kuhafal untuk mengusir rasa takut sekaligus agar memberi
ketenangan hati.
Beberapa
menit berjalan, sampailah di pertigaan jalan raya Yogya-Solo. Dari kejauhan aku
melihat trans yang biasanya menjadi langgananku, jalur 1B berhenti tepat di
depan shelter. Tetapi masih sempat
tidak aku mengejarnya? Sepertinya tidak bisa, karena aku harus berusaha untuk
menyeberangi jalan raya yang sangat padat oleh lalu lalang kendaraan baik itu
yang beroda empat maupun yang beroda dua. Ya sudahlah, mau tidak mau harus
mengikhlaskan trans langgananku melenggang pergi, lalu menunggu beberapa menit
sampai trans dengan jalur yang sama datang. Tidak mengapa, untuk menguji
kesabaranku.
Kuamati
terus menerus trans yang berhenti, sepertinya aneh. Trans tersebut tidak
seperti biasanya berhenti agak lama di shelter
dan tidak segera berjalan kembali. Ya Allah masih sempat tidak diriku
menaikinya. Dan Alhamdulillah dengan
cepat aku bisa menyeberangi jalan raya. Sang petugas shelter akhirnya mengetahui bahwasannya masih ada penumpang yang
ingin naik trans. Akhirnya beliau memberikan kode kepada supir trans untuk
menungguku untuk segera memasuki trans.
Alhamdulillah akhirnya aku bisa segera
sampai di kos. Allah memang Maha Mendengar apa yang dinginkan dan apa yang
dialami oleh hamba-Nya sehingga Allahlah yang menahan beberapa saat agar trans
tersebut tidak segera berjalan dan aku tidak kemalaman sampai di kos. Kalau
kita sering mengingat Allah, maka Allah
juga akan mengingat kita dengan selalu mendengar apa yang kita pinta. Ingatlah
Allah kapan pun dan dimana pun kita berada.