Selasa, 29 November 2011

Mempertanyakan Eksistensi Listrik

By : Kareen el-Qalamy

Kemajuan teknologi dan informasi di era modern ini menyebabkan barang-barang elektronik banyak bermunculan. Semua itu diciptakan bertujuan untuk meringankan dan membantu pekerjaan manusia. Semua pekerjaan manusia yang dulunya sangat berat dilakukan, sekarang menjadi sangatlah mudah. Itu berkat bantuan dari munculnya berbagai alat elektronik.
Sebagai contoh sebelum adanya mesin cuci, sekarang tinggal menekan tombol saja sambil duduk manis pakaian kotor seketika itu juga langsung bersih. Bahkan langsung kering tinggal dijemur. Dan masih banyak aktivitas manusia yang terbantukan karena adanya alat elektronik.
Di satu sisi memang alat elektronik tersebut mendatangkan banyak manfaat keuntungan bagi manusia. Selain meringankan dan membantu pekerjaan manusia, munculnya alat elektronik tersebut tidak sedikit yang bisa menyelesaikan pekerjaan manusia. Selain menghemat waktu sekaligus menghemat tenaga dan biaya. Manusia semakin dimanjakan dengan keberadaan alat-alat elektronik tersebut.
Tetapi di sisi lain juga tidak bisa terlepas dari efek negatif yang ditimbulkan oleh munculnya barang elektronik. Karena kalau kita amati usia manusia zaman sekarang lebih pendek dibandingkan dengan usia manusia zaman dulu. Hal tersebut salah satu faktor penyebabnya adalah adanya barang elektronik. Semakin manusia dimanjakan dengan keberadaan alat elektronik maka timbulah rasa malas sehingga menyebabkan maraknya gaya hidup serba instan. Tidak perlu bersusah payah tetapi hasil maksimal jelas-jelas bisa diraih. Hal tersebut berefek pada kesehatan tubuh dengan munculnya berbagai macam penyakit.
Efek lain yang ditimbulkan adalah alat elektronik tersebut tentu tidak bisa terlepas dari yang namanya tenaga listrik dalam pengoperasiannya. Memang ada juga alat elektronik tanpa listrik dengan menggunakan baterai sebagai sumber energi. Tetapi itu hanya alat elektronik tertentu dan baru sedikit jumlahnya.
Padahal kalau dicermati persediaan tenaga listrik di Indonesia masih sangat terbatas. Buktinya masih ada daerah-daerah yang belum bisa menikmati fasilitas listrik. Mereka mau tidak mau menggunakan lampu minyak sebagai penerangan di malam hari. Sungguh sangat ironis memang apalagi daerah yang belum terjangkau listrik tersebut merupakan daerah yang sangat berdekatan dengan sumber pembangkit listrik. Terbatasnya ketersediaan sumber daya listrik karena sebagian besar wilayah di Indonesia masih mengandalkan air sebagai tenaga pembangkit listrik.
Padahal di beberapa negara berkembang lainnya sudah menggunakan alternatif tenaga nuklir sebagai sumber pembangkit listrik. Salah satu kelemahan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) ketika musim kemarau tiba, berkurangnya volume air yang tersedia di darat. Untuk pengairan tanaman pertanian saja tidak mencukupi apalagi sebagai salah satu tenaga pembangkit listrik yang membutuhkan ketersediaan volume air yang lebih banyak.
Hal tersebut menyebabkan pasokan listrik ke beberapa daerah berkurang sehingga sering terjadi listrik padam secara tiba-tiba. Menjadi salah satu kebijakan pemerintah agar sedikitnya pasokan listrik di musim kemarau dapat dinikmati oleh semua masyarakat, tanpa ada pihak yang dirugikan yaitu dengan menetapkan kebijakan tentang pemadaman listrik secara bergilir. Kebijakan tersebut ternyata belum bisa menyelesaikan permasalahan yang ada tetapi malah menimbulkan permasalahan yang lain, salah satunya sektor usaha perekonomian yang mengandalkan listrik sebagai modal utama merasa dirugikan.
Tidak hanya para pengusaha tetapi juga masyarakat pada umumnya. Mereka rela membayar tarif dasar listrik yang sebelum-sebelumnya mengalami kenaikan tetapi pelayanan yang mereka dapatkan tidaklah sebanding. Terbukti listrik masih sering padam, padahal uang yang mereka keluarkan untuk membayar tagihan listrik tidaklah sedikit. Sehingga timbul rasa jengkel masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak memihak terhadap rakyatnya.
Sah-sah saja jika rasa jengkel tersebut masyarakat lampiaskan dengan munculnya fenomena keterlambatan dalam hal membayar tarif listrik. Kalau masyarakat sudah malas untuk membayar listrik mau jadi apa kondisi bangsa ini nanti? Padahal listrik adalah salah satu aspek penopang pertumbuhan perekonomian di setiap negara. Perlu adanya evaluasi dari berbagai pihak untuk menyelesaikan permasalahan ini. Tidak lantas mengkambinghitamkan pemerintah tetapi semuanya harus berbenah diri kira-kira uang hasil pembayaran tarif listrik itu lari kemana. Karena jelas-jelas tidak adanya perbaikan dari segi kualitas.
Masyarakat hanya menginginkan pelayanan yang sebanding dengan biaya yang telah mereka keluarkan untuk bisa menikmati fasilitas listrik yang disediakan oleh negara. Lantas dimana urgensi dari salah satu butir yang terkandung dalam Pancasila yaitu sila ke-lima yang bunyinya,”Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” jika pemerataan tersebut belum bisa dirasakan sepenuhnya oleh seluruh rakyat Indonesia. Salah satu caranya dengan segera memperbaiki kualitas agar kepercayaan rakyat terhadap pemerintah tidak semakin luntur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar