Sabtu, 11 Juni 2011

Ramadhan yang Dinanti

Kareen el-Qalamy

Ramadhan oh Ramadhan…
Kemuliaan yang terpancar, menerangi di setiap sudut kehidupan. Tidak ada yang luput dari pancaran sinarnya. Kedamaian, ketentraman dan ketenangan. Penuh limpahan pahala, curahan keberkahan, luasnya samudra ampunan, dibuka selebar-lebarnya pintu surga dan dikunci serapat-rapatnya pintu neraka.
Sungguh beruntung sekali mereka yang masih diberi kesempatan untuk bertemu. Apa lagi kalau bukan bertemu dengan bulan Ramadhan. Memang, Allah Maha Luas Kasih Sayang-Nya kepada hamba-Nya. Mengkaruniakan bulan suci ini. Tentu bagi bagi mereka, orang-orang yang beriman sangat mendambakan saat-saat pertemuan dengan bulan Ramadhan.
Tidak terasa hampir mendekati.Sangat cepat terasa, tetapi juga sangat lama. Tiba-tiba bulan Ramadhan sebentar lagi menyambangi kita. Namun, kalau dirasa-rasa ternyata masih lama juga. Ingin rasanya diri ini segera bertemu. Bahkan, selalu memohon untuk diberi kesempatan walaupun untuk yang terakhir kalinya. Menggunakan kesempatan yang diberi sebaik mungkin. Meningkatkan kualitas dan kepribadian diri. Meraih ketakwaan.
Disebabkan banyak sekali kenangan manis di dalamnya. Saat-saat indah bersama teman-teman. Berlomba-lomba memperoleh pundi-pundi pahala. Dan yang lebih penting lagi adalah mendapatkan derajat takwa. Amalan-amalan surgawi dengan ringan tanpa adanya berat hati senantiasa dilakukan. Setiap detik, setiap menit, bahkan setiap jam yang berlalu. Tidak pernah alpa untuk terus memperbanyak ibadah
Semuanya terasa sangat ringan. Bahkan, terpenuhinya beberapa targetan, semakin menambah ghirah dakwah ini. Maka, jangan sekali-kali meremehkan dan bahkan menyia-nyiakan kehadiran bulan Ramadhan. Sangatlah merugi bagi mereka-mereka yang di saat itu juga bertemu dengan Ramadhan, tetapi hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja.
Berpuasa, tilawah, tadarus, pengajian dan lain-lain. Serentetan ritual yang wajib ada di bulan Ramadhan semakin menambah semarak. Apalagi melihat semangat pemuda dan remaja di desaku. Berbondong-bondong memperebutkan obralan janji dari-Nya. Janji di sini sangatlah berbeda apabila dibandingkan dengan janji yang terucap oleh lisan makhluknya, manusia. Camkan baik-baik bahwasannya Allah tidak pernah menyalahi janji-Nya. Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk tidak mempercayai-Nya.
Di setiap perjalanan bertemu dengan bulan Ramadhan meninggalkan kesan yang begitu sangat mendalam. Adanya kemauan untuk melaksanakan puasa kumulai ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 4. Rasa bangga menyeruak, apalagi ketika aku dapat melaksanakan puasa full secara satu bulan. Dan satu lagi yang membuatku tak henti-hentinya memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah.
Termasuk besarnya cinta Allah kepadaku, ialah menjadikan Ramadhan sebagai perantara. Perantara akan hidayah yang diberikan-Nya kepadaku. Hidayah berupa panggilan untuk melaksanakan kewajibanku sebagai seorang perempuan muslimah pada umumnya. Ya, perintah untuk mengulurkan kain kudung ke dada alias berjilbab. Pada saat diri ini menginjak usia empat belas tahun. Sungguh suatu kenikmatan hidayah yang sangat luar biasa, sangat berharga bagiku. Tidak mengherankan jika di setiap akhir dari sujud-sujudku selalu kupanjatkan doa. Janganlah Engkau cabut nikmat hidayah itu dari sisiku, ya Rabb
Curahan hidayah tersebut tidak serta-merta berjalan mulus. Pastinya ada halangan dan rintangan yang harus kuhadapi. Empat belas tahun usiaku, duduk di bangku pendidikan SMP kelas dua. Sebenarnya niatan untuk berjilbab sudah ada sejak diri ini akan memasuki SMP kelas satu. Namun, cobaan itu pun datang. Setelah kutahu bahwa hanya dua orang perempuan di kelasku yang memakai jilbab. Serta-merta nyaliku menciut. Sepele memang, tetapi tidak bisa kupungkiri cobaan tersebut sangat berat.
Belum adanya rasa percaya diri yang terbangun dengan kuat, sehingga hal tersebut berhasil untuk mengurungkan niatku itu. Sampailah di saat-saat hidayah itu datang. Bertepatan di bulan Ramadhan. Rupanya Allah bermaksud memberikan hidayah saat bulan Ramadhan agar semakin mudah diriku untuk menerimanya. Dengan serangkaian kegiatan yang diadakan oleh remaja masjid di desaku, tidak pernah absen diriku untuk selalu mengikutinya
Salah satunya adalah pengajian yang diadakan setiap dua hari sekali di malam Ramadhan. Disertai dengan mendatangkan ustadz yang sudah ahli di bidang agama. Sampailah di suatu malam ketika inti pengajiannya itu adalah berkenaan dengan yang namanya jilbab. Hatiku berdesir lembut seiring dengan isi penyampaian dan gaya penyampaian yang sangat memukau. Langsung serta-merta adanya ‘azzam untuk berjilbab muncul kembali dan semakin kuat saja.
Di keesokkan harinya, kusampaikan niatanku itu kepada kedua orang tuaku. Alhamdulillah, Allah kembali mempermudah jalanku. Orang tuaku mendukung apa-apa yang telah menjadi keputusanku asal tidak menyalahi syariat. Berjilbab ‘kan tidak menyalahi syariat, bahkan diwajibkan bagi muslimah ?
Semenjak itu juga perubahan sedikit demi sedikit secara perlahan kulakukan. Mulai dari menyisihkan dan mengganti baju-baju yang sekiranya belum bisa menutup aurat seluruhnya. Mau tidak mau seragam sekolah yang biasanya kupakai sejak awak masuk SMP harus kuganti dengan seragam jilbab. Ibu yang mengantarkanku ke penjahit.
Hari pertama masuk sekolah dengan penampilan yang sungguh sangat berbeda. Memasuki gerbang pintu masuk SMP, menuntun sepeda ontelku menuju tempat parkir. Melewati pintu ruang kelasku. Beberapa orang teman memandangku dengan ekspresi kaget dan tidak percaya. Sorak sorai teman-teman terdengar ketika kaki ini menginjak memasuki ruang kelas. Sungguh seakan-akan bagaikan mimpi. Akhirnya aku bisa mengenakan pakaian takwa yang selama ini kuinginkan.
Dorongan motivasi tidak henti-hentinya mengalir untukku. Terutama dari teman-teman pengajianku. Rasa nyaman dan damai ketika diri ini memutuskan berjilbab. Seakan semakin dekat dengan Sang Pencipta. Ketenangan seperti inilah yang selama ini kudamba. Dan sekarang telah kurasakan. Semoga ketenangan ini bersifat abadi sampai akhir hayatku. Kumemohon janganlah Engkau cabut hidayah itu dariku. Istiqamahkan dan tegarkan diri ini.
Itulah salah satu dari sekian banyak sweet moment yang pernah kualami di bulan Ramadhan. Ucapan rasa syukur, alhamdulillah senantiasa kuhaturkan. Hidayah yang diberikan, belum tentu orang lain bisa merasakannya. Bahkan, rasa syukur itu bertambah ketika melihat perempuan muslim yang belum diberi hidayah untuk berjilbab. Belum bisa merasakan keutamaan dari berjilbab itu
Akhirnya sampai saat ini ketika usiaku menginjak dua puluh tahun, masih dalam balutan jilbab syar’i. Akan selalu kupertahankan sebagai identitasku sebagai seorang muslimah juga sekaligus menjaga kehormatan dan martabatku. Walaupun sudah enam tahun kulalui, namun tidak menjamin sepi dari ujian dan cobaan. Masih ada salah seorang dari pihak keluarga yang belum berkenan jika aku memakai jilbab. Ada saja pernyataan-pernyataan yang dilontarkan mengenai ketidaksukaan ketika diriku memakai jilbab dan selalu membuat hati ini sakit mendengarnya.
Juga ada beberapa permasalahan yang harus kuhadapi karena mengancam kesucian jilbabku. Masalah itu berkenaan dengan menjaga hati dari perbuatan-perbuatan yang tidak pada tempatnya. Apalagi yang ada hubungannya dengan lawan jenis. Hampir saja terjerumus ke perbuatan yang sangat memalukan apabila dilakukan oleh seorang muslimah (pacaran). Alhamdulillah, Allah masih menyayangiku melalui perantara jilbab yang kukenakan ini. Jelas-jelas perbuatan itu bisa menggadaikan identitas, kehormatan, dan harga diri yang selama ini kujaga dan kupertahankan. Ada rasa malu yang sangat teramat dalam kepada jilbabku dan kepada Allah tentunya jika perbuatan tersebut kulakukan.
Terima kasih ya Rabb, Engkau telah memberiku hidayah untuk semakin mendekat kepadamu melalui perantara jilbab ini. Dan hidayah ini Engkau berikan di saat spesial, yaitu bertepatan di bulan Ramadhan. Oh Ramadhan, kehadiranmu sangatlah dan selalu kunanti. Berikanlah kesempatan untukku bertemu dengan Ramadhan walaupun itu Ramadhan terakhir bagiku. Akan kugunakan dan jangan terlewatkan barang sedetik pun untuk meraih derajat takwa di sisimu. Amin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar