Presented by Kareen el-Qalamy
Lama
sekali rasanya jari jemari ini tidak menari di atas key board. Minimal sekadar untuk meluapkan seluruh isi hati atau
ide yang ada di kepala. Mungkin dikarenakan kesibukan lain yang cukup menyita
perhatian, pikiran waktu dan tenagaku, namun aku tidak mau mengkambinghitamkan
apapun itu. Aku ingin menggiatkan kembali aktivitas menulisku yang beberapa
bulan vakum sejenak. Semoga tetap istiqomah menjadi pejuang pena.
Vakum menulis membuat beberapa ide
yang memenuhi pikiranku lewat begitu saja. Tidak sempat tertuang menjadi sebuah
tulisan yang harapannya bisa menginspirasi setiap orang yang membacanya.
Walaupun begitu, aku akan tetap mencoba merangkai ide-ide itu kembali.
Dimulai dari datangnya bulan mulia,
bulan penuh barakah, rahmat dan ampunan yaitu bulan Ramadhan. Sungguh diri ini
sangat bersyukur kepada Allah karena telah mempertemukanku dengan bulan yang
sangat kunanti-nanti kehadirannya. Bulan Ramadhan yang baru beberapa minggu
meninggalkan kita merupakan Ramadhan penuh kesan yang sangat mendalam bagiku.
Karena di bulan Ramadhanlah Engkau mengajarkan aku akan arti perjuangan,
mengajarkan aku akan arti keikhlasan, mengajarkan aku akan arti berserah diri,
mengajarkan aku akan arti berbagi.
Aku
sangat merasakan perjuangan yang sangat luar biasa selama Ramadhan. Tidak salah
jika Ramadhan tahun ini merupakan Ramadhan perjuangan buatku. Mengapa? Di saat
orang lain mencurahkan seluruh jasad, hati dan pikiran untuk bisa khusyuk
beribadah kepada Allah, aku tidak semudah itu. Selain aku harus fokus
beribadah, aku juga dituntut harus fokus dalam penyelesaian studi Magisterku.
Sungguh perjuangan yang sangat berat yang kurasakan saat itu, ditunutu harus
bisa tawazun keduanya, antara ibadah dan studi.
Penyelesaian
studi tidak semata-mata hanya ingin memperoleh nilai bagus dan mendapat gelar
M.Pd, bukan itu. Dibalik penyelesaian studi ada makna mendalam yang memang
harus kuperjuangkan, sehingga aku rela tidak merasakan kebersamaan Ramadhan di
rumah dengan adik, orang tua dan teman-teman di desa. Makna mendalam tersebut
adalah adanya unsur birul walidain di
sana. Aku rela mengorbankan segalanya waktu, tenaga, pikiran dan hati demi
senyuman yang terlukis di wajah orang tuaku yang ingin melihat anaknya
berhasil. Selain itu aku juga tidak ingin menyusahkan orang tuaku lagi. Cukup
ini yang terakhir kalinya aku menyusahkan mereka, atas segala pengorbanan yang
orangtua berikan untukku, demi kebahagiaan anak-anaknya. Sebagai seorang anak,
aku ingin sekali membahagiakan mereka. Akan tetapi sampai sekarang aku merasa
belum bisa melakukan sesuatu yang bisa membuat mereka bahagia, belum bisa
membalas semua pengorbanan mereka, walaupun itu tidak mungkin. Karena
bagaimanapun juga kasih orang tua sepanjang jalan, sedangkan kasih anak hanya
sepanjang galah.
Walaupun
begitu aku tetap ingin berusaha untuk membahagiakan orang tuaku. Minimal dengan
menuruti dan mengabulkan permintaan mereka. Asalkan tidak menyalahi perintah
dan larangan-Nya, hal itu akan selalu kuperjuangkan. Termasuk salah satu
keinginan orang tuaku adalah mereka ingin aku bisa menyelesaikan studi di
semester ini, tepat tiga semester saja. Ramadhan juga merupakan waktu mustajab
terkabulnya doa dengan niat awal penyelesaian studi demi birul walidain-ku, demi baktiku, demi cinta dan sayangku kepada
kedua orang tuaku. Lantunan doa memohon kelancaran dan kemudahan selalu
kupanjatkan. Juga intensitas interaksiku dengan Al-Qur’an semakin kutingkatkan.
Walaupun aku disibukkan dengan penyelesaian studi, lantas tidak mengurangi
semangat ibadahku untuk mendapatkan malam Lailatul
Qodr. Target khatam Qur’an sebanyak dua kali alhamdulillah masih bisa kuraih meskipun tidak lepas dari yang
namanya perjuangan.
Ditambah
berkah Ramadhan yang kurasakan, alhamdulillah
setiap proses yang kulalui serasa semakin dimudahkan oleh Allah hingga
akhirnya aku bisa melalui proses sidang tesis di minggu terakhir Ramadhan. Rasa
haru, senang dan sedih bercampur menjadi satu. Senang dan haru karena akhirnya
aku bisa menjalani sidang tesis dengan hasil yang sangat memuaskan. Sedih karena
mau tidak mau aku harus melewatkan momen i’tikaf
di masjid saat kebanyakan orang berbondong-bondong melakukannya.
Ramadhan
perjuangan, kesan yang kurasakan. Walaupun Ramadhan telah pergi, aku tetap
merindukannya untuk bisa berjumpa kembali. Mungkin dengan kondisi yang masih
sama (single) atau dengan kondisi
berbeda dimana Allah telah mengirimkanku seorang imam yang nantinya bisa
membimbing dan menuntunku untuk bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah, untuk
bisa lebih mencintai Allah. Wallahu’alam.
Mudahkan dan lancarkan proses ini ya Rabb... Aku hanya ingin laki-laki terbaik
menurut pilihan-Mu. Izinkan aku untuk memantaskan diri, mempersiapkan diri dan
untuk memperbaiki diri agar diri ini pantas bersanding dengan hamba-Mu yang
sholih. Karena aku yakin, skenario-Mu yang lebih indah atas setiap hamba-Mu.