Kamis, 03 Juli 2014

Hiruk Pikuk Pemilu 2014






Presented by Kareen el-Qalamy


               
Tahun 2014 merupakan momen spesial bagi bangsa Indonesia. Setelah bulan April berlalu dengan terselenggaranya pemilihan legislatif. Nampaknya suasana belum mereda bahkan semakin memanas saja seiring mendekati hari H pemilihan eksekutif yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden.
            Tanggal 9 Juli, sudah di depan mata. Persaingan kedua pasang calon semakin ketat saja. Memang, pemilu tahun ini berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Dimana hanya ada dua pasang calon saja yang meramaikan bursa pencapresan. Padahal tahun-tahun sebelumnya diramaikan oleh lebih dari dua pasang, bahkan pernah terjadi pemilu presiden ada lima pasang calon.
Di sisi lain juga tidak mengherankan, dikarenakan dilihat dari segi perolehan suara tiap-tiap partai politik hampir sama atau dipukul rata. Hal ini sangatlah jarang terjadi, bahkan partai pemenangpun tidak bisa memenuhi quota target minimal perolehan suara sehingga mau tidak mau harus berkoalisi dengan partai lain agar bisa mencalonkan kadernya untuk bisa duduk di bursa pencalonan presiden.
Dua pasang ini pun jika dilihat dari track record-nya sama-sama kuat. Perolehan suara hasil survei yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survei yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa kedua pasang berpotensial mendapatkan suara yang hampir sama atau sedikit sekali selisihnya. Hal ini memungkinkan terjadinya pemilihan presiden dilakukan tidak hanya satu putaran. Nampaknya membuat masyarakat semakin gemas saja karena ingin segera tahu kira-kira siapakah presiden yang terpilih untuk memimpin Indonesia lima tahun ke depan.
Memanasnya situasi perpolitikan nampaknya berdampak kepada kondisi media-media Indonesia. Entah itu media cetak maupun elektronik, hampir mayoritas  isi pemberitaan yang ada tidak pernah luput dari pemberitaan pemilu. Baik itu safari kampanye yang dilakukan oleh masing-masing pasang calon maupun informasi terkait persiapan – yang dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) – dalam penyelenggaraan pesta rakyat ini.
Dalam pemilu, yang dicalonkan sudah ada, tidak lengkap jika tidak ada pemilihnya. Pemilihnya di sini tidak lain dan tidak bukan yaitu masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia harus antusias menyambut pemilu ini. Maka sudah tidak zamannya lagi kata-kata’golput’. Karena pemilu ini sangatlah penting, walaupun hanya lima menit bahkan kurang, itulah nantinya yang akan menentukan nasib Indonesia ke depan. Jika kita acuh, cuek dan paling buruknya lagi ‘golput’ apakah masih pantas disebut sebagai muslim?
Seorang muslim yang mempunyai karakteristik syamil, dalam hal ini tidak memilah-milah dan mau menerima semua ajaran Islam dari berbagai bidang, disebut juga ‘syumuliatul Islam’. Jadi Islam tidak hanya sebatas di masjid saja. Tetapi juga mencangkup bidang pemerintahan dan bernegara. Sehingga menciptakan pemerintahan islam merupakan suatu keniscayaan yang harus selalu diperjuangkan. Dalam buku Manhaj Haroki karangan Syaikh Munir Muh. Al-Ghadban salah satu pondasi yang dibangun oleh Rasulullah ketika hijrah dan salah satu tahapan/periodisasi dakwah yaitu mendirikan negara.
Oleh sebab itu, seorang muslim tentu tidak rela ketika kepemimpinan nantinya jatuh ditangan orang yang mengancam atau bahkan tidak melindungi sama sekali hak dan kepentingan umat Islam. Juga setelah pemimpin terpilih, tidak ada masyarakat di daerah tertentu merasa dirugikan. Maka menjadi seorang muslim sekaligus pemilih, haruslah cerdas, cerdas dalam menentukan pilihan nantinya. Memilih pemimpin yang cerdas, itulah tolak ukur suatu masyarakat dikatakan cerdas pula. Jadi tunggu apalagi, pertimbangkan sebaik mungkin sebelum memilih. Tidak asal ikut-ikutan tetapi juga harus mencari informasi sebanyak-banyaknya dan jangan mudah terpercaya oleh pemberitaan yang terjadi khususnya kampanye hitam. Masyarakat cerdas, wajib memilih pemimpin yang cerdas pula agar dapat membawa perubahan bangsa Indonesia menjadi lebih baik lagi. Indonesia harus bangkit, bangkit menyongsong perubahan yang lebih baik dari sebelumnya. Karena apabila suatu bangsa yang hari esok lebih baik kondisinya daripada hari ini, itulah bangsa yang beruntung
Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi. Mulai dari diri sendiri, saat ini dan yang paling kecil. Yang paling kecil di sini adalah pemilu. Walaupun kelihatannya sepele, tetapi jangan dianggap remeh karena pemilu akan berdampak besar bagi perubahan bangsa untuk mencapai negara Baldatun toyyibatun warafun ghafur. Aamiin ya Rabb...











Tidak ada komentar:

Posting Komentar