Presented by Kareen el-Qalamy
Tahun 2014
merupakan momen spesial bagi bangsa Indonesia. Setelah bulan April berlalu
dengan terselenggaranya pemilihan legislatif. Nampaknya suasana belum mereda
bahkan semakin memanas saja seiring mendekati hari H pemilihan eksekutif yaitu
pemilihan presiden dan wakil presiden.
Tanggal 9 Juli, sudah di depan mata.
Persaingan kedua pasang calon semakin ketat saja. Memang, pemilu tahun ini
berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Dimana hanya ada dua pasang
calon saja yang meramaikan bursa pencapresan. Padahal tahun-tahun sebelumnya
diramaikan oleh lebih dari dua pasang, bahkan pernah terjadi pemilu presiden
ada lima pasang calon.
Di sisi lain juga tidak mengherankan, dikarenakan dilihat dari segi
perolehan suara tiap-tiap partai politik hampir sama atau dipukul rata. Hal ini
sangatlah jarang terjadi, bahkan partai pemenangpun tidak bisa memenuhi quota
target minimal perolehan suara sehingga mau tidak mau harus berkoalisi dengan
partai lain agar bisa mencalonkan kadernya untuk bisa duduk di bursa pencalonan
presiden.
Dua pasang ini pun jika dilihat dari track
record-nya sama-sama kuat. Perolehan suara hasil survei yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga survei yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa kedua pasang
berpotensial mendapatkan suara yang hampir sama atau sedikit sekali selisihnya.
Hal ini memungkinkan terjadinya pemilihan presiden dilakukan tidak hanya satu
putaran. Nampaknya membuat masyarakat semakin gemas saja karena ingin segera
tahu kira-kira siapakah presiden yang terpilih untuk memimpin Indonesia lima
tahun ke depan.
Memanasnya situasi perpolitikan nampaknya berdampak kepada kondisi
media-media Indonesia. Entah itu media cetak maupun elektronik, hampir
mayoritas isi pemberitaan yang ada tidak
pernah luput dari pemberitaan pemilu. Baik itu safari kampanye yang dilakukan
oleh masing-masing pasang calon maupun informasi terkait persiapan – yang
dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) – dalam penyelenggaraan pesta rakyat
ini.
Dalam pemilu, yang dicalonkan sudah ada, tidak lengkap jika tidak ada
pemilihnya. Pemilihnya di sini tidak lain dan tidak bukan yaitu masyarakat
Indonesia. Masyarakat Indonesia harus antusias menyambut pemilu ini. Maka sudah
tidak zamannya lagi kata-kata’golput’. Karena pemilu ini sangatlah penting,
walaupun hanya lima menit bahkan kurang, itulah nantinya yang akan menentukan
nasib Indonesia ke depan. Jika kita acuh, cuek dan paling buruknya lagi
‘golput’ apakah masih pantas disebut sebagai muslim?
Seorang muslim yang mempunyai karakteristik syamil, dalam hal ini tidak
memilah-milah dan mau menerima semua ajaran Islam dari berbagai bidang, disebut
juga ‘syumuliatul Islam’. Jadi Islam tidak hanya sebatas di masjid saja. Tetapi
juga mencangkup bidang pemerintahan dan bernegara. Sehingga menciptakan
pemerintahan islam merupakan suatu keniscayaan yang harus selalu diperjuangkan.
Dalam buku Manhaj Haroki karangan Syaikh Munir Muh. Al-Ghadban salah satu
pondasi yang dibangun oleh Rasulullah ketika hijrah dan salah satu
tahapan/periodisasi dakwah yaitu mendirikan negara.
Oleh sebab itu, seorang muslim tentu tidak rela ketika kepemimpinan
nantinya jatuh ditangan orang yang mengancam atau bahkan tidak melindungi sama
sekali hak dan kepentingan umat Islam. Juga setelah pemimpin terpilih, tidak
ada masyarakat di daerah tertentu merasa dirugikan. Maka menjadi seorang muslim
sekaligus pemilih, haruslah cerdas, cerdas dalam menentukan pilihan nantinya.
Memilih pemimpin yang cerdas, itulah tolak ukur suatu masyarakat dikatakan
cerdas pula. Jadi tunggu apalagi, pertimbangkan sebaik mungkin sebelum memilih.
Tidak asal ikut-ikutan tetapi juga harus mencari informasi sebanyak-banyaknya
dan jangan mudah terpercaya oleh pemberitaan yang terjadi khususnya kampanye
hitam. Masyarakat cerdas, wajib memilih pemimpin yang cerdas pula agar dapat
membawa perubahan bangsa Indonesia menjadi lebih baik lagi. Indonesia harus
bangkit, bangkit menyongsong perubahan yang lebih baik dari sebelumnya. Karena
apabila suatu bangsa yang hari esok lebih baik kondisinya daripada hari ini,
itulah bangsa yang beruntung
Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi. Mulai dari
diri sendiri, saat ini dan yang paling kecil. Yang paling kecil di sini adalah
pemilu. Walaupun kelihatannya sepele, tetapi jangan dianggap remeh karena
pemilu akan berdampak besar bagi perubahan bangsa untuk mencapai negara Baldatun toyyibatun warafun ghafur. Aamiin
ya Rabb...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar