Rabu, 29 Mei 2013

Getir itu......



Created by Kareen el-Qalamy


Tidak terasa sudah memasuki semester tua. Padahal seperti baru kemarin ikut OSPEK. Aku membuyarkan lamunannya ketika salah seorang temannya datang.
            “Besok datang ya di seminarku....,”seloroh Neni.
            Subhanallah...., cepat sekali kamu Nen...,”ujarku terkejut.
            “Kamu segera nyusul ya.”
            “Aamiin ya Rabb...do’anya Nen.”
            Satu per satu teman-teman kelasku seminar proposal. Senang rasanya, akan tetapi ada rasa cemas juga menyelimuti hatiku. Kira-kira kapan aku bisa menyusul mereka?batinku. terkadang ketika kegelisahan itu datang menghampiri, aku berusaha sekuat tenaga untuk menghibur diri. Salah satunya dengan menyibukkan diri dengan kegiatan lain ketika mengerjakan skripsipun terkadang membuatku bosan.
            Selain mengerjakan skripsi, aku juga masih aktif di organisasi kampus dan menjadi tentor privat matematika bagi siswa sekolah. Bahkan aku memiliki tiga anak yang minta les privat matematika. Dari ketiga anak itu sungguh membuat pengalaman bertemu berbagai karakter anak didik yang unik-unik. Diantaranya ada yang memiliki daya pemahaman yang tinggi, baru diberi penjelasan sedikit saja sudah paham. Ada juga yang termasuk (ABK) Anak Kebutuhan Khusus berjenis Slow Leaner, memerlukan kesabaran dan penanganan khusus ketika memberi penjelasan. Itu disebabkan anak Slow Leaner itu mempunyai IQ di bawah rata-rata anak normal pada umumnya. Ini berefek pada kemampuan belajarnya, diantaranya sulit memahami materi, mudah lupa walaupun sudah diulangi beberapa kali. Alternatif pembelajaran yang bisa kulakukan yaitu dengan berusaha mengkonkretkan materi matematika. menjadi tantangan tersendiri karena sudah jelas bahwasannya sebagian besar materi matematika bersifat abstrak.
            Paling berkesan buatku adalah adik les yang ABK Slow Leaner karena sebagai praktik langsung ketika aku telah mengambil mata kuliah matematika inklusi. Ini sekaligus menjadi bekal jika suatu saat nanti aku mengajar di sekolah inklusi. Apalagi adik lesku ini sudah menginjak kelas VI. Mau tidak mau aku harus berusaha sekuat tenaga mengantarkan dia untuk lulus UN. Mungkin dikarenakan sudah hampir satu semester aku mendampingi dia belajar, keakraban yang terjalin ibaratnya sudah sebagai kakak-adik kandung. Bahkan karena sudah sangat akrabnya, tidak terasa hari menjelang UN pun tiba. Ketika di malam terakhir aku menemani dia belajar, sambil berpamitan dengan mamanya.
            “Besok, Dila les privatnya lanjut ya mbak setelah dapat sekolah, itu kalau mbaknya masih di Yogya,”ujar Mama Dila.
            Inggih Bu, insyaAllah,”jawabku dengan diiringi rasa getir yang menyusup kalbu. Kata-kata’ kalau mbaknya masih di Yogya’,serasa membuatku diam terpaku yang secara tiba-tiba membawaku ke impian masa depan. Aku pun juga belum tahu, apakah setelah lulus nanti masih di Yogya atau kembali ke Klaten, bahkan bisa juga bukan dua-duanya, aku pasrahkan kepada-Mu ya Rabb.batinku sambil berdo’a dalam hati.
            Adik lesku yang berikutnya, dia bisa dikategorikan anak cerdas. Mengapa tidak, dari  latihan soal UN SMP yang dia kerjakan, hanya salah 1 nomor dari 40 soal. Padahal baru empat kali pertemuan, sepertinya dia sudah merasa akrab denganku. Sampailah menjelang hari UN, sebelum aku berpamitan dengan keluarganya.
            “Puput ternyata masih pengen lanjut sama mbak Rina, kalau Puput sudah dapat sekolah, itupun kalau mbak Rina masih di Yogya,”ujar Mama Puput. Lagi-lagi getir itu....datang lagi, merasuki hati. Entah sampai kapan, biarlah waktu yang akan menjawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar