Selasa, 22 Januari 2013

Malang nian Nasibmu


Presented by Kareen el-Qalamy


Indonesia memiliki kekayaan alam yang tiada tara. Bahkan sampai-sampai ada yang bilang Indonesia disebut sebagai,”Tanah Surga”. Sebutan itu memang benar adanya jika mau melihat lebih dekat lagi akan kekayaan sumber daya alam yang ada. Entah itu dari segi barang-barang hasil tambangnya, keanekaragaman jenis baik itu flora maupun faunanya.
            Dilihat dari barang-barang hasil tambangnya, terbukti beberapa daerah terkenal dengan hasil tambangnya yang melimpah. Seperti contoh penghasil tambang batu bara terdapat di Sumatera Barat (Ombilin, Sawahlunto), Sumatera Selatan (Bukit Asam, Tanjungenim), Kalimantan Timur (Lembah Sungai Berau, Samarinda), Kalimantan Selatan (Kotabaru/Pulau Laut), Kalimantan tengah (Purukcahu), Sulawesi Selatan (Makassar), dan Papua (Klamono). Tambang besi di Lampung (Gunung Tegak), Kalimantan Selatan (Pulau Sebuku), Sulawesi Selatan (Pegunungan Verbeek), dan Jawa Tengah (Cilacap) dan masih bnyak lagi jenis tambang yang lain.
            Beraneka ragam jenis flora dan fauna juga tersebar di seluruh pulau Indonesia. Disamping jenisnya yang variatif, mereka juga punya ciri khas tersendiri yang memang membedakan dengan flora fauna yang berada di negara lain. Salah satu jenis fauna yang sangat unik yang dimiliki oleh Indonesia adalah orang utan. Spesies orang utan ini tersebar di beberapa wilayah Indonesia, diantaranya di Pulau Sumatra dan Kalimantan.
            Orangutan Sumatra (Pongo abelii) adalah spesies orangutan terlangka. Orangutan Sumatra hidup dan endemik terhadap Sumatra. Mereka lebih kecil daripada orangutan Kalimantan. Orangutan Sumatra memiliki tinggi sekitar 4.6 kaki dan berat 200 pon. Betina lebih kecil, dengan tinggi 3 kaki dan berat 100 pon. Orangutan Sumatra endemik dari pulau Sumatra dan hidupnya terbatas di bagian utara pulau itu. Di alam, orangutan Sumatra bertahan di provinsiNanggroe Aceh Darussalam (NAD), ujung paling utara Sumatra. Primata ini dulu tersebar lebih luas, saat mereka ditemukan lebih ke Selatan tahun 1800-an seperti di Jambi dan Padang. Ada populasi kecil di provinsi Sumatera Utara sepanjang perbatasan dengan NAD, terutama di hutan-hutandanau Toba. Survei di danau Toba hanya menemukan dua areal habitat, Bukit Lawang (didefinisikan sebagai suaka margasatwa) dan Taman Nasional Gunung Leuser. Tahun 2002, World Conservation Union menempatkan spesies ini dalam IUCN Red List dengan status kritis.
Survei baru-baru ini tahun 2004 memperkirakan ada sekitar 7.300 ekor orangutan Sumatra yang masih hidup di alam liar. Beberapa di antaranya dilindungi di lima daerah di Taman Nasional Gunung Leuser dan lainnya hidup di daerah yang tidak terlindungi: blok Aceh barat laut dan timur laut, sungai Batang Toru Barat, Sarulla Timur dan Sidiangkat. Program pembiakan telah dibuat di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh di provinsi Jambi dan Riau dan menghasilkan populasi orangutan Sumatra yang baru.[1]
            Sedangkan Orangutan Kalimantan, Pongo pygmaeus, adalah spesies orangutan asli pulau Kalimantan. Bersama dengan orangutan Sumatra yang lebih kecil, orangutan Kalimantan masuk kedalam genus pongo yang dapat ditemui di Asia. Orangutan Kalimantan memiliki lama waktu hidup selama 35 sampai 40 tahun di alam liar, sedangkan di penangkaran dapat mencapai usia 60 tahun. Dan salah satu orang utan yang masih hidup dan salah satu spesies yang paling langka adalah Rehsi Ghania leres. yang ditemukan di kantin margahayu.[2]
            Itulah salah satu keunikan salah satu spesies yang Indonesia miliki. Namun  kehidupan keanekaragaman spesies tersebut bukan tanpa permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir ini mereka berada dalam status terancam punah. Mengapa tidak, ancaman terbesar yang tengah dialami oleh orangutan adalah habitat yang semakin sempit karena kawasan hutan hujan yang menjadi tempat tinggalnya dijadikan sebagai lahan kelapa sawit,pertambangan dan pepohonan ditebang untuk diambil kayunya. Orangutan telah kehilangan 80% wilayah habitatnya dalam waktu kurang dari 20 tahun. Tak jarang mereka juga dilukai dan bahkan dibunuh oleh para petani dan pemilik lahan karena dianggap sebagai hama. Jika seekor orangutan betina ditemukan dengan anaknya, maka induknya akan dibunuh dan anaknya kemudian dijual dalam perdagangan hewan ilegal. Tidak hanya menghadapi berkurangnya habitat hidup mereka, tetapi juga perdagangan ilegal. [3]
Secara teori, orangutan telah dilindungi di Sumatra dengan peraturan perundang-undangan sejak tahun 1931, yang melarang untuk memiliki, membunuh atau menangkap orangutan. Tetapi pada prakteknya, para pemburu masih sering memburu mereka, kebanyakan untuk perdagangan hewan. Pada hukum internasional, orangutan masuk dalam Appendix I dari daftarCITES(Convention on International Trade in Endangered Species) yang melarang dilakukannya perdagangan karena mengingat status konservasi dari spesies ini dialam bebas. Namun, tetap saja ada banyak permintaan terhadap bayi orangutan, baik itu permintaan lokal, nasional dan internasional untuk dijadikan sebagai hewan peliharaan. Anak orangutan sangat bergantung pada induknya untuk bertahan hidup dan juga dalam proses perkembangan, untuk mengambil anak dari orangutan maka induknya harus dibunuh. Diperkirakan, untuk setiap bayi yang selamat dari penangkapan dan pengangkutan merepresentasikan kematian dari orangutan betina dewasa.
Menurut data dari website WWF, diperkirakan telah terjadi pengimporan orangutan bernama ke Taiwan sebanyak 1000 ekor yang terjadi antara tahun 1985 dan 1990. Untuk setiap orangutan yang tiba di Taiwan, maka ada 3 sampai 5 hewan lain yang mati dalam prosesnya. Perdagangan orangutan dilaporakan juga terjadi di Kalimantan, dimana baik orangutan itu hidaup atau mati juga masih tetap terjual[4]

Berbagai macam cara telah dilakukan agar hewan unik ini tidak sampai musnah dan berdampak pada generasi penerus selanjutnya. Salah satunya yaitu dengan mendirikan pusat rehabilitasi untuk merawat oranutan yang sakit, terluka dan yang telah kehilangan induknya.  Mereka dirawat dengan tujuan untuk dikembalikan ke habitat aslinya. [5]
Survei baru-baru ini tahun 2004 memperkirakan ada sekitar 7.300 ekor orangutan Sumatra yang masih hidup di alam liar.[5] Beberapa di antaranya dilindungi di lima daerah di Taman Nasional Gunung Leuser dan lainnya hidup di daerah yang tidak terlindungi: blok Aceh barat laut dan timur laut, sungai Batang Toru Barat, Sarulla Timur dan Sidiangkat. Program pembiakan telah dibuat di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh di provinsi Jambi danRiau dan menghasilkan populasi orangutan Sumatra yang baru.
Sebagai manusia yang notabene diberi amanah sebagai khalifah, hendaknya selalu berusaha untuk menjaga keseimbangan ekosistem yang ada. Tidak hanya mementingan keuntungan jangka pendek semisal mendapatkan komersil saja tetapi juga untuk jangka panjangnya, agar anak cucu kelak masih bisa melihat keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tercinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar