Kamis, 06 Desember 2012

Tragedi Mendieta



Presented by Kareen el-Qalamy

Dokter yang menangani almarhum Diego Mendieta menjelaskan bahwa selain terserang infeksi virus, pesepakbola asal Paraguay itu juga semakin menderita karena tekanan psikologis.
Ketua tim yang menangangi Mendieta, Prof. Dr. dr. H Ahmad Guntur Hermawan SpPD-KPTI, FINASIM, menceritakan bahwa pasiennya itu masuk ke RS dr. Moewardi, Solo, pada 27 November dalam kondisi yang sudah sangat lemah, setelah sebelumnya dirawat di dua rumah sakit lain dan di rumah kontrakannya. 
Saat itu, kata Guntur, berat badan pasiennya itu sudah turun lebih dari 10 kg jika dibandingkan saat ia masih sehat.
"Dia terinfeksi cytomegalovirus yang telah menyebar ke seluruh bagian tubuh, bahkan hingga ke bagian mata dan otaknya. Karena sudah sampai ke mata dan otak itulah maka dia selalu mengeluh pening. Tapi ketika diberi penawar rasa sakit pun dia tetap merasakan sakit yang amat berat," ujar Guntur kepada wartawan, Selasa (4/12/2012).
Dampak dari infeksi jamur itulah yang membuat pria 32 tahun itu jadi rentan terkena penyakit lainnya, karena daya tahan tubuhnya terus menurun. Dari hasil pemeriksaan dan tes darah, Mendeita juga terserang jamur candidiasis di bagian tenggorokan hingga saluran pencernaan, serta positif menderita demam berdarah.
"Kondisi lain yang semakin memberatkan adalah faktor komunikasi. Bahasa Indonesianya cuma separo-separo, sedangkan Bahasa Inggris dia tidak bisa. Yang menunggui juga ganti-ganti orang karena sepertinya itu teman-teman dan para penggemarnya. Ini juga menjadi kendala tersendiri karena tidak yang mengurusi secara kontinyu," lanjut Guntur.
Faktor psikis juga menjadi persoalan tersendiri pada saat seseorang sakit. Selama dirawat, kata Guntur, Mendieta sering mengeluh karena tidak ditunggui keluarga. Dia merasa kesepian karena kondisi tersebut sehingga semakin memperparah keadannya.
"Saya kira memang wajar kalau orang sakit berat lalu butuh ditemani keluarga. Kebetulan tidak ada satu pun anggota keluarga di sini. Kondisi tekanan psikis tersebut menjadi faktor tersendiri pada pasien sehingga memperparah sakitnya," ujarnya.
Sebelum ke RS dr. Moewardi, Diego juga pernah diopname di RS Islam Surakarta Yarsis dan RS PKU Muhammadiyah. Tapi, dia terpaksa pulang karena tak bisa membayar biaya perawatan.
Diego tak punya uang karena gaji selama empat bulan dan uang muka kontrak yang menjadi haknya dikabarkan belum dibayarkan oleh pihak klub. Beruntung, masih ada beberapa teman yang mau memberikan bantuan           
Untuk membantu biaya pengobatan Diego, Pasoepati, kelompok suporter Persis, sempat melakukan aksi penggalangan dana. Aksi galang dana tersebut dilakukan bersamaan dengan acara nonton bareng timnas Indonesia yang tampil di Piala AFF 2012.
Tapi, belakangan kondisi Diego makin memburuk. Setelah sempat kritis, pemain bernama lengkap Diego Antonio Mendieta Romero itu akhirnya mengembuskan napas terakhir pada Selasa (4/12/2012) dinihari WIB.
Fenomena ini memang sangatlah miris. Secara tidak langsung menggambarkan wajah dunia sepak bola di tanah air. Nasi telah menjadi bubur. Diperlukan adanya evaluasi secara besar-besaran di tubuh PSSI khususnya sebagai icon sepak bola nasional. Hal ini menandakan buruknya sistem manajemen di tubuh PSSI. Menangani gaji pemain saja tidak becus sehingga mengakibatkan salah satu pemain meninggal hanya karena gajinya tidak dibayarkan.
Untuk menangani permasalahan ini diperlukan evaluasi secara besar-besaran di tubuh PSSI agar ke depannya tidak ada lagi pemain yang mengalami nasib yang sama seperti Mendieta. Kalau hal itu tidak segera dilakukan, PSSI sebaiknya ditutup saja karena sudah memperburuk citra sepak bola nasional di mata dunia.
Atau ke depannya tidak usah menyewa pemain asing kalau tidak kuat membayarkan gaji mereka. Habis manis sepah dibuang. Pemain asing rela berpisah dengan keluarga, mencurahkan segala tenaga dan konsentrasi untuk membela tim tanah air mencapai kemenangan. Tetapi apa timbal baliknya? Justru malah sikap negatif yang mereka peroleh, harus rela menahan sakit bahkan biaya kos pun menunggak dikarenakan gaji mereka yang tidak dibayarkan.
Cukup mendayagunakan pemain nasional saja. Karena insiden Mendieta ini, nama baik Indonesia di mata dunia internasional khususnya di dunia sepak bola internasional benar-benar tercoreng. Terus bagaimana memperbaikinya?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar