Presented by Kareen el-Qalamy
Dokter yang
menangani almarhum Diego Mendieta menjelaskan bahwa selain terserang infeksi
virus, pesepakbola asal Paraguay itu juga semakin menderita karena tekanan
psikologis.
Ketua tim
yang menangangi Mendieta, Prof. Dr. dr. H Ahmad Guntur Hermawan SpPD-KPTI,
FINASIM, menceritakan bahwa pasiennya itu masuk ke RS dr. Moewardi, Solo, pada
27 November dalam kondisi yang sudah sangat lemah, setelah sebelumnya dirawat
di dua rumah sakit lain dan di rumah kontrakannya.
Saat itu,
kata Guntur, berat badan pasiennya itu sudah turun lebih dari 10 kg jika
dibandingkan saat ia masih sehat.
"Dia
terinfeksi cytomegalovirus yang telah menyebar ke
seluruh bagian tubuh, bahkan hingga ke bagian mata dan otaknya. Karena sudah
sampai ke mata dan otak itulah maka dia selalu mengeluh pening. Tapi ketika
diberi penawar rasa sakit pun dia tetap merasakan sakit yang amat berat,"
ujar Guntur kepada wartawan, Selasa (4/12/2012).
Dampak dari
infeksi jamur itulah yang membuat pria 32 tahun itu jadi rentan terkena
penyakit lainnya, karena daya tahan tubuhnya terus menurun. Dari hasil
pemeriksaan dan tes darah, Mendeita juga terserang jamur candidiasis di bagian tenggorokan hingga
saluran pencernaan, serta positif menderita demam berdarah.
"Kondisi
lain yang semakin memberatkan adalah faktor komunikasi. Bahasa Indonesianya
cuma separo-separo, sedangkan Bahasa Inggris
dia tidak bisa. Yang menunggui juga ganti-ganti orang karena sepertinya itu
teman-teman dan para penggemarnya. Ini juga menjadi kendala tersendiri karena
tidak yang mengurusi secara kontinyu," lanjut Guntur.
Faktor
psikis juga menjadi persoalan tersendiri pada saat seseorang sakit. Selama
dirawat, kata Guntur, Mendieta sering mengeluh karena tidak ditunggui keluarga.
Dia merasa kesepian karena kondisi tersebut sehingga semakin memperparah
keadannya.
"Saya
kira memang wajar kalau orang sakit berat lalu butuh ditemani keluarga.
Kebetulan tidak ada satu pun anggota keluarga di sini. Kondisi tekanan psikis
tersebut menjadi faktor tersendiri pada pasien sehingga memperparah sakitnya,"
ujarnya.
Sebelum ke
RS dr. Moewardi, Diego juga pernah diopname di RS Islam Surakarta Yarsis dan RS
PKU Muhammadiyah. Tapi, dia terpaksa pulang karena tak bisa membayar biaya
perawatan.
Diego tak
punya uang karena gaji selama empat bulan dan uang muka kontrak yang menjadi
haknya dikabarkan belum dibayarkan oleh pihak klub. Beruntung, masih ada
beberapa teman yang mau memberikan bantuan
Untuk
membantu biaya pengobatan Diego, Pasoepati, kelompok suporter Persis, sempat
melakukan aksi penggalangan dana. Aksi galang dana tersebut dilakukan bersamaan
dengan acara nonton bareng timnas Indonesia yang tampil di Piala AFF 2012.
Tapi,
belakangan kondisi Diego makin memburuk. Setelah sempat kritis, pemain bernama
lengkap Diego Antonio Mendieta Romero itu akhirnya mengembuskan napas terakhir
pada Selasa (4/12/2012) dinihari WIB.
Fenomena
ini memang sangatlah miris. Secara tidak langsung menggambarkan wajah dunia
sepak bola di tanah air. Nasi telah menjadi bubur. Diperlukan adanya evaluasi
secara besar-besaran di tubuh PSSI khususnya sebagai icon sepak bola nasional. Hal
ini menandakan buruknya sistem manajemen di tubuh PSSI. Menangani gaji pemain
saja tidak becus sehingga mengakibatkan salah satu pemain meninggal hanya
karena gajinya tidak dibayarkan.
Untuk menangani
permasalahan ini diperlukan evaluasi secara besar-besaran di tubuh PSSI agar ke
depannya tidak ada lagi pemain yang mengalami nasib yang sama seperti Mendieta.
Kalau hal itu tidak segera dilakukan, PSSI sebaiknya ditutup saja karena sudah
memperburuk citra sepak bola nasional di mata dunia.
Atau ke
depannya tidak usah menyewa pemain asing kalau tidak kuat membayarkan gaji
mereka. Habis manis sepah dibuang. Pemain asing rela berpisah dengan keluarga,
mencurahkan segala tenaga dan konsentrasi untuk membela tim tanah air mencapai
kemenangan. Tetapi apa timbal baliknya? Justru malah sikap negatif yang mereka
peroleh, harus rela menahan sakit bahkan biaya kos pun menunggak dikarenakan
gaji mereka yang tidak dibayarkan.
Cukup mendayagunakan pemain nasional saja.
Karena insiden Mendieta ini, nama baik Indonesia di mata dunia internasional
khususnya di dunia sepak bola internasional benar-benar tercoreng. Terus bagaimana
memperbaikinya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar