Menghitung hari…
Detik demi detik….(Lho kok malah nyanyi..???)
Iya, emang lagu itu pas banget apabila kita berbicara masalah waktu. Ada apa dengan waktu??? Waktu, berjalan sangat cepat, tidak terasa, tidak akan bisa kembali, sesuatu hal yang sangat misterius. Menjadi salah satu nikmat paling berharga yang telah Allah berikan kepada setiap hambanya. Waktu yang telah terlewati tergantung masing-masing orang akan menjadikannya seperti apa. Apakah akan menjadi saksi sejarah kehidupan, sehingga nantinya bisa kita ceritakan kepada anak cucu dengan bangganya. Apakah hanya terlewati begitu saja tanpa meninggalkan kesan sedikitpum di hati? Ataukah hanya sebagai kenangan yang tersimpan rapi di memori semata? Cukup jawaban tersebut di dalam hati saja.
Bagi hambanya yang tahu dan sadar akan pentingnya nikmat waktu, tentu banyak sekali hal yang ingin dilakukan. Bahkan sampai-sampai ada yang berandai-andai, seandainya bisa meminta pertambahan waktu. Terkadang kegiatan yang dilakukan lebih banyak dibandingakan dengan waktu yang tersedia. Itulah ciri-ciri manusia produktif.
Namun berbeda bagi mereka-mereka yang tidak menyadari akan betapa berharganya nikmat waktu itu. Tentu waktu yang tersedia akan terbuang dengan sia-sia. Dikarenakan waktu yang ada tidak dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Buktinya waktu tidak dimanfaatkan melalui kegiatan-kegiatan yang positif dan tidak mendatangkan mashlahah entah itu untuk diri pribadi maupun orang lain.
Apalagi jika kita perhatikan kebiasaan manusia pada umumnya. lebih suka ditunggu daripada menunggu. Memang menunggu seseorang adalah sesuatu hal yang sangat menyebalkan. Tetapi ketika semua orang maunya ditunggu lantas siapa yang akan menjadi pioner. Pioner untuk membudidayakan kebiasaan ontime di kalangan masyarakat kita. Sehingga wajarlah muncul istilah”jam karet”. Karena di setiap ivent tidak terlepas dari yang namanya molor,
Nampaknya wabah pudarnya budaya ontime ini hampir menjangkiti seluruh elemen masyarakat. Tidak pandang bulu entah itu pejabat pemerintahan, kalangan pelajar dan yang lebih parah lagi kalangan aktivis dakwah juga tidak bisa terhindar darinya. Aktivis dakwah yang notabene lebih paham dengan ajaran agamanya, salah satunya adalah mengenai pentingnya waktu. Dalam Q.S Al-Ashr ():1-3 sering kali disebutkan. Tetapi kenapa mereka juga ikut-ikutan menjadi seperti itu? Kira-kira apanya yang salah? Untuk menyangkut perkara ini tidak serta merta menyalahkan ajaran agamanya, tetapi ada yang perlu dibenahi dari kepribadian setiap individu aktivis dakwah.
Agar pemanfaatan waktu bisa lebih efektif dan tidak terbuang dengan percuma, budaya ontime perlu dilestarikan kembali. Meskipun waktu yang terlewati hanya beberapa menit atau jam untuk menunggu suatu hal entah itu menunggu kedatangan seseorang atau menunggu dimulainya suatu acara tetapi sangatlah disayangkan. Waktu yang terbuang seharusnya lebih bermanfaat apabila hal-hal yang bersangkutan bisa ontime. Karena dengan ontime tentu tidak menggusur jatah waktu yang telah direncanakan untuk kegiatan-kegiatan lain setelahnya. Itu menjadikan agenda lain tiap-tiap individu tidak terganggu. Sebab sudah dipastikan biasanya apabila dimulainya suatu acara saja sudah molor tentu selesainya pun akan molor.
Maka dari itu perlu adanya kesadaran dari dalam pribadi individu menyikapi tentang lunturnya budaya ontime. Mulai dari hal yang terkecil menghadiri rapat misalnya. Banyak orang yang lebih senang menunggu sampai ada orang yang memulai terlebih dahulu baru dia mengikuti di belakangnya alias menyusul. Bisa dimaklumi apabila bersamaan dengan agenda lain yang lebih urgen misalnya tetapi kalau tidak. Kalau hampir semua orang bersikap seperi itu kapan sebuah kebaikan akan mulai dilakukan? Sedangkan Islam menghendaki setiap muslim menjadi pemandu atau pelopor.
Oleh sebab itu mulai dari saat ini dan mulai dari diri sendiri khususnya bagi para aktivis dakwah, di tangan siapa lagi kebaikan itu akan tetap bertahan kalau tidak berada di atas pundak-pundak kalianlah amanah tersebut ditunaikan? Menjadilah pelopor, perintis yang tentunya akan menggoreskan tinta sejarah peradaban demi perbaikan masyarakat menuju arah yang lebih baik tentunya. Mengawali semua bentuk kebaikan walaupun kecil ruang lingkupnya.
Yogya, 5 Juli 2011
Kareen el-Qalamy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar