Selasa, 03 Mei 2011

Budayaku Kebanggaanku

“Alhamdulillah, akhirnya selesai juga,”gumamku dalam hati disertai perasaan gembira. Ujian Nasional yang selama enam hari telah terlewati. Tinggal menunggu pengumuman saja. “Kamu nanti akan melanjutkan ke mana?,”pertanyaan dengan redaksi dan konten yang sama sering berlalu lalang di telingaku. “Ah….tidak tahu. Belum kepikiran mau melanjutkan kemana,”jawaban yang sama juga kulontarkan.
Walaupun Ujian Nasional telah berlalu. Namun aku belum punya pandangan sedikitpun mau melanjutkan ke mana. Keinginan itu tetap ada. Dari pihak orang tua baik ayah maupun ibu telah bersepakat bahwasannya mereka menginginkan anaknya agar bisa masuk di sebuah Sekolah Menengah Atas terfavorit di kotaku. Iya, kemana lagi kalau tidak di SMA N 1 Klaten. SMA Negeri yang terkenal akan kualitas lulusannya. Memang lulusan dari sana kebanyakan diterima di Perguruan Tinggi Negeri favorit. UGM salah satunya. Dan orang tua berharap aku memiliki nasib yang sama seperti para alumninya.
Suatu hari aku bertandang ke rumah salah seorang teman. Sekaligus refreshing melepas kepenatan pasca ujian.
“Sudah berapa bulan kamu gak main ke sini Ren?,”tanya temanku, Lasmi namanya. Heran akan kedatanganku ke rumahnya. “Iya…ya…kayaknya dah lama banget….,”jawabku sambil mengamati kondisi sekelilingnya. Masih nampak seperti dulu, nuansa kesederhanaan kuat terpancar dari dalam rumah. Lasmi, tergolong anak yang rendah hati, sederhana. Keluarganya termasuk dari golongan kelas menengah ke bawah. Dulu aku sering ke rumahnya. Karena persiapan menjelang ujian nasional, waktu bermain harus aku kurangi.
“Keluargamu sehat kan Las? Kok sepi pada kemana nih? Adik-adikmu?,”
“Alhamdulillah sae Ren, biasalah..jam-jam segini pada sibuk sendiri-sendiri.”
“Ibumu masih batik Las?.”
“Tentu masih donk…mau lihat? Tuh di belakang rumah,”sambil menunjuk ke sebuah pintu menuju halaman belakang rumah.
“Boleh-boleh…,”serta-merta kuiyakan saja tawaran Lasmi. Berjalan menuju belakang rumah Lasmi. Rumah yang sangat sederhana. Ukurannya tidak begitu besar tetapi sangat bersih dan rapi.
“Ibu, kita kedatangan tamu nih…,”sapa Lasmi kepada ibunya yang tengah asyik dengan batikannya.
“E…Nduk Reni, dah dari tadi ta?,”sambil menghampiriku yang berdiri tidak jauh dari tempatnya membatik.
“Baru saja kok Bu,”membalas jabatan tangan sang ibu, sangatlah erat.
“Dah kamu buatin minum belum Las?,”
“O…iya, bentar ya Ren,” terlihat Lasmi berlari menuju dapur.
“Ibu sepertinya membatik itu asyik ya, kayak melukis saja,”selorohku yang memang hobi melukis. Kuperhatikan dengan saksama bagaimana cekatannya Bu Harni dalam hal membatik.”Yang sudah jadi mana Bu?,”tanyaku.
“Yang sudah jadi sudah ibu kembalikan Nduk,”jawabnya.
“Jadi pengen cobain nih Bu….,”rengekku. Rasa penasaran yang begitu tinggi menerpaku. Senyumpun terkembang dari kedua bibir ini setelah ibu mengiyakan permintaanku.
“Tapi belum sekarang ya,”
“Minggu depan bagaimana Bu?,”pertanyaan penuh harap kulontarkan.
“Baiklah kalau begitu,”jawab ibu
“Asyik…..,”teriakku. Tanpa kusadari Lasmi sedari tadi berdiri di belakangku.
“Hayo…ada apa nih?Kelihatannya kok seneng banget?Ke ruang tamu yuk….Tuh dah takbuatin es teh kesukaanmu,”berdiri dan menuju ruang tamu. Obrolan ringan menyertai suasana kedatanganku ke rumah Lasmi.dan satu hal yang paling membuatku senang. Belajar membatik.

Menunggu selama satu minggu terasa lama bagiku yang sudah tidak sabaran untuk belajar membatik. Kupandangi kalender yang terpajang di dinding kamar. Tinggal tiga hari lagi detik-detik pengumuman Ujian Nasional. Kemana diri ini akan melanjutkan pendidikan?Pertanyaan itupun berkecambuk di kepalaku. Serasa mau pecah rasanya jika memikirkan hal itu.
Apalagi ditambah permintaan dari Papa dan Mama yang menurutku terlalu menuntut agar aku bisa diterima di SMA Negeri terfavorit. Aku hanya bisa menimpal dengan alasan menunggu hasil ujian terlebih dahulu. Semoga saja hasilnya bisa diandalkan. Teman-temanku sudah mulai geger. “Pada mau melanjutkan ke mana nih teman-teman?,”sebuah pesan singkat dari salah seorang teman bersarang di HPku. “Belum tahu nih, masih bingung, tunggu hasil ujian dulu,”mengetik jawaban SMS dan terkirim.
“Reni, mana undangan untuk mengambil hasil ujiannya?,”tanya Mama
“Belum dikasih kok Ma, paling besok,”kuelus-elus bulu si Manis kucing kesayanganku.
Keluargaku termasuk keluarga yang keadaan ekonominya sangat berkecukupan. Segala sarana dan prasarana tersedia. Aku yang menempati posisi sebagai anak tunggal merasa Papa dan Mama selalu memanjakanku. Segala permintaanku selalu dituruti. Sah-sah saja jika aku juga berusaha untuk melaksanakan harapan mereka terhadapku.

“Bagaimana nilai ujianmu Ren?,”tanya Lasmi melalui pesan singkatnya di HPku.
“Alhamdulillah….Las….aku termasuk lima besar di kelas, kamu sendiri gimana?,”tidak lupa juga menanyakan nilai dari sahabatku itu.
“Walupun aku tidak termasuk lima besar di kelas, bisa lulus saja aku dah senang Ren, besok jadi main kan?,”
“Jelas jadi donk….,”timpalku dengan penuh semangat.
Mama dan Papa memberiku ucapan selamat. Mereka lantas menawarkan kapan aku akan ke SMA N 1 Klaten sekadar cari-cari informasi mengenai pendaftaran siswa baru.
“Enak ya bisa batik tiap hari,”batinku seusai belajar membatik di rumah Lasmi. Tiba-tiba terbersit dalam benakku akan SMK N 1 Bayat yang letaknya tidak jauh dari tempat tinggalku. Masih berada dalam satu kecamatan. Setahuku di sana membatik menjadi salah satu jurusan yang ditawarkan. “Jadi pengen masuk ke sana nich….,”sambil memandangi pemandangan lewat melalui jendela kamar. Sepi, suasana seperti inilah yang kurasakan selama liburan. Timbulah inisiatif untuk mencari info tentang seluk-beluk SMK itu.
Mumpung masih pagi, segera kukeluarkan sepeda ontel. Tidak memakan waktu lama untuk segera sampai, cukup 15 menit saja menggunakan sepeda ontelku. Mengapa tidak memakai sepeda motor?Karena orang tuaku berjanji untuk membelikanku sepeda motor setelah aku lulus SMP. Padahal aku sudah mahir mengendarainya.
“Pak, mau tanya prosedur pendaftaran siswa baru di SMK ini bagaimana ya?.”tanyaku pada bapak-bapak setengah baya, sepertinya petugas piket hari itu.
“Silakan masuk ke ruang sebelah sana Mbak, mari saya antar,”berdiri dan mulai berjalan di depanku.
Beberapa informasi berhasil aku dapatkan. Dan yang lebih membuatku senang, ada program beasiswa bagi siswa baru. Salah satu persyaratannya adalah nilai rata-rata ujian > 8. Ternyata aku masuk. Sesampainya di rumah aku berusaha menyampaikan keinginanku kepada orang tuaku.
“Apa yang kamu bilang Ren?Mau daftar di SMK N 1 Bayat??Apa Mama tidak salah dengar….???Bentak Mama dengan geramnya. “Mau jadi apa kamu mau daftar ke sana?,”lanjut Mama.
Di saat yang bersamaan aku hanya diam terpaku. Berusaha untuk sabar mendengar omelan Mama. Tidak berani untuk berbicara walaupun sebenarnya sangat ingin kukemukakan alasan. Memang seperti itulah watak Mama. Sedangkan Papa walaupun sama menunjukkan raut wajah menandakan tidak setuju tetapi tidak sampai hati membentak-bentak aku.
“Kalau kamu tetap ngotot daftar ke sana, Mama tidak akan membiayai sekolahmu sepeserpun,”kemarahan Mama memuncak dengan meninggalkanku seorang diri di ruang keluarga, disusul oleh Papa.

Usahaku tidak berhenti sampai disitu. Sambil menunggu saat-saat yang tepat. Ingin kusampaikan alasanku. Kepada Papa, iya…Karena aku tahu Papa tipe orang yang sabar, bijaksana. Bisa menerima masukkan orang lain asalkan disertai dengan landasan yang kuat.
“Reni memilih melanjutkan sekolah ke SMK N 1 Bayat karena Reni suka membatik Pa. Reni punya bakat di situ,”jelasku sambil meyakinkan beliau.
“OKlah kalau begitu…asalkan kamu bisa menunjukkan prestasimu di sana Papa akan mendukung,”balas Papa.
“Beneran Pa…..Terima kasih banyak ya Pa. Memang hanya Papa yang paling ngertiin Reni,”sambil mencium tangan Papa. “Tenang Pa untuk prestasi dah ada kok, buktinya Reni bisa masuk lewat beasiswa berprestasi,”sambungku.
Perasaan senang dan bahagia bercampur menjadi satu. Langsung kuraih HP,”Lasmi….akhirnya kuputuskan untuk sekolah di SMK N 1 Bayat, kalau kamu di mana?”. Kukirim sebuah pesan ke sahabatku itu memberitahukan kabar gembira ini. Kutunggu-tunggu balasan darinya. Lama…”Kenapa belum dibalas?,”tanyaku dalam hati. Aku cek ddi item terkirim ternyata pending. “Ada apa dengan Lasmi?Mungkin tidak punya pulsa atau lagi sibuk,”aku hanya bisa positive thinking saja.

Sekarang aku telah tercatat sebagai salah seorang siswa di sekolah yang sangat kuingin kan. Dengan mengambil jurusan seni budaya batik. Sejak saat itu aku akan membuktikan kepada Mama bahwasannya di sini aku juga bisa berprestasi. Waktu telah menjawab itu. Terbukti, sejak awal masuk sekolah bakatku terlihat. Juara satu tidak pernah absen kuraih di setiap akhir semester. Mama yang dulunya sangat tidak merestuiku akhirnya luluh juga seiring prestasi-prestasi membanggakan yang kutunjukkan.
Sahabatku Lasmi, entah bagaimana kabarnya sekarang. Ingin sekali kuberterima kasih kepada keluarganya. Karena tanpa perantara mereka, aku tidak bisa menemukan bakat terpendamku. Dia menghilang tanpa meninggalkan kabar. Sudah kucoba untuk bertandang ke rumahnya tapi hasilnya nihil. Rumahnya tutup, sepi seperti ditinggal pergi oleh penghuninya. Nomor HPnya juga tidak pernah aktif.

“Oh…Lasmi…kemana kamu?Aku rindu untuk berjumpa denganmu. Lihatlah sekarang aku sudah menjadi pengusaha batik sukses. Terima kasih ya Allah, karena Engkau telah mempertemukan aku dengan sesosok sahabat yang sekarang tidak yahu ada di mana. Sesosok sahabat yang mengajarkanku betapa pentingnya arti sebuah pekerjaan. Bahwasannya pekerjaan yang bisa diandalkan tidak hanya menjadi seorang pegawai negeri, dokter atau apalah. Profesi yang awalnya dianggap rendah di mata masyarakat, ternyata malah mendatangkan keuntungan yang berlipat-lipat.
Pengusaha batik salah satunya. Karena di samping ingin mendapatkan laba juga sekaligus bisa melestarikan budaya bangsa sendiri. Budaya bangsa yang harus selalu dijaga dan dilestarikan. Jangan sampai diambil atau bahkan diaku-aku oleh bangsa lain. Aku bangga dengan budaya Indonesia dan selalu bangga dengan budaya Indonesia. Lasmi….aku tidak pernah berhenti untuk memohon untuk bisa dipertemukaan kembali denganmu,”kata-kata terakhir yang bisa kutuliskan di lembaran diaryku.
“Bu, ada pesanan seragam batik dengan motif seperti ini,”sapaan salah seorang pekerja membuyarkan lamunanku.
“Oh…iya. Langsung diatur ya administrasinya,”berdiri langsung menghampiri para pekerja yang selalu bersemangat menjalankan tugas-tugasnya.

Klaten, 1 Mei 2011
Cha-My

1 komentar: