Senin, 02 Maret 2015

Mediaku Sayang, Mediaku Malang



               





Presented by Kareen el-Qalamy
                  
                   Para pembaca yang budiman, mungkin setelah kalian membaca tulisan ini akan muncul bermacam-macam penilaian. Terserah kalian hendak menilai seperti apa tulisan ini. Namun yang jelas harapannya tulisan ini bisa mewakili curahan hati siapapun yang merasa sedih, kecewa bahkan gelisah tiada ujung. Seperti yang kita ketahui bersama kesedihan yang dipendam semakin lama semakin menumpuk. Kesedihan yang bertumpuk ini sewaktu-waktu bisa saja menjadi bom waktu. Hal ini masih ditambah agi rasa bingung, entah kepada siapa kegelisahan dan kegundahan yang ada dicurahkan, seakan-akan sedikit sekali orang yang memahami apa yang dirasakan.
            Kegelisahan itu dikarenakan melihat kondisi media—tidak hanya media tanah air, tetapi juga media luar negeri—semakin memprihatinkan. Ibaratkan dua sisi mata pisau, media tidak hanya mengandung mudharat, tetapi juga mengandung manfaat. Manfaat dan mudharat itu saling berdampingan, berbeda tetapi tak sama. Ibaratkan dengan pisau juga, tergantung orang yang memegangnya. Apabila pisau itu dipegang oleh orang yang baik, maka pisau itu bermanfaat, begitu juga sebaliknya. Sama halnya dengan media, apabila orang yang memiliki media adalah orang yang baik, maka tentu media tersebut akan membawa kemanfaatan kepada umat, begitu juga sebaliknya.
            Selanjutnya, apabila kita amati sekarang, media tanah air dimiliki oleh orang yang berkepentingan di negara ini. Mereka yang mempunyai visi dan misi tertentu memakai media sebagai kedok. Buktinya, sangat langka sekali media yang masih bersifat independen tanpa berafiliasi kepada salah satu pihak. Kalian pasti ingat, pasca diadakannya pilpres, media digunakan sebagai senjata antar dua kubu untuk saling serang dan saling menjelek-jelekkan lawan agar calon yang diusung dapat menang.  Sampai-sampai masyarakat dibuat bingung sekiranya informasi dari media mana yang valid dan patut dipercaya.
            Tampaknya media sudah kehilangan ruh juangnya. Mereka, para pemegang kekuasaan dengan seenaknya menyetir media untuk kepentingan pribadi dan golongan. Ini menyebabkan media hanya sebagai media tontonan bukan sekaligus tuntunan. Sayangnya kondisi masyarakat yang belum mencapai taraf melek media, dengan mudahnya terpengaruh bahkan terhipnotis agar dapat melakukan semua yang media inginkan.
            Sayang sekali untuk saat ini orang baik yang bisa memegang media masih sangatlah sedikit. Contohnya saja orang Islam. Coba kira-kira siapa orang Islam yang sudah mempunyai saham kepemilikan media. Jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari. Kalau orang Islam bisa memegang kendali media, alangkah beruntungnya umat Islam. Hal ini dikarenakan salah satu sarana efektif untuk berdakwah yaitu menggunakan media. Kalaupun sudah ada, orang Islam yang berkecimpung di media mereka masih berjuang sendiri-sendiri. Akan lebih maksimal lagi jika orang Islam pemegang media saling bekerjasama dan saling mendukung perjuangan dakwah media ini.
            Beruntung sekali bagi mereka yang dapat bergabung ke dalam suatu perkumpulan yang mempunyai cita-cita dan tujuan sama yaitu demi masa depan media yang lebih baik. Teruslah berjuang para pejuang pena, bahkan sampai air laut habis karena engkau jadikan sebagai tinta. Hamparan bumi penuh dengan karya-karyamu sampai-sampai sudah tidak ada lagi tempat di muka bumi ini untuk kau jadikan sebagai tempat menulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar