Presented by Kareen el-Qalamy
Para
pembaca yang budiman, mungkin setelah kalian membaca tulisan ini akan muncul
bermacam-macam penilaian. Terserah kalian hendak menilai seperti apa tulisan
ini. Namun yang jelas harapannya tulisan ini bisa mewakili curahan hati siapapun
yang merasa sedih, kecewa bahkan gelisah tiada ujung. Seperti yang kita ketahui
bersama kesedihan yang dipendam semakin lama semakin menumpuk. Kesedihan yang
bertumpuk ini sewaktu-waktu bisa saja menjadi bom waktu. Hal ini masih ditambah agi
rasa bingung, entah kepada siapa kegelisahan dan kegundahan yang ada
dicurahkan, seakan-akan sedikit sekali orang yang memahami apa yang dirasakan.
Kegelisahan itu dikarenakan melihat
kondisi media—tidak hanya media tanah air, tetapi juga media luar negeri—semakin
memprihatinkan. Ibaratkan dua sisi mata pisau, media tidak hanya mengandung mudharat, tetapi juga mengandung
manfaat. Manfaat dan mudharat itu saling
berdampingan, berbeda tetapi tak sama. Ibaratkan dengan pisau juga, tergantung
orang yang memegangnya. Apabila pisau itu dipegang oleh orang yang baik, maka pisau
itu bermanfaat, begitu juga sebaliknya. Sama halnya dengan media, apabila orang
yang memiliki media adalah orang yang baik, maka tentu media tersebut akan
membawa kemanfaatan kepada umat, begitu juga sebaliknya.
Selanjutnya, apabila kita amati
sekarang, media tanah air dimiliki oleh orang yang berkepentingan di negara
ini. Mereka yang mempunyai visi dan misi tertentu memakai media sebagai kedok.
Buktinya, sangat langka sekali media yang masih bersifat independen tanpa
berafiliasi kepada salah satu pihak. Kalian pasti ingat, pasca diadakannya
pilpres, media digunakan sebagai senjata antar dua kubu untuk saling serang dan
saling menjelek-jelekkan lawan agar calon yang diusung dapat menang. Sampai-sampai masyarakat dibuat bingung
sekiranya informasi dari media mana yang valid dan patut dipercaya.
Tampaknya media sudah kehilangan ruh
juangnya. Mereka, para pemegang kekuasaan dengan seenaknya menyetir media untuk
kepentingan pribadi dan golongan. Ini menyebabkan media hanya sebagai media
tontonan bukan sekaligus tuntunan. Sayangnya kondisi masyarakat yang belum
mencapai taraf melek media, dengan mudahnya terpengaruh bahkan terhipnotis agar
dapat melakukan semua yang media inginkan.
Sayang sekali untuk saat ini orang
baik yang bisa memegang media masih sangatlah sedikit. Contohnya saja orang
Islam. Coba kira-kira siapa orang Islam yang sudah mempunyai saham kepemilikan
media. Jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari. Kalau orang Islam bisa memegang
kendali media, alangkah beruntungnya umat Islam. Hal ini dikarenakan salah satu
sarana efektif untuk berdakwah yaitu menggunakan media. Kalaupun sudah ada,
orang Islam yang berkecimpung di media mereka masih berjuang sendiri-sendiri.
Akan lebih maksimal lagi jika orang Islam pemegang media saling bekerjasama dan
saling mendukung perjuangan dakwah media ini.
Beruntung sekali bagi mereka yang
dapat bergabung ke dalam suatu perkumpulan yang mempunyai cita-cita dan tujuan
sama yaitu demi masa depan media yang lebih baik. Teruslah berjuang para
pejuang pena, bahkan sampai air laut habis karena engkau jadikan sebagai tinta.
Hamparan bumi penuh dengan karya-karyamu sampai-sampai sudah tidak ada lagi
tempat di muka bumi ini untuk kau jadikan sebagai tempat menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar