Minggu, 11 Mei 2014

ANALISIS SISWA BERKESULITAN BELAJAR KELAS II SDIT BAITUSSALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA




 Presented by Kareen el-Qalamy
(Sebelum revisi)

PENDAHULUAN

A.       LATAR BELAKANG
Matematika sejak peradaban manusia bermula memainkan peranan yang sangat vital dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai bentuk simbol, rumus, teorema, dalil, ketetapan, dan konsep digunakan untuk membantu perhitungan, pengukuran, penilaian, dan sebagainya. Tidak heran jika peradaban manusia berubah dengan pesat karena ditunjang oleh partisipasi matematika yang selalu mengikuti perubahan dan perkembangan zaman (Masykur dan Fathani, 2009: 41).
Matematika merupakan subjek yang sangat penting dalam sistem pendidikan di seluruh dunia. Negara yang mengabaikan pendidikan matematika sebagai prioritas utama akan tertinggal dari kemajuan segala bidang (terutama sains dan teknologi), dibandingkan dengan negara lain yang memberikan tempat bagi matematika sebagai subjek yang sangat penting. Di Indonesia, sejak bangku SD sampai perguruan tinggi, bahkan mungkin sejak play group atau sebelumnya (baby school), syarat penguasaan terhadap matematika jelas tidak bisa dikesampingkan. Untuk dapat menjalani pendidikan selama di bangku sekolah sampai kuliah dengan baik maka siswa dituntut untuk dapat menguasai matematika dengan baik (Masykur dan Fathani, 2009: 41-42).
Pembelajaran matematika yang dilakukan selama ini bukannya tanpa fungsi dan tujuan. Selama ini matematika sekolah berfungsi sebagai salah satu unsur masukan instrumental, yang memiliki obyek dasar abstrak dan melandaskan kebenaran, konsistensi, dalam setiap proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Kebenaran konsistensi adalah kebenaran yang terdahulu yang telah diterima. Tujuan pendidikan matematika dari mulai sekolah dasar hingga sekolah menengah atas agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut (Permendiknas, 2006).
1.         Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2.         Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3.         Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4.         Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.         Memiliki sikap menghargai matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

            Dari lima poin tujuan pendidikan matematika di atas siswa dituntut untuk bisa mencapai semuanya. Padahal di sisi lain setiap siswa mempunyai kemampuan belajar yang berbeda-beda. Tujuan pembangunan nasional yaitu bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak dan bermutu. Hal tersebut mengalami kendala karena belum adanya perangkat kurikulum yang dapat mengakomodasi dan melayani kebutuhan spesifik peserta didik. Sementara peserta didik sendiri memiliki kekhasan baik secara fisik, mental, sosial, emosional, maupun kecerdasan. Salah satu yang memiliki kekhasan dalam emosional adalah peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Mereka memiliki kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata tetapi biasanya mengalami kesenjangan antaraprestasi belajar dengan potensi yang dimilikinya. Sementara sistem pembelajaran di sekolah belum memungkinkan penyediaan layanan pendidikan yang sesuai untuk peserta didik berkesulitan belajar.
            Harapan pemerintah untuk dapat melayani seluruh komponen masyarakat akan pendidikan yang layak dan bermutu selama ini belum sepenuhnya bisa terwujud dengan adanya berbagai kendala di berbagai aspek. Kendala tersebut terletak pada sisi komponen pendidikan itu sendiri sebagai subjek maupun pada kondisi masyarakat (peserta didik) sebagai objek. Salah satu aspek sisi komponen pendidikan yang menjadi kendala adalah belum adanya perangkat kurikulum yang dapat mengakomodasi dan melayani kebutuhan spesifik peserta didik. Sementara peserta didik sendiri memiliki kekhasan baik secara fisik, mental, sosial, emosional, maupun kecerdasan.
Peserta didik berkesulitan belajar memerlukan perhatian khusus. Mereka memiliki kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata. Di sekolah reguler, peserta didik berkesulitan belajar umumnya tidak terdeteksi secara baik oleh guru. Mereka biasanya mengalami kesenjangan antara prestasi belajar dengan potensi yang dimilikinya. Sistem pembelajaran di sekolah reguler belum memungkinkan penyediaan layanan pendidikan yang sesuai untuk peserta didik berkesulitan belajar. Untuk itu diperlukan upaya-upaya tertentu agar peserta didik berkesulitan belajar di sekolah-sekolah reguler dapat ditangani. Salah satu upaya dalam penanganan bagi peserta didik berkesulitan belajar yaitu dengan dikembangkannya sebuah model kurikulum khusus bagi mereka yang berkesulitan belajar. Model kurikulum ini merupakan rancangan pengalaman pembelajaran menyeluruh bagi peserta didik berkesulitan belajar pada satuan pendidikan tertentu.
Pendidikan inklusif yang menghargai semua siswa dengan keunikan mereka tidak serta merta berjalan mudah, termasuk dalam pendidikan matematika (Susetyawati, E., dkk., 2008). Sistem pendidikan yang masih mengedepankan penyeragaman untuk memenuhi target kurikulum daripada penyesuaian dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik merupakan salah satu kendala utama. Padahal, untuk bisa menjalankan pendidikan matematika inklusif, filosofi, sistem, maupun praktek pendidikan harus berubah.
Paradigma standarisasi pendidikan menyebabkan praktek pembelajaran matematika di sekolah inklusi dilaksanakan seperti pada sekolah reguler. Guru matematika di kelas inklusi masih cenderung mengajar sesuai kemampuan siswa normal. Proses pembelajaran dan penilaian dilaksanakan berdasar pada logika sekolah reguler sehingga ABK kurang mendapatkan layanan yang sesuai. Praktek seperti ini menyerupai bentuk sekolah model integrasi dimana ABK yang harus menyesuaikan dengan pembelajaran yang dilaksanakan, bukan pembelajaran yang disesuaikan dengan keunikan kebutuhan belajar mereka.
Protret buram pendidikan matematika, baik dari sisi proses maupun hasil, yang selama ini terjadi pada pendidikan matematika di sekolah reguler juga terjadi pada sekolah inklusi, bahkan menjadi lebih rumit.  Seperti halnya pada pembelajaran matematika di sekolah reguler selama ini, guru matematika sekolah inklusi banyak menerapkan model pembelajaran konvensional dimana guru mendominasi kelas. Dominasi guru menyebabkan siswa pasif selama pembelajaran. Minat dan motivasi belajar siswa juga kurang nampak. Siswa seolah mengikuti pembelajaran sebagai sebuah rutinitas dan kewajiban. Dari sisi hasil, prestasi belajar matematika siswa sekolah inklusi umumnya rendah. Tingkat ketuntasan belajar siswa dalam mempelajari kompetensi yang diajarkan guru relatif rendah.
Permasalahan menjadi semakin pelik bagi ABK karena kurang memperoleh ruang memadai untuk belajar sesuai kemampuan. Proses belajar mengajar di kelas yang masih bertumpu pada pola pembelajaran kelas reguler mengakibatkan ABK sulit mengimbangi kecepatan belajar kelas. Keunikan belajar ABK menuntut perlakuan khusus guru. Jika guru tidak mampu memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhannya, ABK pasti mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Tingkat kesulitan belajar matematika yang tinggi semakin sulit karena keterbatasan mereka. Hal ini kontraproduktif jika dilihat dari pemikiran awal pendidikan inklusif yang ingin memberikan layanan lebih baik bagi ABK.      
B.       RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimana analisis karakter siswa berkesulitan belajar matematika kelas II SDIT Baitussalam?
C.       TUJUAN PENULISAN
2.      Mencari solusi alternatif terkait peserta didik berkesulitan belajar matematika kelas II SDIT Baitussalam      Prambanan.
D.      MANFAAT PENULISAN
1.      Memberikan solusi tentang permasalahan kurikulum yang di alami anak berkesulitan belajar matematika di kelas II SDIT Baitussalam
2.      Peneliti dapat belajar mengasah kemampuan berfikirnya dalam memberikan solusi suatu permasalahan yang berkaitan tentang pembelajaran























BAB II
PEMBAHASAN

A.     PAPARAN KASUS KARAKTER SISWA BERKESULITAN BELAJAR
Pembelajaran di sekolah mau tidak mau bertemu dengan berbagai macam karakter peserta didik. Dari berbagai macam karakter tersebut, ada yang mempunyai karakter normal seperti anak pada umumnya. Namun ada juga peserta didik yang mempunyai karakter khusus alias berbada dengan anak pada umumnya.
Seperti halnya kasus yang dialami oleh salah seorang peserta didik kelas II SDIT Baitussalam Prambanan bernama Sean Aron Gilbran atau akrab dipanggil Gilbran. Gilbran ini dilihat dari penampilan luar memang terlihat biasa-biasa saja. Perbedaan anak ini mulai terlihat jika berlangsungnya pembelajaran, terutama pembelajaran matematika.
Perbedaan atau keanehan karakter yang ditunjukkan yaitu diantaranya:
1.      Sulit berkonsentrasi saat jam pelajaran matematika
2.      Selalu mengatakan,”tidak bisa” ketika menjumpai masalah dalam bentuk soal matematika padahal sudah pernah dibelajarkan sebelumnya.
3.      Sulit mengawali langkah ketika mengerjakan penyelesaian soal.
4.      Rendahnya motivasi belajar.
Suatu ketika penulis pernah berhadapan langsung dengan orang tua Gilbran. Percakapan antara penulis dan orang tuanya pun terjadi
Orang tua Gilbran      : “Bagaimana ini Bu, Gilbran? Saya sangat minta tolong ke ibu untuk bisa memberikan tambahan jam matematika untuk Gilbran karena nilai matematika Gilbran kurang dibandingkan dengan nilai mata pelajaran yang lain.
Penulis                         : “Maaf Bu, saya jamnya sudah penuh, atau akan saya mintakan tolong guru yang lain untuk bisa memberikan les privat ke Gilbran.”
Orang tua Gilbran      :”Begitu juga bisa Bu. Soalnya saya bingung mau diapain Gilbran. Dulu waktu dia berumur empat tahun pernah jatuh dan kepalanya luka. Saat dironsen ternyata ada cairan di dalam otaknya. Saya tidak tahu apakah kejadian tersebut berefek kepada perkembangan Gilbran sekarang.”
Penulis                       :”O..begitu, iya Bu, insyaAllah akan saya usahakan.”
   Dari percakapan di atas, penulis menduga adanya pengaruh antara peristiwa masa lalu Gilbran kepada perkembangan proses berpikirnya. Oleh sebab itu penulis ingin mencari tahu akan kasus yang dialami oleh Gilbran.
   Hasil belajar yang dicapai oleh Gilbran juga masih kalah dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Hal ini sangat terlihat sekali pada saat penilaian UTS Genap. Untuk melihat analisis hasil belajar Gilbran bisa dilihat pada lampiran.
Kondisi kondisi Gilbran yang mengalami kesulitan belajar semakin diperparah lagi dengan tidak adanya kurikulum pembelajaran yang mendukung dan sesuai. Hal ini disebabkan kurikulum yang diberlakukan masih kurikulum yang digunakan pada sekolah umum, belum mengacu kepada kurikulum yang cocok digunakan untuk sekolah inklusi.  Kurikulum tersebut tidak sesuai ditandai dengan:
1.      Tidak adanya perlakuan khusus yang ditujukan bagi anak berkesulitan belajar pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.
2.      Tidak adanya bahan ajar khusus yang ditujukan bagi anak berkesulitan belajar
3.      Kesamaan proses evaluasi yang diberlakukan antara siswa normal dengan siswa berkesulitan belajar.


B.     ANALISIS KASUS KURIKULUM PEMBELAJARAN YANG DIBERLAKUKAN
Analisis kasus dari yang telah dijabarkan di atas yaitu:
Dari internal siswa:
1.      Sulit berkonsentrasi saat jam pelajaran matematika
Anak ini jarang sekali memperhatikan ketika guru menjelaskan. Dia selalu asyik dengan dunianya sendiri. Contoh: menggambar, mengobrol sendiri dengan teman sampingnya.
2.      Selalu mengatakan,”tidak bisa” ketika menjumpai masalah dalam bentuk soal matematika padahal sudah pernah dibelajarkan sebelumnya.
Untuk poin kasus yang kedua ini belum bisa diselidiki lebih lebih jauh terkait tidak bisanya. Apakah karena lupa? Atau memang belum paham. Perlu diadakan penyelidikan lebih lanjut untuk bisa mengetahuinya. Namun kalau dilihat dari hasil evaluasi pembelajaran berupa nilai ulangan harian, nilai anak ini pasti di bawah kriteria ketuntasan maksimal.
3.      Sulit mengawali langkah ketika mengerjakan penyelesaian soal.
Hal ini selalu terjadi ketika proses pnyelesaian masalah pada matematika. Padahal sebelumnya sudah diberi penjelasan. Jadi harus dipancing dan dibimbing setiap tahap.
4.      Rendahnya motivasi belajar.
Ketika pembelajaran matematika berlangsung kurangnya antusias dari anak ini. Terlihat malas dan berat saat penyelesaian masalah.
5.      Terjadinya peristiwa yang diduga berdampak terhadap proses perkembangan cara berpikir Gilbran
            Dari eksternal siswa (kurikulum):
1.      Tidak adanya perlakuan khusus bagi anak berkesulitan belajar.
Selama ini proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh pendidik belum memberlakukan perlakuan khusus bagi anak berkesulitan belajar. Jadi pendidik masih menyamaratakan perlakuan pembelajaran. Hal ini menyebabkan anak berkesulitan belajar merasa kesulitan untuk mengimbangi kemaampuan anak lain pada umumnya.
2.      Kesamaan bahan ajar yang dipakai.
Seharusnya anak berkesulitan belajar diberikan bahan ajar yang khusus pula untuk membantu dalam proses belajarnya. Bahan ajar yang dimaksud tentu yang cocok digunakan untuk anak berkesulitan belajar, misal dengan karakteristik mudah dipahami, sederhana dan menarik.
3.      Kesamaan proses evaluasi yang diberlakukan.
Proses evaluasi hasil belajar yang diberlakukan sebaiknya menyesuaikan kemampuan peserta didik. Terutama bagi anak berkesulitan belajar sangatlah tidak adil jika harus menggunakan standar penilaian bagi peserta didik pada umumnya.
C.     PEMBAHASAN HASIL ANALISIS KASUS KURIKULUM PEMBELAJARAN YANG DIBERLAKUKAN
Berdasarkan analisis kasus di atas, kekhususan karakter yang dialami anak ini cenderung muncul dari internal diri anak ini sendiri. terkait konsentrasi, rendahnya motivasi, sering bingung. Maka dari itu faktor internal ini harus dihilangkan atau minimal dikurangi karena anak ini masih memiliki masa depan yang panjang.
Selain dari faktor internal, faktor eksternal juga sangat berpengaruh terhadap kondisi akademis anak berkesulitan belajar. Faktor eksternal tersebut diantaranya belum adanya perlakuan khusus bagi anak berkebutuhan khusus, belum adanya bahan ajar khusus  yang cocok dipakai bagi anak berkesulitan belajar dan belum adanya penilaian hasil belajar khusus bagi anak berkesulitan belajar.
Perlakuan khusus yang dimaksud adalah adanya model pembelajaran khusus atau adanya guru pendamping. Perlakuan khusus bagi anak berkebutuhan khusus, belum adanya bahan ajar yang sesuai dan belum adanya penilaian hasil belajar khusus bagi anak berkesulitan belajar termasuk bagian dari kurikulum.

D.       ALTERNATIF SOLUSI YANG DITAWARKAN
Melihat kasus yang ada, solusi yang ditawarkan, diantaranya yaitu:
1.      Penumbuhan minat dan motivasi khususnya dari orang tua dan guru di sekolah
2.      Perlunya pendampingan khusus saat pembelajaran sehingga mendapatkan bimbingan khusus pula.
3.      Saat pembelajaran hendaknya diawali dengan flash back yang bertujuan mengingat kembali materi yang telah diajarkan.
4.      Adanya penambahan jam belajar di luar jam pelajaran di sekolah, seperti les dll.
5.      Pembuatan kurikulum khusus bagi sekolah inklusi secara umumnya dan pembuatan model pembelajaran khusus, bahan ajar khusus dan proses evaluasi khusus pula bagi anak berkesulitan belajar secara khususnya.

















BAB III
KESIMPULAN

            Berdasarkan pembahasan di atas hasil analisis karakter dan kurikulum untuk anak berkesulitan belajar sudah sangat jelas, bahwa peserta didik berkesulitan belajar mempunyai karakter yang berbeda. Perbedaan karakter ini tentu menumbuhkan respon dan penanganan yang berbeda pula dibandingkan dengan anak normal pada umumnya. Perlu adanya penanganan khusus agar tidak terkucilkan dari pergaulan dan agar bisa mengimbangi kemampuan belajar peserta didik yang lain.
            Alternatif solusi yang ditawarkan pun juga lebih kepada solusi untuk mengurangi faktor-faktor internal yang muncul dari diri pribadi peserta didik. Sedangkan untuk faktor eksternal terkait kurikulum yang diberlakukan hendaknya menyesuaikan kondisi anak berkesulitan belajar. Penyesuaian kurikulum yang dimaksud terkait model pembelajaran, bahan ajar dan proses evaluasi. Hal ini bertujuan agar solusi yang ditawarkan tepat sasaran dan sesuai dengan kondisi peserta didik.
            Dengan begitu harapannya peserta didik berkesulitan belajar tetap bisa mengikuti dan menerima apa saja yang dibelajarkan seperti halnya dengan peserta didik pada umumnya.











DAFTAR PUSTAKA


e-book Model Kurikulum Bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar. 2007. Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.

Masykur, Moch dan Fathani A.H. 2007. Mathematical Intelligence. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. No. 22 tahun 2006. Standar Isi. Jakarta: Mendiknas.

Sumaryanta, M.Pd. 2010. Pembelajaran Matematika Inklusif. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Pendidikan Matematika
Susetyawati, E., Pratini, H.S., & Sumaryanta. 2008.  Inovasi Pembelajaran Matematika di SD Inklusi dengan Siswa Slow Learner Melalui Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Realistik-Inklusif (MATRIKS). Laporan penelitian Universitas PGRI Yogyakarta





Tidak ada komentar:

Posting Komentar