Presented by Kareen el-Qalamy
(Sebelum revisi)
(Sebelum revisi)
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Matematika sejak peradaban
manusia bermula memainkan peranan yang sangat vital dalam kehidupan
sehari-hari. Berbagai bentuk simbol, rumus, teorema, dalil, ketetapan, dan
konsep digunakan untuk membantu perhitungan, pengukuran, penilaian, dan
sebagainya. Tidak heran jika peradaban manusia berubah dengan pesat karena
ditunjang oleh partisipasi matematika yang selalu mengikuti perubahan dan
perkembangan zaman (Masykur dan Fathani,
2009: 41).
Matematika merupakan subjek
yang sangat penting dalam sistem pendidikan di seluruh dunia. Negara yang
mengabaikan pendidikan matematika sebagai prioritas utama akan tertinggal dari
kemajuan segala bidang (terutama sains dan teknologi), dibandingkan dengan
negara lain yang memberikan tempat bagi matematika sebagai subjek yang sangat
penting. Di Indonesia, sejak bangku SD sampai perguruan tinggi, bahkan mungkin
sejak play group atau sebelumnya (baby school), syarat penguasaan terhadap
matematika jelas tidak bisa dikesampingkan. Untuk dapat menjalani pendidikan
selama di bangku sekolah sampai kuliah dengan baik maka siswa dituntut untuk
dapat menguasai matematika dengan baik (Masykur
dan Fathani, 2009: 41-42).
Pembelajaran matematika yang dilakukan selama ini
bukannya tanpa fungsi dan tujuan. Selama ini matematika sekolah
berfungsi sebagai salah satu unsur masukan instrumental, yang memiliki obyek
dasar abstrak dan melandaskan kebenaran, konsistensi, dalam setiap proses
belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Kebenaran konsistensi adalah
kebenaran yang terdahulu yang telah diterima. Tujuan pendidikan matematika dari
mulai sekolah dasar hingga sekolah menengah atas agar siswa memiliki kemampuan
sebagai berikut (Permendiknas, 2006).
1.
Memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes,
akurat, efisien dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2.
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3.
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
4.
Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.
Memiliki sikap menghargai matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Dari lima poin tujuan pendidikan matematika di atas siswa
dituntut untuk bisa mencapai semuanya. Padahal di sisi lain setiap siswa
mempunyai kemampuan belajar yang berbeda-beda. Tujuan pembangunan nasional yaitu bahwa setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan yang layak dan bermutu. Hal tersebut
mengalami kendala karena belum adanya perangkat kurikulum yang dapat
mengakomodasi dan melayani kebutuhan spesifik peserta didik. Sementara peserta
didik sendiri memiliki kekhasan baik secara fisik, mental, sosial, emosional,
maupun kecerdasan. Salah satu yang memiliki kekhasan dalam emosional adalah
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Mereka memiliki kecerdasan
rata-rata atau di atas rata-rata tetapi biasanya mengalami kesenjangan
antaraprestasi belajar dengan potensi yang dimilikinya. Sementara sistem pembelajaran
di sekolah belum memungkinkan penyediaan layanan pendidikan yang sesuai untuk
peserta didik berkesulitan belajar.
Harapan
pemerintah untuk dapat melayani seluruh komponen masyarakat akan pendidikan
yang layak dan bermutu selama ini belum sepenuhnya bisa terwujud dengan adanya
berbagai kendala di berbagai aspek. Kendala tersebut terletak pada sisi komponen
pendidikan itu sendiri sebagai subjek maupun pada kondisi masyarakat (peserta
didik) sebagai objek. Salah satu aspek sisi komponen pendidikan yang menjadi
kendala adalah belum adanya perangkat kurikulum yang dapat mengakomodasi dan
melayani kebutuhan spesifik peserta didik. Sementara peserta didik sendiri
memiliki kekhasan baik secara fisik, mental, sosial, emosional, maupun
kecerdasan.
Peserta didik berkesulitan belajar memerlukan perhatian
khusus. Mereka memiliki kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata. Di sekolah
reguler, peserta didik berkesulitan belajar umumnya tidak terdeteksi secara
baik oleh guru. Mereka biasanya mengalami kesenjangan antara prestasi belajar
dengan potensi yang dimilikinya. Sistem pembelajaran di sekolah reguler belum
memungkinkan penyediaan layanan pendidikan yang sesuai untuk peserta didik
berkesulitan belajar. Untuk itu diperlukan upaya-upaya tertentu agar peserta
didik berkesulitan belajar di sekolah-sekolah reguler dapat ditangani. Salah
satu upaya dalam penanganan bagi peserta didik berkesulitan belajar yaitu
dengan dikembangkannya sebuah model kurikulum khusus bagi mereka yang
berkesulitan belajar. Model kurikulum ini merupakan rancangan pengalaman
pembelajaran menyeluruh bagi peserta didik berkesulitan belajar pada satuan
pendidikan tertentu.
Pendidikan inklusif yang menghargai semua siswa dengan keunikan mereka
tidak serta merta berjalan mudah, termasuk dalam pendidikan matematika (Susetyawati, E., dkk., 2008). Sistem pendidikan yang masih
mengedepankan penyeragaman untuk memenuhi target kurikulum daripada penyesuaian
dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik merupakan salah satu kendala
utama. Padahal, untuk bisa menjalankan pendidikan matematika inklusif,
filosofi, sistem, maupun praktek pendidikan harus berubah.
Paradigma standarisasi pendidikan menyebabkan praktek pembelajaran
matematika di sekolah inklusi dilaksanakan seperti pada sekolah reguler. Guru matematika di kelas inklusi masih cenderung mengajar sesuai kemampuan siswa normal. Proses pembelajaran dan penilaian dilaksanakan
berdasar pada logika sekolah reguler sehingga ABK kurang mendapatkan layanan
yang sesuai. Praktek seperti ini menyerupai bentuk sekolah model integrasi
dimana ABK yang harus menyesuaikan dengan pembelajaran yang dilaksanakan, bukan
pembelajaran yang disesuaikan dengan keunikan kebutuhan belajar mereka.
Protret buram pendidikan matematika, baik dari sisi proses maupun hasil,
yang selama ini terjadi pada pendidikan matematika di sekolah reguler juga
terjadi pada sekolah inklusi, bahkan menjadi lebih rumit. Seperti halnya pada pembelajaran matematika
di sekolah reguler selama ini, guru matematika sekolah inklusi banyak menerapkan model pembelajaran
konvensional dimana guru mendominasi kelas. Dominasi guru menyebabkan siswa
pasif selama pembelajaran. Minat dan motivasi belajar siswa juga
kurang nampak. Siswa seolah
mengikuti pembelajaran sebagai sebuah rutinitas dan kewajiban. Dari sisi hasil,
prestasi belajar matematika siswa sekolah inklusi umumnya rendah. Tingkat
ketuntasan belajar siswa dalam mempelajari kompetensi yang diajarkan guru
relatif rendah.
Permasalahan menjadi semakin pelik bagi ABK
karena kurang memperoleh ruang memadai
untuk belajar
sesuai kemampuan. Proses belajar mengajar di kelas yang masih
bertumpu pada pola pembelajaran kelas reguler mengakibatkan ABK sulit mengimbangi kecepatan belajar kelas. Keunikan belajar ABK
menuntut perlakuan khusus guru. Jika guru tidak mampu memberikan layanan yang
sesuai dengan kebutuhannya, ABK pasti mengalami kesulitan dalam mempelajari
matematika. Tingkat kesulitan belajar matematika yang tinggi semakin sulit
karena keterbatasan mereka. Hal ini kontraproduktif jika dilihat dari pemikiran
awal pendidikan inklusif yang ingin memberikan layanan lebih baik bagi ABK.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
analisis karakter siswa berkesulitan belajar matematika kelas II SDIT
Baitussalam?
C.
TUJUAN PENULISAN
2.
Mencari
solusi alternatif terkait peserta didik berkesulitan belajar matematika kelas
II SDIT Baitussalam Prambanan.
D.
MANFAAT PENULISAN
1.
Memberikan
solusi tentang permasalahan kurikulum yang di alami anak berkesulitan belajar
matematika di kelas II SDIT Baitussalam
2.
Peneliti
dapat belajar mengasah kemampuan berfikirnya dalam memberikan solusi suatu
permasalahan yang berkaitan tentang pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. PAPARAN
KASUS KARAKTER SISWA BERKESULITAN BELAJAR
Pembelajaran di sekolah mau tidak mau bertemu dengan
berbagai macam karakter peserta didik. Dari berbagai macam karakter tersebut, ada
yang mempunyai karakter normal seperti anak pada umumnya. Namun ada juga
peserta didik yang mempunyai karakter khusus alias berbada dengan anak pada
umumnya.
Seperti halnya kasus yang dialami oleh salah seorang
peserta didik kelas II SDIT Baitussalam Prambanan bernama Sean Aron Gilbran
atau akrab dipanggil Gilbran. Gilbran ini dilihat dari penampilan luar memang
terlihat biasa-biasa saja. Perbedaan anak ini mulai terlihat jika
berlangsungnya pembelajaran, terutama pembelajaran matematika.
Perbedaan atau keanehan karakter yang ditunjukkan yaitu
diantaranya:
1.
Sulit
berkonsentrasi saat jam pelajaran matematika
2.
Selalu
mengatakan,”tidak bisa” ketika menjumpai masalah dalam bentuk soal matematika
padahal sudah pernah dibelajarkan sebelumnya.
3.
Sulit
mengawali langkah ketika mengerjakan penyelesaian soal.
4.
Rendahnya
motivasi belajar.
Suatu
ketika penulis pernah berhadapan langsung dengan orang tua Gilbran. Percakapan
antara penulis dan orang tuanya pun terjadi
Orang tua
Gilbran : “Bagaimana ini Bu, Gilbran?
Saya sangat minta tolong ke ibu untuk bisa memberikan tambahan jam matematika
untuk Gilbran karena nilai matematika Gilbran kurang dibandingkan dengan nilai
mata pelajaran yang lain.
Penulis :
“Maaf Bu, saya jamnya sudah penuh, atau akan saya mintakan tolong guru yang
lain untuk bisa memberikan les privat ke Gilbran.”
Orang tua Gilbran :”Begitu
juga bisa Bu. Soalnya saya bingung mau diapain Gilbran. Dulu waktu dia berumur
empat tahun pernah jatuh dan kepalanya luka. Saat dironsen ternyata ada cairan
di dalam otaknya. Saya tidak tahu apakah kejadian tersebut berefek kepada
perkembangan Gilbran sekarang.”
Penulis :”O..begitu,
iya Bu, insyaAllah akan saya usahakan.”
Dari percakapan di atas, penulis menduga
adanya pengaruh antara peristiwa masa lalu Gilbran kepada perkembangan proses
berpikirnya. Oleh sebab itu penulis ingin mencari tahu akan kasus yang dialami
oleh Gilbran.
Hasil belajar yang dicapai oleh Gilbran juga
masih kalah dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Hal ini sangat
terlihat sekali pada saat penilaian UTS Genap. Untuk melihat analisis hasil
belajar Gilbran bisa dilihat pada lampiran.
Kondisi
kondisi Gilbran yang mengalami kesulitan belajar semakin diperparah lagi dengan
tidak adanya kurikulum pembelajaran yang mendukung dan sesuai. Hal ini
disebabkan kurikulum yang diberlakukan masih kurikulum yang digunakan pada
sekolah umum, belum mengacu kepada kurikulum yang cocok digunakan untuk sekolah
inklusi. Kurikulum tersebut tidak sesuai
ditandai dengan:
1.
Tidak
adanya perlakuan khusus yang ditujukan bagi anak berkesulitan belajar pada saat
kegiatan belajar mengajar berlangsung.
2.
Tidak
adanya bahan ajar khusus yang ditujukan bagi anak berkesulitan belajar
3.
Kesamaan
proses evaluasi yang diberlakukan antara siswa normal dengan siswa berkesulitan
belajar.
B. ANALISIS
KASUS KURIKULUM PEMBELAJARAN YANG DIBERLAKUKAN
Analisis kasus dari yang telah dijabarkan di atas yaitu:
Dari internal siswa:
1.
Sulit
berkonsentrasi saat jam pelajaran matematika
Anak ini
jarang sekali memperhatikan ketika guru menjelaskan. Dia selalu asyik dengan
dunianya sendiri. Contoh: menggambar, mengobrol sendiri dengan teman
sampingnya.
2.
Selalu
mengatakan,”tidak bisa” ketika menjumpai masalah dalam bentuk soal matematika
padahal sudah pernah dibelajarkan sebelumnya.
Untuk poin
kasus yang kedua ini belum bisa diselidiki lebih lebih jauh terkait tidak
bisanya. Apakah karena lupa? Atau memang belum paham. Perlu diadakan penyelidikan
lebih lanjut untuk bisa mengetahuinya. Namun kalau dilihat dari hasil evaluasi
pembelajaran berupa nilai ulangan harian, nilai anak ini pasti di bawah
kriteria ketuntasan maksimal.
3.
Sulit
mengawali langkah ketika mengerjakan penyelesaian soal.
Hal ini selalu
terjadi ketika proses pnyelesaian masalah pada matematika. Padahal sebelumnya
sudah diberi penjelasan. Jadi harus dipancing dan dibimbing setiap tahap.
4.
Rendahnya
motivasi belajar.
Ketika
pembelajaran matematika berlangsung kurangnya antusias dari anak ini. Terlihat
malas dan berat saat penyelesaian masalah.
5.
Terjadinya
peristiwa yang diduga berdampak terhadap proses perkembangan cara berpikir
Gilbran
Dari
eksternal siswa (kurikulum):
1.
Tidak
adanya perlakuan khusus bagi anak berkesulitan belajar.
Selama ini
proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh pendidik belum
memberlakukan perlakuan khusus bagi anak berkesulitan belajar. Jadi pendidik
masih menyamaratakan perlakuan pembelajaran. Hal ini menyebabkan anak
berkesulitan belajar merasa kesulitan untuk mengimbangi kemaampuan anak lain
pada umumnya.
2.
Kesamaan
bahan ajar yang dipakai.
Seharusnya
anak berkesulitan belajar diberikan bahan ajar yang khusus pula untuk membantu
dalam proses belajarnya. Bahan ajar yang dimaksud tentu yang cocok digunakan
untuk anak berkesulitan belajar, misal dengan karakteristik mudah dipahami,
sederhana dan menarik.
3.
Kesamaan
proses evaluasi yang diberlakukan.
Proses
evaluasi hasil belajar yang diberlakukan sebaiknya menyesuaikan kemampuan
peserta didik. Terutama bagi anak berkesulitan belajar sangatlah tidak adil
jika harus menggunakan standar penilaian bagi peserta didik pada umumnya.
C.
PEMBAHASAN HASIL ANALISIS KASUS
KURIKULUM PEMBELAJARAN YANG DIBERLAKUKAN
Berdasarkan analisis kasus di atas, kekhususan karakter
yang dialami anak ini cenderung muncul dari internal diri anak ini sendiri.
terkait konsentrasi, rendahnya motivasi, sering bingung. Maka dari itu faktor
internal ini harus dihilangkan atau minimal dikurangi karena anak ini masih
memiliki masa depan yang panjang.
Selain dari faktor internal, faktor eksternal juga sangat
berpengaruh terhadap kondisi akademis anak berkesulitan belajar. Faktor
eksternal tersebut diantaranya belum adanya perlakuan khusus bagi anak
berkebutuhan khusus, belum adanya bahan ajar khusus yang cocok dipakai bagi anak berkesulitan
belajar dan belum adanya penilaian hasil belajar khusus bagi anak berkesulitan
belajar.
Perlakuan khusus yang dimaksud adalah adanya model
pembelajaran khusus atau adanya guru pendamping. Perlakuan khusus bagi anak
berkebutuhan khusus, belum adanya bahan ajar yang sesuai dan belum adanya
penilaian hasil belajar khusus bagi anak berkesulitan belajar termasuk bagian
dari kurikulum.
D.
ALTERNATIF SOLUSI YANG DITAWARKAN
Melihat kasus yang ada, solusi yang ditawarkan,
diantaranya yaitu:
1.
Penumbuhan
minat dan motivasi khususnya dari orang tua dan guru di sekolah
2.
Perlunya
pendampingan khusus saat pembelajaran sehingga mendapatkan bimbingan khusus
pula.
3.
Saat
pembelajaran hendaknya diawali dengan flash
back yang bertujuan mengingat kembali materi yang telah diajarkan.
4.
Adanya
penambahan jam belajar di luar jam pelajaran di sekolah, seperti les dll.
5.
Pembuatan
kurikulum khusus bagi sekolah inklusi secara umumnya dan pembuatan model
pembelajaran khusus, bahan ajar khusus dan proses evaluasi khusus pula bagi
anak berkesulitan belajar secara khususnya.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di atas hasil analisis karakter dan kurikulum untuk anak
berkesulitan belajar sudah sangat jelas, bahwa peserta didik berkesulitan
belajar mempunyai karakter yang berbeda. Perbedaan karakter ini tentu
menumbuhkan respon dan penanganan yang berbeda pula dibandingkan dengan anak
normal pada umumnya. Perlu adanya penanganan khusus agar tidak terkucilkan dari
pergaulan dan agar bisa mengimbangi kemampuan belajar peserta didik yang lain.
Alternatif
solusi yang ditawarkan pun juga lebih kepada solusi untuk mengurangi
faktor-faktor internal yang muncul dari diri pribadi peserta didik. Sedangkan
untuk faktor eksternal terkait kurikulum yang diberlakukan hendaknya
menyesuaikan kondisi anak berkesulitan belajar. Penyesuaian kurikulum yang dimaksud
terkait model pembelajaran, bahan ajar dan proses evaluasi. Hal ini bertujuan
agar solusi yang ditawarkan tepat sasaran dan sesuai dengan kondisi peserta
didik.
Dengan
begitu harapannya peserta didik berkesulitan belajar tetap bisa mengikuti dan
menerima apa saja yang dibelajarkan seperti halnya dengan peserta didik pada
umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
e-book
Model Kurikulum Bagi Peserta Didik yang
Mengalami Kesulitan Belajar. 2007. Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.
Masykur, Moch dan Fathani A.H. 2007. Mathematical Intelligence. Yogyakarta:
AR-RUZZ MEDIA
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. No. 22 tahun
2006. Standar Isi. Jakarta:
Mendiknas.
Sumaryanta,
M.Pd. 2010. Pembelajaran Matematika
Inklusif. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Fakultas Sains dan Teknologi
Program Studi Pendidikan Matematika
Susetyawati, E., Pratini, H.S., & Sumaryanta. 2008. Inovasi Pembelajaran Matematika di SD Inklusi dengan Siswa Slow Learner Melalui Pengembangan Model
Pembelajaran Matematika Realistik-Inklusif (MATRIKS). Laporan penelitian Universitas
PGRI Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar