Created by Kareen el-Qalamy
Tidak terasa
sudah memasuki semester tua. Padahal seperti baru kemarin ikut OSPEK. Aku
membuyarkan lamunannya ketika salah seorang temannya datang.
“Besok datang ya di seminarku....,”seloroh
Neni.
“Subhanallah....,
cepat sekali kamu Nen...,”ujarku terkejut.
“Kamu segera nyusul ya.”
“Aamiin ya Rabb...do’anya Nen.”
Satu per satu teman-teman kelasku
seminar proposal. Senang rasanya, akan tetapi ada rasa cemas juga menyelimuti
hatiku. Kira-kira kapan aku bisa menyusul
mereka?batinku. terkadang ketika kegelisahan itu datang menghampiri, aku
berusaha sekuat tenaga untuk menghibur diri. Salah satunya dengan menyibukkan
diri dengan kegiatan lain ketika mengerjakan skripsipun terkadang membuatku
bosan.
Selain mengerjakan skripsi, aku juga
masih aktif di organisasi kampus dan menjadi tentor privat matematika bagi
siswa sekolah. Bahkan aku memiliki tiga anak yang minta les privat matematika.
Dari ketiga anak itu sungguh membuat pengalaman bertemu berbagai karakter anak
didik yang unik-unik. Diantaranya ada yang memiliki daya pemahaman yang tinggi,
baru diberi penjelasan sedikit saja sudah paham. Ada juga yang termasuk (ABK)
Anak Kebutuhan Khusus berjenis Slow
Leaner, memerlukan kesabaran dan penanganan khusus ketika memberi
penjelasan. Itu disebabkan anak Slow
Leaner itu mempunyai IQ di bawah rata-rata anak normal pada umumnya. Ini berefek
pada kemampuan belajarnya, diantaranya sulit memahami materi, mudah lupa walaupun
sudah diulangi beberapa kali. Alternatif pembelajaran yang bisa kulakukan yaitu
dengan berusaha mengkonkretkan materi matematika. menjadi tantangan tersendiri
karena sudah jelas bahwasannya sebagian besar materi matematika bersifat
abstrak.
Paling berkesan buatku adalah adik
les yang ABK Slow Leaner karena
sebagai praktik langsung ketika aku telah mengambil mata kuliah matematika
inklusi. Ini sekaligus menjadi bekal jika suatu saat nanti aku mengajar di
sekolah inklusi. Apalagi adik lesku ini sudah menginjak kelas VI. Mau tidak mau
aku harus berusaha sekuat tenaga mengantarkan dia untuk lulus UN. Mungkin dikarenakan
sudah hampir satu semester aku mendampingi dia belajar, keakraban yang terjalin
ibaratnya sudah sebagai kakak-adik kandung. Bahkan karena sudah sangat
akrabnya, tidak terasa hari menjelang UN pun tiba. Ketika di malam terakhir aku
menemani dia belajar, sambil berpamitan dengan mamanya.
“Besok, Dila les privatnya lanjut ya mbak setelah dapat
sekolah, itu kalau mbaknya masih di Yogya,”ujar Mama Dila.
“Inggih
Bu, insyaAllah,”jawabku dengan
diiringi rasa getir yang menyusup kalbu. Kata-kata’ kalau mbaknya masih di
Yogya’,serasa membuatku diam terpaku yang secara tiba-tiba membawaku ke impian
masa depan. Aku pun juga belum tahu,
apakah setelah lulus nanti masih di Yogya atau kembali ke Klaten, bahkan bisa
juga bukan dua-duanya, aku pasrahkan kepada-Mu ya Rabb.batinku sambil berdo’a
dalam hati.
Adik lesku yang berikutnya, dia bisa
dikategorikan anak cerdas. Mengapa tidak, dari latihan soal UN SMP yang dia kerjakan, hanya
salah 1 nomor dari 40 soal. Padahal baru empat kali pertemuan, sepertinya dia
sudah merasa akrab denganku. Sampailah menjelang hari UN, sebelum aku
berpamitan dengan keluarganya.
“Puput ternyata masih pengen lanjut
sama mbak Rina, kalau Puput sudah dapat sekolah, itupun kalau mbak Rina masih
di Yogya,”ujar Mama Puput. Lagi-lagi getir itu....datang lagi, merasuki hati. Entah
sampai kapan, biarlah waktu yang akan menjawab.