(Setelah Revisi)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Harapan pemerintah untuk dapat
melayani seluruh komponen masyarakat akan pendidikan yang layak dan bermutu
selama ini belum sepenuhnya bisa terwujud dengan adanya berbagai kendala di
berbagai aspek. Kendala tersebut terletak pada sisi komponen pendidikan itu
sendiri sebagai subjek maupun pada kondisi masyarakat (peserta didik) sebagai
objek. Salah satu aspek sisi komponen pendidikan yang menjadi kendala adalah
belum adanya perangkat kurikulum yang dapat mengakomodasi dan melayani
kebutuhan spesifik peserta didik. Sementara peserta didik sendiri memiliki
kekhasan baik secara fisik, mental, sosial, emosional, maupun kecerdasan.
Peserta didik
berkesulitan belajar memerlukan perhatian khusus. Mereka memiliki kecerdasan
rata-rata atau di atas rata-rata. Di sekolah reguler, peserta didik berkesulitan
belajar umumnya tidak terdeteksi secara baik oleh guru. Mereka biasanya
mengalami kesenjangan antara prestasi belajar dengan potensi yang dimilikinya.
Sistem pembelajaran di sekolah reguler belum memungkinkan penyediaan layanan
pendidikan yang sesuai untuk peserta didik berkesulitan belajar. Untuk itu
diperlukan upaya-upaya tertentu agar peserta didik berkesulitan belajar di
sekolah-sekolah reguler dapat ditangani. Salah satu upaya dalam penanganan bagi
peserta didik berkesulitan belajar yaitu dengan dikembangkannya sebuah model
kurikulum khusus bagi mereka yang berkesulitan belajar. Model kurikulum ini
merupakan rancangan pengalaman pembelajaran menyeluruh bagi peserta didik
berkesulitan belajar pada satuan pendidikan tertentu.
Anak berkesulitan
belajar memiliki karakteristik diantaranya:
1.
Gangguan Internal
Penyebab kesulitan
belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam anak itu
sendiri. Anak ini mengalami gangguan pemusatan perhatian, sehingga kemampuan
perseptualnya terhambat. Kemampuan perseptual yang terhambat tersebut meliputi
persepsi visual (proses pemahaman terhadap objek yang dilihat), persepsi
auditoris (proses pemahaman terhadap objek yang didengar) maupun persepsi taktil-kinestetis
(proses pemahaman terhadap
objek yang diraba dan digerakkan). Faktor-faktor internal tersebut menjadi
penyebab kesulitan belajar, bukan faktor eksternal (yang berasal dari luar
anak), seperti faktor lingkungan keluarga, budaya, fasilitas, dan lain-lain.
2.
Kesenjangan antara Potensi dan Prestasi
Anak berkesulitan
belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi normal, bahkan beberapa
diantaranya di atas rata-rata. Namun demikian, pada kenyataannya mereka
memiliki prestasi akademik yang rendah. Dengan demikian, mereka memiliki kesenjangan yang nyata antara potensi dan prestasi yang
ditampilkannya. Kesenjangan ini biasanya terjadi pada kemampuan belajar
akademik yang spesifik, yaitu pada kemampuan membaca (disleksia), menulis
(disgrafia), atau berhitung (diskalkulia).
3. Tidak
Adanya Gangguan Fisik dan/atau Mental
Anak berkesulitan
belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik dan/atau mental.(Balitbang,
2007)
Pendidikan inklusif yang menghargai semua siswa dengan keunikan mereka tidak serta merta berjalan mudah,
termasuk dalam pendidikan matematika (Susetyawati, E.,
dkk., 2008). Sistem pendidikan
yang masih mengedepankan penyeragaman untuk memenuhi target kurikulum daripada penyesuaian dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik merupakan salah satu kendala utama. Padahal, untuk bisa menjalankan pendidikan matematika inklusif, filosofi, sistem, maupun praktek pendidikan harus berubah.
Paradigma standarisasi pendidikan menyebabkan praktek pembelajaran matematika
di sekolah inklusi dilaksanakan seperti pada sekolah reguler. Guru matematikadi kelas inklusi masihcenderung mengajar sesuai kemampuan siswa normal. Proses pembelajaran dan penilaian dilaksanakan berdasar pada logika sekolah regular sehingga ABK kurang mendapatkan layanan
yang sesuai. Praktek seperti ini menyerupai bentuk sekolah
model integrasi dimana
ABK yang harus menyesuaikan dengan pembelajaran
yang dilaksanakan, bukan pembelajaran
yang disesuaikan dengan keunikan kebutuhan belajar mereka.
Protret buram pendidikan matematika, baik dari sisi proses maupun hasil, yang selama ini terjadi pada pendidikan matematika di sekolah regular juga terjadi pada sekolah inklusi,
bahkan menjadi lebih rumit.
Seperti halnya pada pembelajaran matematika di sekolah reguler selama
ini, guru matematika sekolah inklusi banyak menerapkan model
pembelajaran konvensional dimana guru mendominasi kelas. Dominasi guru menyebabkan siswa pasif selama pembelajaran. Minat dan motivasi belajar siswa juga kurang nampak. Siswa
seolah mengikuti pembelajaran sebagai sebuah rutinitas dan kewajiban. Dari sisi hasil,
prestasi belajar matematika siswa sekolah inklusi umumnya rendah. Tingkat ketuntasan belajar siswa dalam mempelajari
kompetensi yang diajarkan guru relatif rendah.
Permasalahan menjadi semakin pelik bagi ABK
karena kurang memperoleh ruang
memadai untuk belajar sesuai kemampuan. Proses belajar mengajar di kelas yang masih bertumpu pada pola pembelajaran kelas regular mengakibatkan ABK sulit mengimbangi kecepatan belajar kelas. Keunikan belajar ABK menuntut perlakuan khusus
guru. Jika guru tidak mampu memberikan layanan
yang sesuai dengan kebutuhannya, ABK pasti mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Tingkat
kesulitan belajar matematika yang tinggi semakin sulit karena keterbatasan mereka. Hal ini kontraproduktif jika dilihat dari pemikiran awal pendidikan inklusif
yang ingin memberikan layanan lebih baik bagi
ABK.
Kondisi serupa dialami oleh seorang siswa berkesulitan belajar di SDIT Baitussalam
Prambanan bernama Sean Aron Gilbran, atau yang akrab dengan sapaan Gilbran.
Gilbran menurut pengamatan penulis selama hampir satu semester menunjukkan
gejala-gejala anak berkesulitan belajar. Kurikulum yang diterapkan di sekolah
juga semakin menambah pelik permasalahan yang harus dihadapo Gilbran khususnya
di mata pelajaran matematika.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
karakter siswa berkesulitan belajar matematika kelas II SDIT Baitussalam?
2.
Bagaimana
solusi yang ditawarkan bagi siswa berkesulitan belajar matematika kelas II SDIT
Baitussalam?
C. TUJUAN
PENULISAN
1.
Untuk
mengetahui karakter siswa berkesulitan belajar matematika kelas II SDIT
Baitussalam.
2.
Untuk
mencari solusi alternatif terkait peserta didik berkesulitan belajar matematika
kelas II SDIT Baitussalam Prambanan.
D. MANFAAT
PENULISAN
1.
Bagi
siswa berkesulitan belajar
Membantu
proses belajar saat pembelajaran di kelas sehingga siswa dapat mengikuti
pembelajaran dengan baik dan dapat memperbaiki hasil belajar matematika.
2.
Bagi
pendidik
Membantu
menawarkan alternatif solusi ketika berhadapan langsung dengan anak berkesulitan
belajar matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PAPARAN
KASUS KARAKTER SISWA BERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA
Pembelajaran di sekolah mau tidak mau bertemu dengan
berbagai macam karakter peserta didik. Dari berbagai macam karakter tersebut, ada
yang mempunyai karakter normal seperti anak pada umumnya. Namun ada juga
peserta didik yang mempunyai karakter khusus alias berbada dengan anak pada
umumnya.
Seperti halnya kasus yang dialami oleh salah seorang
peserta didik kelas II SDIT Baitussalam Prambanan bernama Sean Aron Gilbran
atau akrab dipanggil Gilbran. Gilbran ini dilihat dari penampilan luar memang
terlihat biasa-biasa saja. Perbedaan anak ini mulai terlihat jika
berlangsungnya pembelajaran, terutama pembelajaran matematika.
Berikut akan disajikan data pengamatan yang berkaitan
dengan tingkah laku Gilbran selama kegiatan belajar.
No.
|
Minggu ke-
|
Perilaku yang
ditunjukkan
|
1
|
I
|
Sering lupa membawa buku pelajaran matematika
Sering lupa mengerjakan PR yang diberikan oleh guru
Sering mengatakan tidak bisa ketika pembelajaran
Sering kurang konsentrasi
|
2
|
II
|
Sering lupa membawa buku pelajaran matematika
Sering mengatakan tidak bisa ketika pembelajaran
Sering kurang konsentrasi
Sulit mengawali langkah ketika mengerjakan penyelesaian
soal
|
3
|
III
|
Sering lupa mengerjakan PR yang diberikan oleh guru
Sering mengatakan tidak bisa ketika pembelajaran
Sering kurang konsentrasi
|
4
|
IV
|
Sering lupa membawa buku pelajaran matematika
Sering mengatakan tidak bisa ketika pembelajaran
Sering kurang konsentrasi
Sering mengeluh dan minta dibimbing secara
terus-menerus
|
Berdasarkan data pengamatan yang dilakukan selama 1
bulan, dapat ditarik kesimpulan terkait karakter siswa berkesulitan belajar,
diantaranya:
1.
Sulit
berkonsentrasi saat jam pelajaran matematika
2.
Selalu
mengatakan,”tidak bisa” ketika menjumpai masalah dalam bentuk soal matematika
padahal sudah pernah dibelajarkan sebelumnya.
3.
Sulit
mengawali langkah ketika mengerjakan penyelesaian soal.
4.
Kurangnya
rasa percaya diri dan kemandirian anak.
Hasil belajar yang dicapai oleh Gilbran juga
masih kalah dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Hal ini sangat
terlihat sekali pada saat penilaian UTS Genap bajwa Gilbran selalu mendapatkan
nilai paling rendah di kelasnya.
Karakter Gilbran
yang menunjukkan anak berkesulitan belajar diperkuat dengan wawancara yang
dilakukan oleh penulis sebagai guru matematika yang mengampu Gilbran secara
langsung.
Guru : “Gilbran kalau pelajaran matematika
rasanya gimana? Sulit atau mudah?”
Gilbran : “Susah Ustadzah”.
Guru : “Susahnya di mana?”
Gilbran : “Gak
tahu”.
Guru : “Coba sekarang diingat-ingat lagi,
ibu kasih soal perkalian dan pembagian. Dikerjakan ya.”(Sambil menyodorkan
soal)
Gilbran : “Gak mau Us, gak bisa. Lupa...”
Guru : “Masak dah lupa, coba diingat-ingat
lagi. Perkalian itu penjumlahan berulang. Sedangkan pembagian pembagian
berulang.”
Gilbran : “Gak mau Us...”(sambil merengek tidak
mau mengerjakan soal yang diberikan.”
Guru : “Ya sudah kalau gitu. Terus Gilbran
saat pelajaran matematika biar bisa pengennya diapain?”
Gilbran : “Dikasih tahu caranya sama didampingi
Us.”
Berdasarkan data wawancara dapat ditarik
kesimpulan bahwa Gilbran memang membutuhkan bimbingan khusus dari guru saat
pembelajaran dengan didampingi saat pengerjaan soal. Dan Gilbran masih sering
berkata”tidak bisa”, seakan-akan tidak percaya diri atas kemampuannya.
Kondisi Gilbran
yang mengalami kesulitan belajar semakin diperparah lagi dengan tidak adanya
kurikulum pembelajaran yang mendukung dan sesuai. Hal ini disebabkan kurikulum
yang diberlakukan masih kurikulum yang digunakan pada sekolah umum, belum
mengacu kepada kurikulum yang cocok digunakan untuk sekolah inklusi. Kurikulum tersebut tidak sesuai ditandai
dengan:
1.
Tidak
adanya perlakuan khusus yang ditujukan bagi anak berkesulitan belajar pada saat
kegiatan belajar mengajar berlangsung.
2.
Tidak
adanya bahan ajar khusus yang ditujukan bagi anak berkesulitan belajar
3.
Kesamaan
proses evaluasi yang diberlakukan antara siswa normal dengan siswa berkesulitan
belajar.
B.
ANALISIS KASUS SISWA BERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA
Analisis kasus dari yang telah dijabarkan di atas yaitu:
Dari internal siswa:
1.
Sulit
berkonsentrasi saat jam pelajaran matematika
Anak
ini jarang sekali memperhatikan ketika guru menjelaskan. Dia selalu asyik
dengan dunianya sendiri. Contoh: menggambar, mengobrol sendiri dengan teman
sampingnya.
2.
Selalu
mengatakan,”tidak bisa” ketika menjumpai masalah dalam bentuk soal matematika
padahal sudah pernah dibelajarkan sebelumnya.
Untuk
poin kasus yang kedua ini belum bisa diselidiki lebih lebih jauh terkait tidak
bisanya. Apakah karena lupa? Atau memang belum paham. Perlu diadakan
penyelidikan lebih lanjut untuk bisa mengetahuinya. Namun kalau dilihat dari
hasil evaluasi pembelajaran berupa nilai ulangan harian, nilai anak ini pasti
di bawah kriteria ketuntasan maksimal.
3.
Sulit
mengawali langkah ketika mengerjakan penyelesaian soal.
Hal
ini selalu terjadi ketika proses pnyelesaian masalah pada matematika. Padahal
sebelumnya sudah diberi penjelasan. Jadi harus dipancing dan dibimbing setiap
tahap.
4.
Kurangnya
rasa percaya diri dan kemandirian.
Ketika
pembelajaran matematika berlangsung kurangnya rasa percaya diri. Hal ini
ditunjukkan dengan seringnya Gilbran berkata,”tidak bisa”padahal belum mencoba.
Dalam hal kemandirian Gilbran juga masih kurang karena masih sering minta
tolong dituliskan di buku tulisnya ketika harus mencatat. Alasan Gilbran minta
tolong dituliskan yaitu memakan waktu lama ketika harus mencatat sendiri. Di
sisi lain, Gilbran sebenarnya mempunyai motivasi belajar yang baik. Terbukti
ketika mengalami kesuliyan dan belum mendapatkan bimbingan ketika menyelesaikan
soal, secara spontan Gilbran berjalan mendekati meja guru minta untuk diajarkan
penyelesaiannya seperti apa. pun ketika mendapat soal untuk remidi hasil
belajar UTS. Gilbran sangat antusias bertanya tugasnya bagian mana saja.
Dari eksternal siswa (kurikulum):
1.
Tidak
adanya perlakuan khusus bagi anak berkesulitan belajar.
Selama
ini proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh pendidik belum
memberlakukan perlakuan khusus bagi anak berkesulitan belajar. Jadi pendidik
masih menyamaratakan perlakuan pembelajaran. Hal ini menyebabkan anak
berkesulitan belajar merasa kesulitan untuk mengimbangi kemaampuan anak lain
pada umumnya.
2.
Kesamaan
bahan ajar yang dipakai.
Seharusnya
anak berkesulitan belajar diberikan bahan ajar yang khusus pula untuk membantu
dalam proses belajarnya. Bahan ajar yang dimaksud tentu yang cocok digunakan
untuk anak berkesulitan belajar, misal dengan karakteristik mudah dipahami,
sederhana dan menarik.
3.
Kesamaan
proses evaluasi yang diberlakukan.
Proses
evaluasi hasil belajar yang diberlakukan sebaiknya menyesuaikan kemampuan
peserta didik. Terutama bagi anak berkesulitan belajar sangatlah tidak adil
jika harus menggunakan standar penilaian bagi peserta didik pada umumnya.
C. PEMBAHASAN
HASIL ANALISIS KASUS SISWA BERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA
Berdasarkan analisis kasus di atas, kekhususan karakter
yang dialami anak ini cenderung muncul dari internal diri anak ini sendiri.
terkait konsentrasi, rendahnya rasa kemandirian dan rasa percaya diri, sering
bingung. Maka dari itu faktor internal ini harus dihilangkan atau minimal
dikurangi karena anak ini masih memiliki masa depan yang panjang.
Selain dari faktor internal, faktor eksternal juga sangat
berpengaruh terhadap kondisi akademis anak berkesulitan belajar. Faktor
eksternal tersebut diantaranya belum adanya perlakuan khusus bagi anak
berkebutuhan khusus, belum adanya bahan ajar khusus yang cocok dipakai bagi
anak berkesulitan belajar dan belum adanya penilaian hasil belajar khusus bagi
anak berkesulitan belajar.
Perlakuan khusus yang dimaksud adalah adanya model
pembelajaran khusus atau adanya guru pendamping. Perlakuan khusus bagi anak
berkebutuhan khusus, belum adanya bahan ajar yang sesuaidan belum adanya
penilaian hasil belajar khusus bagi anak berkesulitan belajar termasuk bagian
dari kurikulum.
D. ALTERNATIF
SOLUSI YANG DITAWARKAN
Melihat kasus yang ada, solusi yang ditawarkan,
diantaranya yaitu:
1.
Penumbuhan
rasa percaya diri dan kemandirian khususnya dari orang tua dan guru di sekolah
2.
Perlunya
pendampingan khusus saat pembelajaran sehingga mendapatkan bimbingan khusus
pula.
3.
Saat
pembelajaran hendaknya diawali dengan flash
back yang bertujuan mengingat kembali materi yang telah diajarkan.
4.
Adanya
penambahan jam belajar di luar jam pelajaran di sekolah, seperti les dll.
5.
Pembuatan
kurikulum khusus bagi sekolah inklusi secara umumnya dan pembuatan model
pembelajaran khusus, bahan ajar khusus dan proses evaluasi khusus pula bagi
anak berkesulitan belajar secara khususnya.
BAB
III
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di atas hasil analisis karakter dan kurikulum untuk anak
berkesulitan belajar sudah sangat jelas, bahwa peserta didik berkesulitan
belajar mempunyai karakter yang berbeda. Perbedaan karakter ini tentu
menumbuhkan respon dan penanganan yang berbeda pula dibandingkan dengan anak
normal pada umumnya. Perlu adanya penanganan khusus agar tidak terkucilkan dari
pergaulan dan agar bisa mengimbangi kemampuan belajar peserta didik yang lain.
Alternatif
solusi yang ditawarkan pun juga lebih kepada solusi untuk mengurangi
faktor-faktor internal yang muncul dari diri pribadi peserta didik. Sedangkan
untuk faktor eksternal terkait kurikulum yang diberlakukan hendaknya
menyesuaikan kondisi anak berkesulitan belajar. Penyesuaian kurikulum yang
dimaksud terkait model pembelajaran, bahan ajar dan proses evaluasi. Hal ini
bertujuan agar solusi yang ditawarkan tepat sasaran dan sesuai dengan kondisi
peserta didik.
Dengan
begitu harapannya peserta didik berkesulitan belajar tetap bisa mengikuti dan
menerima apa saja yang dibelajarkan seperti halnya dengan peserta didik pada
umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
e-book Model Kurikulum Bagi Peserta
Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar. 2007. Pusat Kurikulum Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.
Sumaryanta, M.Pd. 2010. Pembelajaran
Matematika Inklusif. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Fakultas Sains dan
Teknologi Program Studi Pendidikan Matematika
Susetyawati, E., Pratini, H.S.,&Sumaryanta. 2008. Inovasi Pembelajaran Matematika di SDInklusi dengan Siswa Slow Learner Melalui Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Realistik-Inklusif (MATRIKS). Laporan penelitian Universitas PGRI Yogyakarta