Senin, 14 Mei 2012
Perwajahan KAMMI ke Depan
Tidak terasa pahit manisnya kepengurusan tahun ini akan segera berakhir. Akan sangat banyak kenangan yang terpatri, sangat banyak pelajaran hidup yang bisa dipetik. Kebersamaan, kekompakan yang terbingkai dalam ikatan ukhuwah. Pahit getir perjuangan untuk terus bertahan di jalan dakwah ini, akan segera tergantikan oleh generasi-generasi penerus baru yang akan mengisi daftar panji-panji Allah memalui sarana KAMMI.
Teringat akan moment silaturahim tokoh yang baru saja dilakukan. Silaturahim ke salah seorang tokoh penting di jajaran UIN Sunan Kalijaga, Pembantu Rektor III Bpk Rifa’i. Apa yang beliau berikan sangatlah berpengaruh terhadap gerak langkah KAMMI selanjutnya.
Beliau memberikan pandangan yang cukup membuka minset yang selama ini tersemat. Gambaran tentang bagaimana kondisi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga secara umum.
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga identik dengan nuansa keislaman yang sangat kental. Bagi mereka yang bukan menjadi bagian keluarga UIN Sunan Kalijaga, pasti mengira bahwa UIN sebagai salah satu universitas yang bisa mengaplikasikan nilai – nilai keislaman secara baik dalam segala aspek di setiap sudut kampus. Namun, ada sesuatu yang sangat mencengangkan dan mengherankan.
Seperti yang diutarakan oleh bapak pembantu rektor tiga, bahwa sebagian besar mahasiswa UIN masih belum lancar dalam hal membaca Al-Qur’an. Hal ini diperkuat oleh sebagian mahasiswa ialah berasal dari latar belakang SMA. Sebagai organisasi yang mempunyai gerak dakwah untuk memperbaiki akhlak mahasiswa, KAMMI merasa mendapatkan tantangan yang sangat luar biasa. Coba bayangkan, mahasiswa UIN belum bisa baca Al-Qur’an.
Di sisi lain beliau memberikan masukan yang bisa dijadikan pertimbangan khususnya untuk kepengurusan yang akan datang, karena sebentar lagi KAMMI akan mengalami reorganisasi di minggu akhir bulan Mei ini. Bahwa, buatlah program kerja yang memang benar-benar dibutuhkan oleh mahasiswa. Beliau mencontohkan dengan menghadapkan realitas permasalahan yang sedang terjadi di atas yaitu permasalahan mahasiswa UIN belum bisa membaca Al-Qur’an.
Bahkan beliau mengharapkan KAMMI bisa menjadi bagian dalam upaya memecahkan persoalan tersebut, misal setiap anggota KAMMI yang juga mempunyai kemampuan bagus di dalam baca Al-Qur’annya bisa membina beberapa orang mahasiswa untuk kemudian dilatih. Memang kalau dipikir-pikir itu sangatlah bagus dan sangat cocok bagi kebutuhan mahasiswa.
Fokusan setiap bidang dakwah sudah ada yang memback up masing – masing. Sebagai salah satu elemen gerakan mahasiswa, KAMMI memback up ranah pergerakan di bidang siyasi. Jadi kental nuansa perpolitikan di sana. Kalaupun memang demikian, menjadi teringat dengan salah satu poin yang bisa dimbil di buku Ijtihad Membangun Gerakan, dipaparkan bahwasannya suatu organisasi harus bisa menyesuaikan kondisi objek dakwah atau sasaran dakwah kalau memang organisasi tersebut tidak mau kehilangan peminatnya. Jadi menyesuaikan dengan apa yang memang sedang diminati di kalangan mahasiswa sendiri.
Lantas bagaimana dengan ideologi yang dibangun sejak awal oleh suatu organisasi? Sebagai contohnya KAMMI yang memang sejak awal bergerak di bidang siyasi. Dengan memperhatikan minat mahasiswaa saat ini dibandingkan dengan mahasiswa di zaman baik itu pra maupun pasca orde baru orde baru sangatlah berbeda coraknya. Apakah lantas secara analog juga langsung pindah haluan berganti ideologi? Karena dikhawatirkan kalau KAMMI tetap begerak di bidang siyasi semakin sedikit mahasiswa yang berminat, dan itu lambat laun akan mengancam eksistensi KAMMI sendiri di kalangan mahasiswa.
Hal ini mau tidak mau menjadi bahan pertimbangan bagi kepengurusan selanjutnya, apakah KAMMI akan tetap mempertahankan ciri khasnya sebagai organisasi dakwah di kalangan mahasiswa di bidang siyasi atau malah sebaliknya dengan menyesuaikan atau mengikuti minat dan kebutuhan objek dakwah sekarang ini? Di samping itu dengan melihat kebutuhan mahasiswa UIN khususnya yang jelas-jelas ingin belajar membaca Al-Qur’an. Walaupun tidak ada salahnya, tetapi apabila mencoba menganalisis padahal sudah ada organisasi atau elemen dakwah yang menangani ranah tersebut (bidang ruhiyah) misalkan Lembaga Dakwah Kampus (LDK)
Hal ini secara otomatis kembali kepada orang-orang yang nantinya terpilih menjadi pengurus selanjutnya. Kira-kira bagaimana perwajahan KAMMI periode berikutnya? Kita lihat saja nanti.
Langganan:
Postingan (Atom)